Ilustrasi sederhana konsep transmisi qiraat.
Al-Qur'an, wahyu terakhir Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, adalah teks suci yang dijaga kemurniannya sejak diturunkan. Namun, ketika membahas **jumlah qiraat Al-Qur'an**, kita memasuki ranah ilmu qiraat, yaitu ilmu yang mempelajari ragam cara bacaan Al-Qur'an yang mutawatir (diriwayatkan secara berkelanjutan). Penting untuk dipahami bahwa perbedaan qiraat bukanlah perbedaan substansi ayat atau maknanya, melainkan variasi dalam pengucapan, harakat, atau susunan huruf yang semuanya berasal dari jalur sanad yang sah dari Rasulullah SAW.
Secara umum, pembahasan mengenai jumlah qiraat selalu mengerucut pada dua angka utama: Tujuh Qiraat (Sab'ah) dan Sepuluh Qiraat (Asyrah). Perbedaan ini muncul seiring perkembangan ilmu hadis dan kodifikasi ilmu qiraat oleh para ulama besar.
Fokus utama dalam studi qiraat adalah Tujuh Qiraat, yang menjadi landasan utama dalam literatur klasik. Tujuh qiraat ini dikodifikasikan oleh Imam Abu Bakar Syu'bah bin 'Ayasy dari Imam Ashim (Qari Kufah), Imam Nafi' (Madinah), Imam Ibnu Katsir (Mekkah), Imam Abu 'Amr (Bashrah), Imam Hamzah (Kufah), Imam 'Ashim (Kufah), dan Imam Al-Kisa'i (Kufah).
Para ahli menetapkan batasan tujuh qiraat ini berdasarkan kriteria ketat yang ditetapkan oleh ulama besar abad ke-4 Hijriyah, yaitu Imam Ibnu Mujahid. Kriteria ini meliputi:
Setiap qari memiliki dua rawi (periwayat) yang membawa bacaannya. Misalnya, Qiraat 'Ashim dibawa oleh Rawi Hafs dan Rawi Syu'bah. Oleh karena itu, jika kita menghitung rawi dari tujuh qari tersebut, kita mendapatkan total empat belas riwayat bacaan. Namun, yang dimaksud "Tujuh Qiraat" adalah sumber utama atau imam bacaannya.
Seiring waktu, ulama kemudian memasukkan tiga qiraat lain yang juga memiliki sanad yang kuat dan memenuhi kriteria yang ditetapkan, meskipun tidak termasuk dalam batasan awal Imam Ibnu Mujahid. Penambahan ini dilakukan oleh ulama seperti Imam Ibnu al-Jazari. Penambahan ini menghasilkan **jumlah qiraat Al-Qur'an** yang mencapai sepuluh qiraat utama.
Tiga qiraat tambahan tersebut adalah:
Dengan penambahan ini, jumlah total qiraat yang diakui dan dipelajari secara luas menjadi sepuluh, yang dikenal sebagai Al-Qira'at Al-'Asyrah. Sama seperti Tujuh Qiraat, setiap qari dari tiga qari tambahan ini juga memiliki dua rawi masing-masing.
Mengapa variasi bacaan ini ada? Para ulama menjelaskan bahwa keragaman bacaan ini merupakan rahmat (kemudahan) bagi umat Islam, sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadis (walaupun derajatnya diperselisihkan) bahwa Al-Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf (Ahruf). Qiraat-qiraat yang kita kenal saat ini adalah manifestasi dari huruf-huruf tersebut.
Perbedaan yang muncul dalam qiraat biasanya sangat ringan, seperti:
Penting sekali untuk ditekankan bahwa qiraat yang sah, baik yang tujuh maupun yang sepuluh, semuanya bersumber dari Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Praktik keagamaan umat Islam saat ini, khususnya di Indonesia dan mayoritas dunia, umumnya mengikuti Qiraat Hafs 'an 'Ashim, yang merupakan qiraat yang paling tersebar luas karena kemudahan dan jalur transmisi yang sangat kuat. Mempelajari **jumlah qiraat Al-Qur'an** sejatinya adalah menghargai kekayaan warisan otentik teks suci ini.