Jumlah Qiraat: Keindahan Keragaman Bacaan Al-Qur'an

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan tujuh huruf (Ahruf Sab'ah). Keragaman bacaan yang berasal dari penurunan ini dikenal dalam terminologi Islam sebagai Qiraat. Mempelajari jumlah qiraat bukan sekadar memahami variasi pengucapan, melainkan menghargai luasnya rahmat Allah SWT yang memudahkan umat dalam membaca dan menjaga otentisitas wahyu.

Representasi visual dari berbagai jalur bacaan Al-Qur'an Qiraat 1 Qiraat 2 Qiraat N Jalur Otentik

Perbedaan Mayor dan Minor

Ketika membahas jumlah qiraat, kita biasanya merujuk pada dua kategori utama: Qiraat 'Asyarah (Sepuluh Qiraat) yang masyhur, dan qiraat-qiraat lain yang lebih jarang dibahas. Pembagian ini berdasarkan kriteria ketat yang ditetapkan oleh para ulama terdahulu, terutama terkait dengan sanad (rantai periwayatan) yang harus bersambung hingga Rasulullah SAW, sesuai dengan kaidah yang dicanangkan oleh Imam Ibnul Jazari.

Secara umum, yang paling populer dan menjadi rujukan utama adalah Sepuluh Qiraat (Al-Qira'at Al-'Asyr). Masing-masing qiraat ini memiliki dua Rawi (periwayat utama) yang membawakan riwayat bacaan dari Imam Qari (imam qiraat) bersangkutan.

Mengenal Sepuluh Qiraat yang Masyhur

Sepuluh qiraat masyhur ini berasal dari tujuh imam qiraat ('Asharah) yang kemudian diperluas menjadi sepuluh dengan penambahan tiga imam lainnya yang juga memiliki sanad kuat. Setiap qiraat memiliki keunikan dalam pengucapan huruf, panjang pendek vokal (mad), dan terkadang penempatan harakat yang menghasilkan perbedaan makna tipis atau penekanan yang berbeda.

Tiga qiraat tambahan yang melengkapi sepuluh adalah yang diriwayatkan dari Imam Abu Ja'far, Imam Ya'qub, dan Imam Khalaf Al-'Asyir. Meskipun demikian, dalam praktik sehari-hari, fokus mayoritas umat Islam tertuju pada Qiraat Hafs 'an 'Ashim karena kemudahannya dan jalur periwayatannya yang sangat luas.

Batasan Jumlah Qiraat yang Diakui (Syurut al-Qira'at)

Meskipun sumber primer menyebutkan penurunan Al-Qur'an dalam tujuh huruf, jumlah qiraat yang diakui secara metodologis dan ilmiah oleh ulama adalah terbatas. Imam Ibnul Jazari menetapkan tiga syarat utama agar sebuah bacaan diakui sebagai qiraat sahihah:

  1. Kesesuaian dengan salah satu mushaf standar Utsmani (meskipun dalam batasan yang lebih longgar).
  2. Kesesuaian dengan kaidah tata bahasa Arab yang masyhur.
  3. Ketersebaran dan konsistensi sanad periwayatannya yang otentik hingga Nabi Muhammad SAW.

Oleh karena itu, ketika kita berbicara tentang jumlah qiraat yang 'sah' atau 'mutawatir', konsensus ulama mengarah pada angka sepuluh qiraat yang telah disebutkan di atas. Ada banyak qiraat lain (seperti syadzdzah atau yang tidak memenuhi kriteria sanad ketat) yang jumlahnya bisa mencapai puluhan, namun status keotentikannya berbeda dari sepuluh qiraat utama tersebut.

Hikmah di Balik Keberagaman Bacaan

Keberadaan berbagai qiraat memberikan dimensi kekayaan linguistik pada Al-Qur'an. Terkadang, perbedaan bacaan menghasilkan perbedaan makna yang memperkaya pemahaman kita terhadap ayat tersebut, atau justru memberikan kelonggaran (rukhsah) dalam hukum syariat, sesuai dengan konsep Ahruf Sab'ah. Misalnya, perbedaan bacaan dalam surat Al-Baqarah ayat 286 menunjukkan bahwa Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. Setiap qiraat adalah validitas ilahiah yang dijaga melalui jalur periwayatan yang ketat, menegaskan bahwa Al-Qur'an benar-benar terpelihara dalam berbagai bentuk pengucapannya yang otentik.

Memahami jumlah qiraat ini menunjukkan betapa teliti umat Islam dalam memelihara kalamullah, memastikan bahwa setiap nuansa lafaz yang diturunkan tetap lestari hingga kini.

🏠 Homepage