Kondisi Indonesia saat ini sering kali diukur berdasarkan jumlah provinsinya yang terus berkembang seiring waktu. Namun, ketika kita memutar kembali jarum jam, terutama ke periode genting menjelang dan sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, lanskap administratif Indonesia sangat berbeda. Pertanyaan kunci yang sering muncul dalam diskusi sejarah adalah: berapa jumlah provinsi di Indonesia sebelum kemerdekaan? Jawabannya memerlukan pemahaman mendalam tentang bagaimana struktur pemerintahan kolonial Belanda dirombak menjadi fondasi negara baru.
Struktur Pemerintahan Kolonial Sebagai Titik Awal
Indonesia, sebelum 17 Agustus 1945, secara administratif berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Struktur pembagian wilayah yang ada saat itu belum mengenal konsep 'Provinsi' seperti yang kita kenal saat ini. Wilayah Nusantara dibagi berdasarkan struktur pemerintahan kolonial yang rumit, yang sering kali tumpang tindih atau tidak sepenuhnya mencerminkan batas-batas etnis atau geografis yang jelas. Wilayah-wilayah utama biasanya diatur dalam unit yang lebih besar seperti Residentie (Karesidenan), di bawah pengawasan Gubernur Jenderal.
Saat Jepang menduduki wilayah ini, terjadi reorganisasi administrasi. Namun, reorganisasi ini bersifat sementara dan bertujuan untuk kepentingan perang, bukan untuk membangun struktur negara merdeka. Oleh karena itu, ketika para pendiri bangsa memproklamasikan kemerdekaan, mereka harus membuat keputusan cepat mengenai bagaimana wilayah yang sangat luas ini akan dikelola sebagai satu kesatuan negara.
Keputusan Krusial: Delapan Provinsi Dasar
Jawabannya terletak pada sidang bersejarah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Keputusan mendasar mengenai pembagian wilayah ini diambil bukan pada saat proklamasi itu sendiri, melainkan pada hari berikutnya, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada hari tersebut, disahkanlah Undang-Undang Dasar (UUD) sementara Republik Indonesia.
Dalam konteks UUD sementara tersebut, ditetapkanlah bahwa Republik Indonesia dibagi menjadi unit-unit administratif yang kemudian secara kolektif diakui sebagai "provinsi". Inilah yang menjadi cikal bakal pembagian wilayah modern Indonesia. Jumlah provinsi di Indonesia sebelum kemerdekaan (dalam konteks pembentukan negara RI yang baru) adalah delapan (8) provinsi.
Delapan Provinsi Fondasi Negara RI
Kedelapan wilayah ini dipilih karena mewakili wilayah yang secara riil dapat dikuasai oleh pemerintah pusat yang baru terbentuk, mencakup bekas wilayah gubernemen yang paling stabil di bawah kendali Republik. Kedelapan provinsi tersebut adalah:
- Provinsi Sumatera
- Provinsi Jawa Barat
- Provinsi Jawa Tengah
- Provinsi Jawa Timur
- Provinsi Sunda Kecil (meliputi Bali, Lombok, dan Sumbawa)
- Provinsi Borneo (Kalimantan)
- Provinsi Sulawesi
- Provinsi Maluku
- Provinsi Papua (yang saat itu masih menjadi wilayah sengketa dan belum sepenuhnya terintegrasi)
Perlu dicatat bahwa Wilayah Papua (sekarang Papua dan Papua Barat) pengaturannya sempat mengalami sedikit perbedaan penempatan dalam beberapa dokumen awal, namun secara umum, delapan unit inilah yang diakui sebagai landasan provinsi pada momen awal berdirinya Republik Indonesia. Wilayah-wilayah yang kemudian menjadi provinsi seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, atau Kepulauan Riau, baru dimekarkan dan diresmikan sebagai provinsi terpisah beberapa waktu kemudian, setelah konsolidasi kekuasaan pasca-perang kemerdekaan.
Perbedaan dengan Struktur Kolonial
Struktur delapan provinsi ini berbeda signifikan dari pembagian administratif kolonial. Pemerintahan kolonial sangat terfragmentasi, dengan Java (Jawa) dibagi menjadi beberapa karesidenan yang diawasi langsung oleh Batavia. Pembentukan delapan provinsi ini merupakan langkah politis dan konstitusional untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang terorganisir, bukan sekadar kumpulan pulau yang diatur secara parsial oleh rezim sebelumnya. Ini adalah penataan ulang fundamental untuk tujuan kedaulatan.
Sejarah pembentukan delapan provinsi awal ini menegaskan bahwa transisi dari penjajahan menuju negara merdeka memerlukan langkah-langkah konkret dalam penataan birokrasi. Angka delapan ini bukanlah angka yang muncul secara acak, melainkan hasil dari pertimbangan strategis dan upaya pertama untuk memetakan wilayah kedaulatan Republik Indonesia yang baru diproklamasikan.