Dalam lautan ayat-ayat Al-Qur'an, terdapat mutiara-mutiara hikmah yang senantiasa relevan bagi kehidupan manusia. Salah satu ayat yang sarat makna dan panggilan untuk berbuat kebajikan adalah Surah An Nisa ayat 4. Ayat ini bukan sekadar perintah, melainkan sebuah panduan moral dan spiritual yang mengingatkan kita akan pentingnya mengelola harta dengan bijak, terutama dalam konteks memberi dan melindungi hak-hak mereka yang lemah, yaitu anak yatim.
Surah An Nisa, yang berarti "Wanita", memang banyak membahas berbagai aspek hukum dan sosial yang berkaitan dengan keluarga, termasuk perempuan dan anak-anak. Ayat keempat dari surah ini secara spesifik menyoroti dua hal krusial: pemberian kepada wanita dan tanggung jawab terhadap harta anak yatim. Mari kita telaah lebih dalam kandungan ayat ini.
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نُفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
Wa ātu an-nisā’a ṣadaqātihinna niḥlah. Fa in ṭibna lakum ‘an syai’in minhu nafsan fa kulūhu hanī’an marī’an.
"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan sebagai suatu pemberian yang diwajibkan oleh Allah. Jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maharnya itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) sebagai suatu yang sedap lagi lagi baik."
Bagian pertama dari ayat ini menekankan kewajiban memberikan maskawin (mahar) kepada istri sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan dari suami. Mahar ini bukanlah semata-mata formalitas, melainkan hak mutlak bagi seorang wanita yang dinikahinya. Pemberian ini haruslah dilakukan sebagai "niḥlah", yang berarti pemberian yang telah diwajibkan atau yang telah ditetapkan oleh Allah. Ini menunjukkan bahwa mahar bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawar atau dikurangi sesukanya. Ia adalah pemberian yang tulus dan wajib.
Lebih lanjut, ayat ini juga memberikan keringanan dan keindahan etika. Jika sang istri, dengan kerelaan hati dan tanpa paksaan, menyerahkan sebagian atau seluruh maharnya kembali kepada suaminya, maka suami diperbolehkan untuk menerimanya. Frasa "fain ṭibna lakum ‘an syai’in minhu nafsan" menunjukkan bahwa kerelaan dan keikhlasan sang istri adalah syarat utamanya. Tidak boleh ada unsur paksaan atau manipulasi dalam proses ini. "Fa kulūhu hanī’an marī’an" berarti makanlah (terimalah) dengan nikmat dan tanpa rasa bersalah. Ini mengajarkan tentang pentingnya hubungan yang dilandasi saling pengertian dan kemurahan hati dalam rumah tangga.
Meskipun ayat yang kita fokuskan di sini secara eksplisit membahas mahar, perlu dicatat bahwa Surah An Nisa secara keseluruhan memiliki banyak ayat yang berkaitan dengan perlindungan anak yatim dan pengelolaan harta mereka. Pemahaman integral terhadap surah ini seringkali menempatkan pembahasan tentang anak yatim sebagai bagian tak terpisahkan dari tema umum perlindungan kaum lemah.
Al-Qur'an sangat menekankan pentingnya menjaga dan mendidik anak yatim. Harta anak yatim adalah amanah yang sangat besar. Mereka yang ditugaskan untuk mengelolanya diperingatkan agar tidak mengambilnya tanpa hak, mencampurnya dengan harta mereka sendiri, atau memanfaatkannya secara serakah. Sebaliknya, mereka diperintahkan untuk mengembangkan harta tersebut agar kelak dapat diserahkan kembali kepada anak yatim ketika mereka telah dewasa dan mampu mengelola keuangannya sendiri.
Tanggung jawab ini mencakup tidak hanya aspek finansial, tetapi juga pendidikan, moral, dan emosional. Umat Muslim diajak untuk bersikap adil, jujur, dan penuh kasih sayang terhadap anak yatim. Konsep sedekah dan infak yang diperintahkan dalam Al-Qur'an juga sangat terkait erat dengan upaya membantu mereka yang membutuhkan, termasuk anak yatim. Memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada mereka adalah bentuk ibadah yang mendatangkan keberkahan dan pahala yang berlipat ganda.
Surah An Nisa ayat 4, beserta ajaran-ajaran lain dalam Al-Qur'an mengenai anak yatim dan sedekah, memiliki relevansi yang sangat kuat di era modern ini. Di tengah maraknya ketidakadilan sosial dan kesenjangan ekonomi, seruan untuk memberikan hak-hak perempuan secara layak dan melindungi harta anak yatim menjadi semakin penting.
Bagi para pria, ayat ini mengingatkan kembali pentingnya memenuhi tanggung jawab dalam pernikahan, termasuk memberikan mahar sebagai bentuk penghargaan. Bagi masyarakat luas, ayat-ayat tentang anak yatim adalah panggilan untuk membangun sistem yang kuat dalam mendukung dan melindungi mereka, baik melalui keluarga angkat, yayasan, maupun program-program sosial yang dijalankan oleh pemerintah dan komunitas.
Lebih dari sekadar kewajiban, mengelola harta dengan prinsip keadilan dan kemurahan hati, serta menyisihkan sebagian untuk sedekah dan membantu yang membutuhkan, adalah jalan menuju kesucian jiwa dan keberkahan hidup. Harta yang kita miliki adalah titipan, dan cara kita menggunakannya akan menentukan kualitas diri kita di hadapan Allah SWT. Surah An Nisa ayat 4 mengajarkan kita bahwa keberkahan terbesar justru datang dari kemampuan kita untuk berbagi dan menunaikan hak-hak orang lain.