Dalam Al-Qur'an, Allah SWT. senantiasa memberikan kemudahan dan petunjuk bagi hamba-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu bentuk perhatian tersebut termanifestasi dalam firman-Nya di Surah An-Nisa ayat 101. Ayat ini menjadi penyejuk hati dan pegangan bagi umat Islam, terutama ketika mereka sedang berada dalam kondisi perjalanan atau safar.
"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak ada dosa bagimu mengerang shalatmu, (karena) sesungguhnya orang-orang kafir itu merupakan musuh yang nyata bagimu."
Ayat ini diturunkan sebagai wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang sedang melakukan perjalanan. Pada masa awal Islam, perjalanan seringkali penuh dengan risiko dan ketidakpastian, terutama dari ancaman kaum kafir. Di tengah kondisi yang tidak memungkinkan untuk mendirikan shalat sebagaimana mestinya, Allah memberikan keringanan agar umat-Nya tidak terbebani.
Keringanan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kebolehan untuk meng-qashar shalat, yaitu meringkas jumlah rakaat shalat dari empat rakaat menjadi dua rakaat (shalat Dhuhur, Ashar, dan Isya). Hal ini berlaku ketika seorang musafir merasa khawatir akan keselamatan dirinya akibat ancaman musuh. Ketakutan dan kondisi genting menjadi alasan utama diberikannya rukhsah (keringanan) ini.
Meskipun ada keringanan dalam bentuk qashar, ayat ini tidak menghilangkan kewajiban shalat itu sendiri. Justru, ia menekankan pentingnya shalat sebagai tiang agama yang tidak boleh ditinggalkan, sekalipun dalam kondisi sulit. Shalat adalah sarana utama untuk berkomunikasi dan memohon perlindungan kepada Allah. Di tengah perjalanan yang penuh tantangan, shalat menjadi jangkar spiritual yang menjaga ketenangan hati dan keyakinan kepada Sang Pencipta.
Menariknya, ayat ini secara eksplisit menyebutkan bahwa kekhawatiran terhadap kaum kafir menjadi salah satu alasan pemberian keringanan. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan umatnya. Namun, penting untuk dicatat bahwa keringanan qashar shalat tidak terbatas hanya pada kondisi ancaman musuh saja. Seiring berkembangnya pemahaman fiqih, para ulama sepakat bahwa qashar shalat juga berlaku untuk semua jenis perjalanan yang memenuhi kriteria syar'i, meskipun tidak ada ancaman langsung. Hal ini didasarkan pada kaidah fiqih yang menyatakan bahwa sebab yang disebutkan (ancaman musuh) bisa jadi merupakan contoh dari sebab yang lebih umum (perjalanan itu sendiri).
Pemberian rukhsah dalam shalat bagi musafir memiliki banyak hikmah. Pertama, ia mengajarkan bahwa agama Islam adalah agama yang toleran dan tidak membebani umatnya di luar batas kemampuan. Allah Maha Mengetahui kondisi hamba-Nya, sehingga Dia memberikan solusi yang sesuai. Kedua, hal ini menegaskan bahwa hubungan spiritual dengan Allah dapat dan harus dijaga di mana pun kita berada. Perjalanan bukanlah alasan untuk meninggalkan ibadah.
Ketiga, dengan adanya keringanan qashar, seorang musafir dapat lebih fokus pada keselamatan dan tujuan perjalanannya tanpa terbebani oleh kewajiban shalat yang dirasa memberatkan dalam kondisi tertentu. Keringanan ini memungkinkan mereka untuk terus bergerak dan menyelesaikan urusan mereka dengan lebih efektif.
Syarat utama untuk meng-qashar shalat adalah niat untuk melakukan perjalanan yang memenuhi kriteria (biasanya jarak tertentu yang sudah ditentukan dalam mazhab fiqih masing-masing) dan keluar dari batas kota tempat tinggal. Keringanan ini berlaku untuk shalat Dhuhur, Ashar, dan Isya. Shalat Maghrib tidak di-qashar karena jumlah rakaatnya ganjil.
Seorang musafir juga bisa menggabungkan dua shalat fardhu yang berdekatan waktu pelaksanaannya, yaitu menggabungkan Dhuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya. Penggabungan ini dikenal dengan istilah jamak. Jadi, bagi musafir, ada dua bentuk keringanan: qashar (meringkas rakaat) dan jamak (menggabungkan waktu shalat).
Surah An-Nisa ayat 101 memberikan pelajaran berharga tentang kemudahan dalam beribadah dan perhatian Allah terhadap kondisi hamba-Nya. Dengan memahami ayat ini, diharapkan setiap muslim dapat menjalankan ibadahnya dengan khusyuk dan penuh keyakinan, di mana pun mereka berada, termasuk saat menempuh perjalanan di muka bumi.