Dalam lautan ajaran Islam yang luas, terdapat ayat-ayat Al-Qur'an yang memiliki kedalaman makna luar biasa dan relevansi abadi. Salah satu ayat tersebut adalah Surah An Nisa ayat 105. Ayat ini bukan sekadar lantunan kata yang indah, melainkan sebuah kompas moral dan panduan praktis bagi setiap Muslim dalam menjalani kehidupan, terutama dalam urusan keadilan, kejujuran, dan integritas. Memahami Surah An Nisa ayat 105 berarti membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana Islam memandang tanggung jawab individu di hadapan Allah dan sesama manusia.
Berikut adalah teks Surah An Nisa ayat 105 beserta terjemahannya yang umum digunakan:
"Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, agar engkau memutuskan perkara di antara manusia dengan apa yang telah Allah ajarkan kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (pembela) orang yang berkhianat."
Ayat ini turun sebagai pedoman bagi Rasulullah Muhammad SAW, namun maknanya meluas dan berlaku bagi seluruh umat Islam yang diberikan amanah untuk menegakkan kebenaran. Allah SWT menurunkan Al-Qur'an sebagai kitab yang penuh kebenaran (bil haqq). Kata 'haqq' di sini mencakup makna kebenaran, keadilan, dan realitas yang sesungguhnya. Al-Qur'an menjadi sumber hukum dan pedoman hidup yang harus dijalankan secara konsisten.
Fokus utama ayat ini adalah perintah untuk menghakimi atau memutuskan perkara di antara manusia dengan berdasarkan apa yang telah diajarkan oleh Allah. Ini menekankan pentingnya menjadikan wahyu Ilahi sebagai dasar dalam setiap pengambilan keputusan, terutama ketika menyangkut keadilan. Penggunaan frasa "apa yang telah Allah ajarkan kepadamu" mengindikasikan bahwa keadilan yang sejati tidak datang dari hawa nafsu atau pandangan manusia semata, melainkan bersumber dari kebijaksanaan dan hukum Allah yang Maha Sempurna.
Bagian kedua dari ayat ini memberikan peringatan tegas: "dan janganlah engkau menjadi penentang (pembela) orang yang berkhianat." Perintah ini sangat krusial. Ia melarang keras untuk membela atau menjadi pihak yang pro terhadap mereka yang terbukti melakukan pengkhianatan. Pengkhianatan dalam konteks ini bisa sangat luas, mencakup penipuan, kecurangan, pelanggaran amanah, dan segala bentuk tindakan yang merusak kepercayaan.
Dalam sistem peradilan atau penyelesaian sengketa, ayat ini mengajarkan agar para hakim, pemimpin, atau bahkan individu yang dimintai pendapat tidak boleh memihak kepada pihak yang jelas-jelas bersalah atau berkhianat demi keuntungan pribadi, hubungan kekerabatan, atau tekanan dari pihak lain. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan keberanian moral untuk tidak membela kebatilan adalah esensi dari integritas.
Surah An Nisa ayat 105 memiliki relevansi yang sangat kuat di era modern ini. Di tengah kompleksitas kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, seringkali kita dihadapkan pada situasi yang menuntut kejujuran dan keberanian dalam menegakkan kebenaran. Ayat ini mengingatkan kita untuk:
Dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam menerapkan prinsip-prinsip keadilan yang diajarkan oleh Allah. Beliau dikenal sebagai Al-Amin (yang terpercaya) sebelum diutus menjadi nabi, dan integritasnya terus terjaga sepanjang hidupnya. Beliau memutuskan perkara berdasarkan wahyu dan keadilan, tanpa pernah memihak kepada mereka yang bersalah, meskipun terkadang mereka adalah orang yang memiliki kedekatan atau pengaruh. Sikap beliau ini menunjukkan bahwa keadilan yang sejati adalah konsekuensi dari ketundukan total kepada perintah Allah.
Dengan memahami dan mengamalkan Surah An Nisa ayat 105, seorang Muslim diajak untuk menjadi agen keadilan di lingkungannya. Ayat ini mengajarkan bahwa kebenaran adalah cahaya yang harus memandu setiap langkah, dan membela kebathilan adalah kegelapan yang harus dihindari. Inilah esensi dari ajaran Islam yang universal dan abadi, yang membawa rahmat dan kebaikan bagi seluruh umat manusia.