Ilmu yang bersumber dari wahyu Ilahi.
Pertanyaan mengenai jumlah pasti ayat dalam Al-Qur'an adalah topik yang sering muncul dalam diskusi keislaman. Meskipun umat Islam secara kolektif sepakat bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang sempurna, perbedaan minor dalam penghitungan akhir ayat sering kali muncul karena perbedaan metode periwayatan atau penafsiran dalam pembagian akhir ayat antar mazhab qira'at (cara membaca Al-Qur'an).
Dalam konteks kajian ilmu Al-Qur'an kontemporer, Ustadz Adi Hidayat, seorang dai dan pakar tafsir terkemuka, sering menekankan pentingnya kembali pada teks otentik dan metodologi yang sahih. Ketika membahas jumlah ayat dalam Al-Qur'an menurut Ustadz Adi Hidayat, beliau merujuk pada standar yang paling umum diterima dalam tradisi riwayat Islam, namun dengan penekanan bahwa angka tersebut harus dipahami dalam konteks keilmuan yang luas.
Secara umum, mayoritas ulama, terutama yang mengikuti riwayat Hafs 'an 'Ashim (metode bacaan yang paling populer di dunia saat ini), menetapkan bahwa jumlah total ayat Al-Qur'an adalah 6.236 ayat. Namun, angka ini sering diperdebatkan ketika memasukkan ayat-ayat yang terpisah (fasilah) di awal surat atau ayat-ayat yang diperselisihkan.
Ustadz Adi Hidayat, dalam banyak kajiannya, sering kali menjelaskan bahwa perbedaan angka biasanya berkisar antara 6.204 hingga 6.666 ayat, tergantung pada metodologi penghitungan yang digunakan. Beliau sering mengutip bahwa terdapat perbedaan standar penghitungan yang dianut oleh beberapa pusat Islam klasik seperti Kufah, Madinah, dan Syam.
Menurut penjelasan beliau, perbedaan ini bukan terletak pada isi ayat itu sendiri—karena Al-Qur'an itu tunggal dan terjaga—melainkan pada titik di mana satu ayat berakhir dan ayat berikutnya dimulai, terutama pada surat-surat yang memiliki penempatan basmalah yang unik (seperti Surat At-Taubah) atau pada ayat-ayat yang sangat pendek.
Yang sering ditekankan oleh Ustadz Adi Hidayat adalah bahwa fokus utama seorang Muslim seharusnya bukan terjebak dalam perdebatan angka numerik, melainkan bagaimana memahami dan mengamalkan setiap ayat yang ada. Meskipun angka 6.236 adalah angka yang familiar, beliau menekankan bahwa esensi Al-Qur'an terletak pada pesan dan tuntunannya.
Beliau mengajarkan bahwa penghitungan ayat yang berbeda seringkali muncul karena adanya perbedaan dalam menentukan posisi fashilah (pemisah ayat). Misalnya, apakah Basmalah ("Bismillāhirrahmānirrahīm") di awal surat dianggap sebagai ayat pertama atau bukan? Mayoritas ulama kontemporer menyatakan bahwa Basmalah di awal Surat Al-Fatihah adalah ayat pertama, sementara di surat lainnya ia berfungsi sebagai pemisah antar surat.
Dalam salah satu ceramahnya, beliau pernah menyinggung bahwa ketika kita melihat mushaf standar di Indonesia atau Timur Tengah, angka yang paling sering muncul adalah 6.236. Namun, beliau juga mengingatkan bahwa dalam riwayat penghitungan dari kota-kota besar Islam terdahulu, angka tersebut bisa bervariasi beberapa ayat. Misalnya, ada pandangan yang menyebutkan bahwa jumlah total ayat adalah 6.666, sebuah angka yang sering dihubungkan dengan penghitungan yang lebih detail atau penggunaan metode penghitungan yang berbeda.
Perbedaan dalam jumlah ayat ini adalah bagian dari warisan ilmiah Islam yang kaya dan menunjukkan bagaimana para ulama terdahulu sangat teliti dalam menjaga otentisitas wahyu. Ustadz Adi Hidayat mengajarkan bahwa perbedaan ini adalah bentuk rahmah (kemudahan) yang diberikan Allah SWT, karena umat tidak dibebani untuk berselisih tentang angka, melainkan untuk berinteraksi dengan kontennya.
Beberapa faktor yang menyebabkan variasi hitungan meliputi:
Intinya, ketika merujuk pada jumlah ayat dalam Al-Qur'an menurut Ustadz Adi Hidayat, kita menerima bahwa angka standar yang paling umum digunakan adalah 6.236, namun kita harus tetap terbuka terhadap konteks keilmuan yang lebih dalam, di mana variasi kecil dalam penghitungan adalah keniscayaan historis yang tidak mengurangi kebenaran Al-Qur'an itu sendiri. Fokus utamanya adalah pada kedalaman pemahaman dan pengamalan, bukan sekadar mencapai angka tertinggi atau terendah.
Sehingga, Al-Qur'an tetap menjadi satu kesatuan yang utuh, terlepas dari perbedaan penomoran ayat yang mungkin ditemukan dalam berbagai tradisi penulisan mushaf di berbagai belahan dunia.