Simbolis visual untuk Surah An Nisa, Ayat 72.
Al-Qur'an Al-Karim, sebagai kitab suci umat Islam, senantiasa memberikan petunjuk, nasihat, dan hikmah bagi setiap aspek kehidupan. Di antara sekian banyak ayat yang terkandung di dalamnya, Surah An Nisa ayat 72 memiliki kedalaman makna yang sangat penting, terutama terkait dengan sikap dan tanggung jawab seorang mukmin dalam menghadapi ujian dan cobaan, khususnya dalam konteks perjuangan.
Allahu latifum bi'ibadihi yarzuqu mayyashaa' wa huwal qawiyul 'aziz.
Artinya: "Allah Maha Pengasih hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Kuat lagi Maha Perkasa."
Ayat 72 dari Surah An Nisa ini diturunkan pada masa-masa awal perkembangan Islam, ketika umat Muslim menghadapi berbagai tantangan dan tekanan dari kaum musyrikin. Situasi ini seringkali memicu berbagai reaksi di kalangan kaum mukmin, mulai dari semangat membela diri yang berlebihan hingga keraguan dan ketakutan. Dalam konteks inilah, Allah SWT menurunkan ayat ini sebagai pengingat dan penegasan mengenai hakikat kekuatan, rezeki, dan pertolongan-Nya.
Frasa "Allah Maha Pengasih hamba-hamba-Nya" (Allahu latifum bi'ibadihi) adalah inti dari ayat ini. Kata "Latif" memiliki makna yang sangat luas, mencakup kelembutan, kasih sayang, kebijaksanaan, dan pengetahuan yang mendalam. Allah SWT mengetahui segala kebutuhan dan kondisi hamba-Nya, bahkan hal-hal yang tidak disadari oleh hamba-Nya sendiri. Kelembutan-Nya ini termanifestasi dalam berbagai bentuk, baik yang terang maupun yang tersembunyi. Dalam konteks peperangan atau menghadapi kesulitan, sifat "Latif" Allah ini mengingatkan bahwa pertolongan-Nya datang dengan cara yang tidak terduga, seringkali melalui ujian yang justru membawa kebaikan dan kemaslahatan jangka panjang.
Bagian kedua ayat, "Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki" (yarzuqu mayyashaa'), menegaskan bahwa sumber segala rezeki adalah Allah SWT semata. Rezeki di sini tidak hanya terbatas pada harta benda, tetapi mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya, termasuk kesehatan, ilmu pengetahuan, kesempatan, kebahagiaan, bahkan ketenangan hati. Pemberian rezeki ini merupakan wujud dari sifat "Latif" Allah. Terkadang, rezeki datang dalam bentuk yang tampak sulit atau menyakitkan, namun sejatinya adalah sarana untuk meraih kebaikan yang lebih besar.
Dalam konteks perjuangan di medan perang, ayat ini memberikan pelajaran penting. Seorang mukmin diperintahkan untuk berjihad dan mempertahankan diri jika diserang, namun harus senantiasa menyandarkan diri pada Allah. Kekalahan atau kemenangan bukanlah semata-mata bergantung pada kekuatan fisik belaka, melainkan juga atas kehendak dan pengaturan rezeki dari Allah. Adakalanya Allah memberikan rezeki berupa kemenangan, namun adakalanya pula rezeki yang diberikan adalah kesabaran dalam menghadapi kekalahan, yang kelak akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.
Ayat diakhiri dengan firman-Nya, "Dan Dia Maha Kuat lagi Maha Perkasa" (wa huwal qawiyul 'aziz). Frasa ini menekankan dua sifat Allah yang luar biasa: "Al-Qawiyy" (Maha Kuat) dan "Al-'Aziz" (Maha Perkasa). Kekuatan Allah adalah mutlak, tak terbatas, dan mampu mengatasi segala sesuatu. Keperkasaan-Nya berarti Dia tidak dapat dikalahkan atau diperdaya oleh siapapun. Sifat ini memberikan rasa aman dan keyakinan bagi kaum mukmin. Meskipun mereka mungkin merasa lemah di hadapan musuh, namun mereka memiliki Tuhan yang Maha Kuat dan Maha Perkasa yang selalu menyertai dan melindungi mereka.
Surah An Nisa ayat 72 memberikan beberapa hikmah mendalam yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:
Dengan memahami dan merenungkan makna Surah An Nisa ayat 72, seorang mukmin diharapkan dapat menjalani kehidupannya dengan lebih tenang, optimis, dan senantiasa berada dalam lindungan serta kasih sayang Allah SWT, sambil tetap menjalankan kewajiban dan menghadapi tantangan hidup dengan penuh kesabaran dan keimanan.