Ilustrasi abstrak Al-Qur'an dan cahaya ilmu
Surah An-Nisa', ayat 155, merupakan salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang memiliki kedalaman makna dan pelajaran penting, terutama bagi umat Islam yang beriman. Ayat ini secara spesifik menyoroti sifat dan tindakan segolongan kaum Yahudi yang mengingkari ayat-ayat Allah, bahkan sampai pada tingkatan yang ekstrem. Memahami ayat ini tidak hanya sekadar membaca lafaz Arab dan terjemahannya, tetapi juga merenungkan konteks historis dan implikasinya dalam kehidupan seorang mukmin.
Surah An-Nisa' secara umum membahas tentang berbagai hukum dan aturan terkait keluarga, wanita, serta masalah sosial kemasyarakatan. Ayat 155 sendiri muncul dalam rangkaian ayat yang menegur dan menjelaskan perlakuan terhadap orang-orang yang melakukan pelanggaran syariat, termasuk di dalamnya adalah penolakan terhadap kebenaran Allah. Ayat ini menjadi kritik tajam terhadap perbuatan sebagian kaum Yahudi pada masa itu yang terus-menerus menunjukkan penolakan dan pembangkangan terhadap ajaran yang dibawa oleh para nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW.
Berikut adalah teks Arab dan terjemahan dari An Nisa ayat 155:
Ayat ini membeberkan beberapa alasan utama mengapa sekelompok kaum Yahudi tersebut dijatuhi celaan dan hukuman:
Ayat 155 Surah An Nisa bukanlah sekadar cerita sejarah, melainkan mengandung pelajaran universal yang sangat relevan bagi setiap Muslim:
Setiap mukmin harus senantiasa waspada terhadap sifat-sifat tercela yang disebutkan dalam ayat ini. Penolakan terhadap kebenaran, pelanggaran janji, dan keengganan untuk belajar adalah jalan yang dapat menjauhkan diri dari rahmat Allah.
Pertama, ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga perjanjian kita dengan Allah. Setiap Muslim telah mengucapkan syahadat yang merupakan perjanjian awal untuk mengesakan Allah dan mengikuti risalah Nabi Muhammad SAW. Menjaga perjanjian ini berarti menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan terus berusaha memahami serta mengamalkan ajaran Islam.
Kedua, kita harus selalu terbuka terhadap ayat-ayat Allah. Keterbukaan hati dan pikiran adalah kunci untuk mendapatkan hidayah. Sebaliknya, kesombongan intelektual atau keyakinan bahwa diri sudah paling tahu adalah penghalang besar dalam menerima kebenaran. Jika hati sudah tertutup karena kekafiran atau kedegilan, maka petunjuk sekecil apa pun tidak akan mampu menembusnya.
Ketiga, ayat ini menekankan bahwa konsekuensi dari kekafiran dan kedegilan adalah penguncian hati oleh Allah. Ini adalah hukuman yang paling mengerikan, di mana seseorang kehilangan kemampuannya untuk menerima kebaikan dan kebenaran. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu menjaga keimanan dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan murka Allah.
Terakhir, ayat ini juga mengandung harapan, meskipun dikritik keras. Frasa "kecuali hanya sedikit" menunjukkan bahwa di tengah-tengah penolakan, masih ada individu-individu yang tetap berpegang teguh pada kebenaran. Ini mengajarkan kita untuk tidak putus asa dan terus berjuang di jalan kebaikan, sekecil apa pun jumlah orang yang bersama kita.
Untuk menghidupkan makna An Nisa ayat 155 dalam kehidupan kita, kita perlu melakukan introspeksi diri secara berkala. Tanyakan pada diri sendiri:
Dengan merenungkan dan mengamalkan pelajaran dari An Nisa ayat 155, seorang mukmin diharapkan dapat memperkuat imannya, menjaga hati dari kekafiran dan kedegilan, serta senantiasa berada di jalan yang diridhai oleh Allah SWT.