Simbol kebijaksanaan dan bimbingan Ilahi
Dalam lautan hikmah yang terkandung dalam Al-Qur'an, setiap ayat memiliki kedalaman makna tersendiri. Salah satu ayat yang sering menjadi rujukan untuk memahami lebih jauh tentang keadilan, amanah, dan petunjuk Allah adalah Ayat 106 dari Surah An-Nisa. Surah An-Nisa sendiri merupakan surah Madaniyah yang mayoritas ayatnya berbicara tentang hukum-hukum keluarga, hak-hak wanita, dan berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan. Ayat 106 ini, secara spesifik, mengangkat tema tentang bagaimana seharusnya bersikap ketika seseorang diamanahi untuk memutuskan suatu perkara, terutama terkait harta benda atau hak orang lain.
Untuk merenungkan makna ayat ini lebih dalam, mari kita simak terlebih dahulu teks aslinya dalam bahasa Arab beserta terjemahannya.
Dan janganlah kamu berdebat untuk (membela) orang-orang yang mengkhianati diri mereka sendiri. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi berdos.
Ayat ini merupakan sebuah peringatan tegas dari Allah SWT kepada hamba-Nya, terutama kepada mereka yang memiliki kedudukan atau amanah untuk memutuskan perkara. Kata "yakh-ta-nuna anfusahum", yang berarti "mengkhianati diri mereka sendiri", memiliki makna yang sangat luas. Ini bisa diartikan sebagai melakukan perbuatan dosa yang merugikan diri sendiri, baik secara spiritual maupun material. Contohnya adalah melakukan korupsi, menipu, berlaku curang, atau menyalahgunakan amanah.
Allah memerintahkan agar kita "wala tujadil", yang berarti "janganlah kamu berdebat atau membela". Ini ditujukan kepada siapa? Kepada orang-orang yang jelas-jelas telah melakukan pengkhianatan terhadap diri mereka sendiri. Belaian atau pembelaan yang dimaksud di sini adalah pembelaan yang tidak berdasarkan kebenaran, membela kebatilan, atau menutupi kesalahan orang lain yang jelas-jelas bersalah demi kepentingan pribadi, golongan, atau tanpa dasar yang kuat.
Mengapa Allah begitu keras melarang hal ini? Karena perbuatan tersebut menunjukkan ketidakadilan dan berlawanan dengan sifat adil yang diajarkan dalam Islam. Ketika kita membela orang yang berkhianat, kita secara tidak langsung turut serta dalam kejahatan mereka dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap kebenaran. Hal ini dapat merusak tatanan masyarakat, menimbulkan ketidakpercayaan, dan membuka pintu bagi kemaksiatan yang lebih luas.
Lebih lanjut, ayat ini menegaskan bahwa "Innallaha la yuhibbu man kana khawwanan athima". Kalimat ini menunjukkan bahwa Allah tidak menyukai dua sifat sekaligus pada diri seseorang: "khawwan" (pengkhianat) dan "athim" (berdosa). Orang yang khianat, dalam konteks ayat ini, adalah orang yang sering kali melakukan pengkhianatan, baik kecil maupun besar. Sifat khianat ini sering kali beriringan dengan sifat berdosa (athim) karena pada hakikatnya, pengkhianatan adalah sebuah dosa. Allah tidak menyukai orang yang senantiasa dalam keadaan seperti itu. Cinta Allah kepada hamba-Nya adalah rahmat, dan kemurkaan-Nya adalah azab. Maka, menjauhi sifat-sifat yang dibenci Allah adalah sebuah keniscayaan bagi seorang mukmin.
Memahami dan mengamalkan isi dari Ayat 106 Surah An-Nisa ini adalah bagian dari upaya kita untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa, yang senantiasa berusaha menjauhi murka-Nya dan meraih cinta serta ridha-Nya. Dengan menjauhi sifat khianat dan senantiasa berlaku adil, kita akan mendapatkan ketenangan hidup dan keberkahan di dunia maupun di akhirat.