Surat An Nisa Ayat 1-5: Pilar Fondasi Keluarga dan Masyarakat Islami

Qalb (Hati) Rahmat Kasih Sayang Keluarga
Simbol keluargayang harmonis dan kasih sayang

Surat An-Nisa', yang berarti "Perempuan", merupakan salah satu surat Madaniyah yang diturunkan setelah hijrah. Surat ini memiliki kedalaman makna yang luar biasa, mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari fondasi keluarga, hak-hak perempuan, hukum perdata, hingga ajaran-ajaran moral. Lima ayat pertama dari surat ini secara khusus menjadi pijakan penting dalam membangun tatanan sosial yang adil dan harmonis dalam Islam. Ayat-ayat ini membuka lembaran tentang penciptaan manusia, pentingnya menjaga hubungan kekerabatan, serta kewajiban terhadap anak yatim.

Ayat 1: Penciptaan Manusia dan Keutuhan Umat

Ayat pertama Surat An-Nisa' berbunyi:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan daripadanya Allah menciptakan pasangannya (Hawa); lalu dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah hubungan) kekeluargaan. Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi(mu)."

Ayat ini menegaskan prinsip kesatuan asal usul manusia. Kita semua berasal dari Adam dan Hawa, yang berarti kita adalah satu keluarga besar. Penegasan ini sangat krusial untuk menumbuhkan rasa persaudaraan, menghapus superioritas ras, suku, atau bangsa, dan menanamkan nilai kesetaraan. Selain itu, ayat ini juga menekankan dua hal penting: taqwa kepada Allah dan memelihara hubungan kekeluargaan (silaturahim). Keduanya merupakan pilar fundamental dalam membentuk individu yang saleh dan masyarakat yang harmonis.

Ayat 2: Amanah Harta Anak Yatim

Melanjutkan penekanan pada keluarga, ayat kedua berfokus pada tanggung jawab terhadap anak-anak yang kehilangan orang tua:

وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا

"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (pemilikmu) harta mereka; janganlah kamu menukar dirimu (dengan kepemilikan) harta mereka yang buruk dengan yang baik dan janganlah kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya ketentuan menggabungkan kedua harta itu adalah dosa yang besar."

Ayat ini memberikan perintah tegas untuk menyerahkan harta anak yatim kepada mereka setelah mencapai usia dewasa. Ada larangan keras untuk menukar harta yang baik milik yatim dengan harta yang buruk milik orang lain, dan juga larangan memakan harta anak yatim dengan cara yang tidak benar atau mencampurnya dengan harta sendiri demi keuntungan pribadi. Ini adalah bentuk perlindungan sosial yang sangat luhur dari Islam, memastikan bahwa generasi penerus yang rentan mendapatkan hak-hak mereka dan tidak menjadi korban keserakahan.

Ayat 3: Adab Pernikahan dan Keadilan

Ayat ketiga membahas masalah pernikahan, sebuah institusi sentral dalam masyarakat:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

"Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan (anak yatim), maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau (perempuan) yang berada dalam pemeliharaanmu. Yang demikian itu agar kamu tidak berbuat aniaya."

Ayat ini dikenal sebagai ayat yang mengatur masalah poligami. Namun, esensi utamanya adalah penekanan pada keadilan. Islam mengizinkan poligami namun dengan syarat yang sangat ketat, yaitu kemampuan untuk berlaku adil terhadap semua istri. Jika ada keraguan atau ketakutan tidak mampu berlaku adil, maka sebaiknya cukup satu istri saja. Hal ini menunjukkan bahwa prioritas utama adalah menjaga hak dan kesejahteraan setiap individu, terutama perempuan, dalam sebuah pernikahan. Konteks ayat ini juga terkait dengan para janda dan anak yatim yang perlu mendapatkan perlindungan dan kesempatan untuk membangun kembali kehidupan.

Ayat 4: Hak Mahar dan Larangan Zhalim

Ayat keempat mempertegas lagi tentang hak-hak dalam pernikahan:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نُفْلًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan sebagai suatu anugerah (yang wajib). Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah (pengambilan)nya itu."

Ayat ini menetapkan bahwa mahar adalah hak mutlak perempuan yang diberikan oleh suami sebagai tanda penghargaan dan keseriusan dalam pernikahan. Mahar bukanlah harga seorang perempuan, melainkan sebuah pemberian yang wajib. Jika perempuan dengan sukarela memberikan sebagian atau seluruh maharnya kembali kepada suami, maka suami boleh menerimanya. Ayat ini menegaskan pentingnya penghargaan terhadap hak-hak finansial perempuan dalam pernikahan dan melarang segala bentuk eksploitasi.

Ayat 5: Keharusan Menyerahkan Harta kepada yang Berhak

Terakhir, ayat kelima kembali menekankan tentang pengelolaan harta, terutama yang terkait dengan anak yatim dan perempuan:

وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا

"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (segala) harta (milikmu) yang dijadikan Allah sebagai sarana hidupmu. Tetapi berilah mereka belanja dan pakaian dari (harta) itu, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik."

Ayat ini memberikan panduan mengenai pengelolaan harta yang dipercayakan kepada kita, terutama yang berkaitan dengan orang-orang yang belum mampu mengelolanya dengan baik, seperti anak yatim atau orang yang dianggap belum dewasa secara finansial. Harta tersebut harus dijaga sebagai sarana kehidupan, dan mereka harus diberi nafkah, pakaian, serta diajak bicara dengan baik. Ini menunjukkan pentingnya menjaga aset agar tidak terbuang sia-sia dan tetap memastikan kebutuhan dasar penerima manfaat terpenuhi, sambil membimbing mereka menuju kemandirian.

Kesimpulan

Lima ayat pertama Surat An-Nisa' memberikan dasar yang kokoh bagi pembentukan keluarga dan masyarakat yang adil, harmonis, dan saling menyayangi. Mulai dari pengingat akan kesatuan asal usul manusia, kewajiban melindungi anak yatim, adab pernikahan yang berlandaskan keadilan, hingga hak-hak finansial dalam perkawinan, semua ajaran ini saling melengkapi. Dengan memahami dan mengamalkan ayat-ayat ini, umat Islam diharapkan dapat membangun fondasi kehidupan yang kuat, di mana setiap individu dihargai, dilindungi, dan memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan ajaran agama.

🏠 Homepage