Dalam hamparan sejarah yang kaya dan penuh misteri, angka Romawi selalu memancarkan pesona tersendiri. Di antara deretan simbol yang telah menemani peradaban manusia selama ribuan tahun, kombinasi seperti Romawi XC sering kali memicu rasa ingin tahu. Angka ini, yang mewakili nilai 90 dalam sistem bilangan Romawi, bukanlah sekadar penanda kuantitas, melainkan sebuah jendela untuk memahami cara berpikir, budaya, dan bahkan kepercayaan masyarakat Romawi kuno. Memahami Romawi XC berarti menyelami lebih dalam logika penomoran mereka yang unik, sebuah sistem yang berbeda jauh dari sistem desimal yang kita kenal sekarang.
Sistem angka Romawi menggunakan kombinasi huruf Latin untuk merepresentasikan nilai-nilai numerik. Huruf-huruf dasar yang umum dikenal meliputi I (1), V (5), X (10), L (50), C (100), D (500), dan M (1000). Cara penyusunan huruf-huruf ini menentukan nilai totalnya. Dalam kasus Romawi XC, kita melihat dua huruf: X dan C. Huruf X bernilai 10, sedangkan C bernilai 100. Aturan penting dalam sistem Romawi adalah bahwa jika sebuah simbol dengan nilai lebih kecil diletakkan di depan simbol dengan nilai lebih besar, maka nilainya dikurangi. Inilah yang terjadi pada Romawi XC. Huruf X (10) ditempatkan di depan C (100), sehingga nilai X dikurangkan dari C. Dengan demikian, XC menjadi 100 - 10 = 90. Ini adalah contoh klasik dari prinsip subtraktif yang digunakan dalam notasi angka Romawi untuk menghindari pengulangan simbol yang berlebihan, seperti menulis 'LXXXXX' untuk 90.
Sistem angka Romawi dipercaya berkembang dari sistem Etruska, yang pada gilirannya mungkin dipengaruhi oleh sistem penomoran Yunani. Sistem ini digunakan secara luas di seluruh Kekaisaran Romawi dan terus bertahan penggunaannya bahkan setelah jatuhnya Kekaisaran. Fleksibilitas dan kemampuannya untuk direpresentasikan dalam prasasti serta koin menjadikannya pilihan yang praktis pada masanya. Logika di balik penulisan angka seperti Romawi XC menunjukkan bahwa bangsa Romawi tidak hanya sekadar menjumlahkan nilai, tetapi juga menggunakan strategi pengurangan untuk representasi yang lebih ringkas dan elegan. Misalnya, 4 direpresentasikan sebagai IV (5-1) daripada IIII, dan 9 sebagai IX (10-1) daripada VIIII. Prinsip ini membuat penulisan angka menjadi lebih efisien, terutama untuk angka-angka yang lebih besar.
Meskipun Kekaisaran Romawi telah lama berlalu, pengaruh sistem angka mereka tetap terasa hingga kini. Angka Romawi sering kita jumpai dalam berbagai konteks modern:
Dalam setiap penerapan ini, Romawi XC berfungsi sebagai pengingat visual akan warisan budaya Romawi yang kaya. Ia bukan hanya simbol matematis, tetapi juga penanda historis yang menghubungkan kita dengan masa lalu.
Memahami cara bangsa Romawi merepresentasikan angka seperti Romawi XC memberi kita wawasan tentang bagaimana mereka mengorganisir informasi, melakukan perhitungan, dan mengkomunikasikan nilai. Sistem ini mencerminkan pendekatan pragmatis mereka dalam membangun peradaban. Angka Romawi juga berperan penting dalam administrasi, perdagangan, dan pembangunan infrastruktur besar yang menjadi ciri khas Kekaisaran Romawi. Kemampuan untuk mencatat jumlah, mengelola sumber daya, dan membangun struktur yang bertahan lama sangat bergantung pada sistem penomoran yang mereka gunakan. Romawi XC, dalam kesederhanaannya, adalah bagian integral dari fondasi intelektual yang memungkinkan semua itu. Ia juga mengajarkan kita tentang prinsip penghematan simbol dan efisiensi dalam komunikasi tertulis, sebuah pelajaran yang tetap relevan dalam era digital saat ini.
Pada akhirnya, ketika kita melihat Romawi XC, kita tidak hanya melihat angka 90. Kita melihat sebuah warisan budaya, sebuah sistem matematis yang cerdas, dan sebuah jembatan yang menghubungkan kita dengan pemikiran para pendahulu kita. Angka ini menjadi lebih dari sekadar simbol; ia adalah bagian dari narasi panjang sejarah manusia.