Pentingnya Mengikuti Millah Ibrahim
Surat An-Nahl, yang berarti Lebah, merupakan salah satu surat Makkiyah yang kaya akan hikmah dan dalil keesaan Allah SWT. Di antara rangkaian ayat yang membahas keajaiban ciptaan dan bukti-bukti keesaan-Nya, ayat ke-123 ini menjadi titik penting yang mengarahkan fokus kepada figur sentral dalam sejarah tauhid: Nabi Ibrahim 'alaihissalam.
Perintah langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti 'millah' (agama/jalan) Ibrahim adalah sebuah penegasan bahwa inti ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ adalah kesinambungan otentik dari ajaran para nabi sebelumnya, khususnya Ibrahim AS. Ayat ini menggarisbawahi kesatuan pondasi agama-agama langit, yaitu penegasan totalitas terhadap keesaan Allah (tauhid).
Konsep Hanif: Kelurusan yang Tegas
Kata kunci yang menyertai perintah tersebut adalah "hanifan" (حَنِيفًا), yang berarti condong atau tegak lurus. Dalam konteks tauhid, hanif merujuk pada seseorang yang berpaling dari segala bentuk kesyirikan dan condong sepenuhnya, tanpa keraguan sedikit pun, kepada Allah SWT. Ibrahim AS dikenal sebagai bapaknya para nabi karena keteguhan hatinya dalam memurnikan tauhid.
Mengikuti millah Ibrahim berarti menolak segala bentuk takhayul, penyembahan berhala, atau keyakinan yang mencampuradukkan hakikat Allah dengan makhluk-Nya. Ketika Allah menyebut Ibrahim sebagai hanif, ini adalah pujian tertinggi yang menunjukkan kesempurnaan imannya sebelum risalah Islam turun secara final.
Penegasan Status Ibrahim: "Wama Kana Minal Musyrikin"
Bagian akhir ayat, "wa maa kaana minal musyrikiin" (dan dia sekali-kali bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik), berfungsi sebagai penutup yang kuat. Penegasan ini sangat krusial. Di tengah periode di mana umat Islam di Mekkah dikelilingi oleh budaya politeisme yang mengakar kuat, mengingatkan mereka bahwa teladan tertinggi mereka—bahkan Nabi Muhammad ﷺ—diperintahkan untuk mengikuti seseorang yang telah teruji kemusyrikannya—adalah sebuah pelajaran bahwa kemurnian tauhid adalah syarat mutlak keberhasilan spiritual.
Ini adalah validasi bahwa jalan yang ditempuh oleh Rasulullah ﷺ adalah jalur yang telah dibersihkan dari kontaminasi kesyirikan sejak zaman dahulu kala oleh para hanafiyyin terdahulu. Bagi umat Islam saat ini, ayat ini menjadi mercusuar agar kita selalu memeriksa kembali keyakinan dan praktik kita, memastikan bahwa tidak ada sedikit pun unsur kesyirikan yang menyelinap ke dalam ibadah kita, sejalan dengan ajaran yang dibawa oleh kekasih Allah, Ibrahim AS.
Implikasi Praktis dalam Kehidupan Modern
Memahami QS An-Nahl 123 bukan sekadar kajian sejarah atau teologi. Ini adalah tuntunan praktis. Dalam kehidupan modern, kesyirikan bisa muncul dalam bentuk yang lebih halus, misalnya ketergantungan berlebihan pada harta, takhayul dalam mengambil keputusan, atau mengkultuskan figur selain Allah.
Mengikuti millah Ibrahim berarti menerapkan prinsip hanif dalam setiap aspek:
- Ketetapan Hati: Tidak mudah terombang-ambing oleh tren atau pemikiran yang menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah.
- Kembali ke Dasar: Selalu mengacu pada fondasi tauhid yang murni.
- Ketaatan Penuh: Mengarahkan seluruh aspek kehidupan—ekonomi, sosial, politik—hanya kepada ridha Allah.