Menelusuri Hikmah QS An-Nahl Ayat 114: Syukur dan Ketenteraman Hidup

Ilustrasi Syukur dan Berkah Gambar abstrak yang menampilkan tangan menengadah penuh syukur di bawah cahaya matahari yang melambangkan rezeki.

Dalam lembaran Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang berfungsi sebagai pedoman sekaligus penenang jiwa di tengah hiruk pikuk dunia. Salah satu ayat yang sarat makna dan relevan sepanjang masa adalah Surah An-Nahl (Lebah) ayat ke-114. Ayat ini secara lugas menghubungkan antara nikmat yang diterima, rasa syukur, dan buahnya berupa ketenangan serta keberkahan dalam hidup.

"Maka makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan bersyukurlah atas nikmat-Nya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." (QS. An-Nahl: 114)

Landasan Kehidupan yang Halal dan Baik

Ayat ini diawali dengan perintah yang sangat praktis namun mendalam: "Maka makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu...". Perintah ini bukan sekadar izin untuk mengonsumsi, melainkan mengandung dimensi etika dan spiritual. Kata "rezeki" (rizq) di sini mencakup segala karunia yang dianugerahkan Allah, baik berupa materi (makanan, harta) maupun non-materi (kesehatan, ilmu). Penekanan diletakkan pada sumber rezeki tersebut; yaitu yang telah diberikan oleh Allah. Dalam konteks yang lebih luas, ini mendorong umat Muslim untuk senantiasa mencari penghidupan yang halal (thayyib), menjauhi hal-hal yang haram, dan memastikan bahwa apa yang masuk ke dalam tubuh dan kehidupan mereka adalah berkah.

Di era modern, di mana pilihan konsumsi sangat beragam, pengingat ini menjadi filter penting. Apakah pekerjaan kita halal? Apakah cara kita memperoleh kekayaan sesuai syariat? Ayat ini mengajak kita merefleksikan proses memperoleh nikmat sebelum menikmati hasilnya.

Syukur: Kunci Pengganda Nikmat

Bagian kedua ayat ini adalah puncaknya: "...dan bersyukurlah atas nikmat-Nya...". Syukur (syukur) adalah respons aktif jiwa terhadap kebaikan yang diterima. Syukur dalam Islam tidak hanya diwujudkan melalui ucapan lisan (seperti mengucapkan Alhamdulillah), tetapi juga melalui perbuatan dan keyakinan hati. Syukur adalah pengakuan bahwa segala sesuatu yang baik berasal dari Sang Pencipta.

Allah SWT telah menjanjikan kesinambungan nikmat bagi mereka yang bersyukur. Sebagaimana dalam ayat lain, "Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu." (QS. Ibrahim: 7). Dengan mensyukuri apa yang sedikit, seseorang membuka pintu bagi datangnya yang lebih banyak. Rasa syukur juga mengubah persepsi kita; hal-hal yang tadinya dianggap biasa menjadi luar biasa karena diakui sebagai karunia. Ini adalah kunci menuju kepuasan batin, terlepas dari jumlah materi yang dimiliki.

Tauhid sebagai Basis Rasa Syukur

Ayat ini ditutup dengan sebuah syarat fundamental: "...jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." Hubungan antara syukur dan ibadah tunggal (tauhid) sangat erat. Mengapa kita harus bersyukur kepada Allah? Karena Dialah satu-satunya yang berhak disembah (Ma'bud). Ketika kesadaran tauhid ini tertanam kuat, rasa syukur akan menjadi murni, tidak tercampur dengan pamrih kepada selain-Nya.

Jika seseorang bersyukur kepada pemberi rezeki yang bukan Allah, maka itu adalah bentuk syirik (mempersekutukan). Sebaliknya, pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya sumber dari segala kebaikan—baik saat lapang maupun sempit—akan memunculkan ketenangan yang sejati. Ketenangan ini adalah bentuk nikmat terbesar yang ditawarkan oleh ayat 114 An-Nahl. Ketika hati tenang karena bertauhid, maka makanan yang halal terasa lezat, dan kesulitan terasa lebih ringan untuk dihadapi.

Implikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk mengamalkan QS. An-Nahl ayat 114, kita perlu menerapkan tiga prinsip utama. Pertama, memastikan kebersihan sumber penghidupan kita. Kedua, melatih lisan dan hati untuk senantiasa mengucapkan syukur, bahkan atas hal-hal kecil seperti bangun tidur di pagi hari atau mendapatkan udara segar. Ketiga, memperkuat fondasi keimanan bahwa segala upaya hanyalah sarana, dan hasil akhir sepenuhnya berada di tangan Allah.

Dengan demikian, ayat 114 Surah An-Nahl bukan sekadar perintah makan dan bersyukur; ia adalah formula ketenteraman jiwa: **Konsumsi yang baik (halal), Respons dengan syukur, Berlandaskan iman yang murni (tauhid).**

🏠 Homepage