Pajak ganda adalah salah satu isu paling kompleks dan krusial dalam dunia perpajakan internasional yang memengaruhi individu, perusahaan multinasional, dan kebijakan fiskal negara. Fenomena ini terjadi ketika penghasilan atau kekayaan yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali oleh yurisdiksi pajak yang berbeda. Dampak yang ditimbulkan bisa sangat signifikan, mulai dari beban keuangan yang berlebihan bagi wajib pajak hingga hambatan serius bagi investasi dan perdagangan lintas batas.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk pajak ganda, mulai dari definisi dan jenis-jenisnya, penyebab timbulnya, dampak negatif yang ditimbulkan, hingga berbagai metode pencegahan dan penghindarannya. Fokus utama akan diberikan pada peran krusial Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau yang dikenal juga sebagai Tax Treaty, yang menjadi instrumen utama dalam mitigasi masalah ini. Pemahaman yang komprehensif tentang pajak ganda bukan hanya esensial bagi para praktisi perpajakan, tetapi juga bagi setiap entitas yang terlibat dalam aktivitas ekonomi internasional.
1. Definisi dan Konsep Dasar Pajak Ganda
Secara sederhana, pajak ganda mengacu pada situasi di mana penghasilan atau kekayaan yang sama dikenakan pajak di dua atau lebih yurisdiksi. Konsep ini dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan konteksnya.
1.1. Pajak Ganda Yuridis (Juridical Double Taxation)
Pajak ganda yuridis terjadi ketika wajib pajak yang sama dikenakan pajak atas objek pajak yang sama dan untuk periode yang sama oleh dua atau lebih negara. Ini adalah bentuk pajak ganda yang paling umum dan menjadi fokus utama perjanjian perpajakan internasional.
Contoh: Sebuah perusahaan X yang berdomisili di Negara A memperoleh penghasilan dari bisnisnya di Negara B. Negara B mengenakan pajak atas penghasilan tersebut karena penghasilan itu bersumber dari wilayahnya (prinsip sumber), sementara Negara A juga mengenakan pajak atas penghasilan yang sama karena perusahaan X adalah penduduknya (prinsip domisili). Dalam skenario ini, perusahaan X menghadapi pajak ganda yuridis.
1.2. Pajak Ganda Ekonomis (Economic Double Taxation)
Pajak ganda ekonomis timbul ketika penghasilan yang sama dikenakan pajak pada dua wajib pajak yang berbeda. Ini sering terjadi dalam konteks penghasilan korporasi dan dividen.
Contoh: Sebuah perusahaan dikenakan pajak atas laba yang diperolehnya. Setelah membayar pajak korporasi, sisa laba tersebut didistribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Kemudian, pemegang saham juga dikenakan pajak atas dividen yang mereka terima. Dalam hal ini, laba yang sama dikenakan pajak dua kali: sekali di tingkat perusahaan dan sekali lagi di tingkat pemegang saham. Meskipun kedua entitas adalah wajib pajak yang berbeda, sumber penghasilannya sama.
1.3. Pajak Ganda Internal dan Internasional
Pajak ganda juga dapat diklasifikasikan berdasarkan lingkup geografisnya:
- Pajak Ganda Internal (Domestic Double Taxation): Terjadi di dalam satu negara, misalnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, atau karena tumpang tindih regulasi perpajakan domestik. Contoh pajak ganda ekonomis yang dijelaskan di atas seringkali juga merupakan bentuk pajak ganda internal.
- Pajak Ganda Internasional (International Double Taxation): Ini adalah fokus utama pembahasan kita, terjadi ketika pajak dikenakan oleh dua atau lebih negara atas subjek atau objek yang sama. Kondisi inilah yang menimbulkan kebutuhan akan perjanjian perpajakan internasional seperti P3B.
2. Penyebab Timbulnya Pajak Ganda Internasional
Pajak ganda internasional utamanya disebabkan oleh tumpang tindih yurisdiksi perpajakan antara negara-negara. Setiap negara memiliki kedaulatan untuk menentukan rezim perpajakannya sendiri, dan perbedaan filosofi ini seringkali berujung pada konflik yurisdiksi.
2.1. Konflik Prinsip Yurisdiksi
Dua prinsip utama yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah:
- Prinsip Domisili (Residence Principle): Negara mengenakan pajak kepada penduduknya (individu atau badan) atas seluruh penghasilan yang diperoleh, baik dari dalam negeri maupun luar negeri (worldwide income). Prinsip ini sering disebut sebagai prinsip kewarganegaraan atau tempat tinggal.
- Prinsip Sumber (Source Principle): Negara mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari wilayahnya, tanpa memandang domisili atau kewarganegaraan penerima penghasilan.
Pajak ganda internasional terjadi ketika kedua prinsip ini diterapkan secara bersamaan oleh dua negara yang berbeda terhadap penghasilan yang sama. Misalnya, Negara A menerapkan prinsip domisili dan mengenakan pajak atas penghasilan warganya yang bekerja di Negara B. Pada saat yang sama, Negara B menerapkan prinsip sumber dan juga mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh di wilayahnya oleh warga Negara A tersebut.
2.2. Perbedaan Klasifikasi Penghasilan
Bahkan ketika ada P3B sekalipun, negara-negara mungkin memiliki interpretasi atau klasifikasi yang berbeda terhadap jenis penghasilan tertentu. Misalnya, suatu pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai royalti oleh satu negara dan sebagai laba usaha oleh negara lain. Perbedaan klasifikasi ini dapat menyebabkan kedua negara sama-sama mengklaim hak pajak penuh, menciptakan pajak ganda.
2.3. Perbedaan Aturan Penentuan Tempat Kedudukan (Residence)
Suatu entitas dapat dianggap sebagai penduduk (residen) oleh dua negara yang berbeda berdasarkan kriteria domestik masing-masing negara (misalnya, tempat pendirian, tempat manajemen efektif, atau jumlah hari tinggal). Ini dikenal sebagai dual residence, yang secara otomatis memicu potensi pajak ganda.
2.4. Perbedaan Aturan Penentuan Sumber Penghasilan
Negara memiliki aturan yang berbeda dalam menentukan di mana suatu penghasilan dianggap bersumber. Misalnya, penghasilan jasa dapat dianggap bersumber di tempat jasa diberikan, di tempat penerima jasa, atau di tempat pembayaran dilakukan. Perbedaan ini dapat menyebabkan dua negara mengklaim suatu penghasilan bersumber dari wilayah mereka.
2.5. Perbedaan Metode Alokasi Laba
Untuk perusahaan multinasional, masalah alokasi laba antar entitas di berbagai negara seringkali menjadi pemicu pajak ganda. Prinsip arm's length (kewajaran dan kelaziman usaha) diterapkan untuk memastikan transaksi antar pihak berelasi dilakukan seolah-olah dilakukan antar pihak independen. Namun, interpretasi dan aplikasi prinsip ini dapat bervariasi antar otoritas pajak, menyebabkan penyesuaian laba di satu negara yang tidak diakui di negara lain, sehingga menciptakan laba yang sama dikenakan pajak dua kali (misalnya, melalui penyesuaian transfer pricing).
3. Dampak Negatif Pajak Ganda
Pajak ganda memiliki serangkaian dampak negatif yang serius, baik bagi wajib pajak maupun perekonomian secara keseluruhan.
3.1. Bagi Wajib Pajak (Individu dan Korporasi)
- Beban Pajak yang Berlebihan: Ini adalah dampak paling langsung. Wajib pajak harus membayar pajak yang jauh lebih tinggi daripada yang seharusnya, mengurangi laba bersih atau pendapatan yang tersedia.
- Menurunnya Daya Saing: Perusahaan yang beroperasi di kancah internasional dan menghadapi pajak ganda menjadi kurang kompetitif dibandingkan dengan perusahaan yang hanya beroperasi domestik atau yang beroperasi di negara-negara dengan perjanjian perpajakan yang efektif.
- Hambatan Investasi Lintas Batas: Pajak ganda mengurangi insentif untuk investasi di luar negeri karena prospek pengembalian investasi menjadi tidak menarik. Hal ini menghambat aliran modal global dan pertumbuhan ekonomi.
- Kompleksitas dan Biaya Kepatuhan: Menghadapi pajak ganda membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang hukum pajak di berbagai yurisdiksi, seringkali memerlukan penasihat pajak internasional. Ini menambah biaya administrasi dan kepatuhan yang signifikan.
- Ketidakpastian Hukum: Tanpa mekanisme yang jelas untuk mengatasi pajak ganda, wajib pajak menghadapi ketidakpastian mengenai beban pajak akhir mereka, yang menyulitkan perencanaan keuangan dan bisnis.
3.2. Bagi Negara dan Perekonomian Global
- Penurunan Aliran Investasi Asing: Negara-negara yang memiliki potensi pajak ganda yang tinggi akan kurang menarik bagi investor asing, yang pada gilirannya dapat menghambat pembangunan ekonomi.
- Penghambatan Perdagangan Internasional: Pajak ganda dapat menjadi hambatan non-tarif bagi perdagangan, membuat barang dan jasa lintas batas menjadi lebih mahal dan kurang kompetitif.
- Distorsi Alokasi Sumber Daya: Keputusan investasi dapat didistorsi oleh pertimbangan pajak, bukan oleh efisiensi ekonomi. Perusahaan mungkin memilih untuk berinvestasi di negara dengan rezim pajak yang lebih lunak daripada di lokasi yang paling efisien secara operasional, hanya untuk menghindari pajak ganda.
- Erosi Basis Pajak: Dalam upaya menghindari pajak ganda, perusahaan mungkin melakukan perencanaan pajak yang agresif yang dapat mengikis basis pajak negara-negara, bahkan jika itu tidak sepenuhnya berhasil menghindari pajak ganda.
4. Metode Pencegahan dan Penghindaran Pajak Ganda
Untuk mengatasi masalah pajak ganda, negara-negara telah mengembangkan berbagai metode, baik secara unilateral (mandiri) maupun bilateral/multilateral (melalui perjanjian).
4.1. Metode Unilateral (Dilakukan oleh Satu Negara)
Metode ini adalah inisiatif domestik suatu negara untuk mengurangi atau menghilangkan pajak ganda tanpa perlu perjanjian internasional. Ini biasanya dilakukan melalui peraturan perundang-undangan pajak internalnya.
4.1.1. Metode Kredit Pajak (Credit Method)
Dalam metode ini, negara domisili wajib pajak mengizinkan wajib pajak untuk mengurangi pajak yang telah dibayarkan di luar negeri dari kewajiban pajaknya di negara domisili. Namun, jumlah kredit yang diberikan biasanya dibatasi sampai dengan jumlah pajak yang seharusnya terutang di negara domisili atas penghasilan luar negeri tersebut (ordinary credit).
- Kredit Penuh (Full Credit): Negara domisili mengizinkan kredit penuh atas pajak yang dibayar di luar negeri, tanpa batasan. Ini jarang diterapkan karena dapat mengikis basis pajak negara domisili.
- Kredit Biasa (Ordinary Credit): Kredit dibatasi hingga jumlah pajak domestik yang seharusnya terutang atas penghasilan luar negeri tersebut. Ini adalah metode yang paling umum digunakan dan diterapkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
- Kredit Tidak Langsung (Indirect/Underlying Tax Credit): Berlaku untuk perusahaan yang menerima dividen dari anak perusahaan di luar negeri. Selain kredit atas PPh Pasal 26 yang dipotong atas dividen, perusahaan induk juga dapat mengkreditkan PPh badan yang telah dibayar oleh anak perusahaan di negara sumber (jika memenuhi syarat kepemilikan saham).
Contoh di Indonesia: Pasal 24 Undang-Undang PPh Indonesia mengatur tentang kredit pajak luar negeri. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak terutang di Indonesia. Namun, jumlah kredit pajak paling tinggi adalah sebesar pajak yang terutang di Indonesia atas penghasilan dari luar negeri tersebut, dan tidak boleh melebihi jumlah PPh yang terutang secara keseluruhan.
4.1.2. Metode Pembebasan (Exemption Method)
Dalam metode ini, negara domisili membebaskan penghasilan yang diperoleh dari luar negeri dari pengenaan pajak domestik. Dengan kata lain, penghasilan luar negeri tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak di negara domisili.
- Pembebasan Penuh (Full Exemption): Penghasilan luar negeri sepenuhnya tidak dikenakan pajak di negara domisili.
- Pembebasan dengan Progresi (Exemption with Progression): Penghasilan luar negeri dibebaskan dari pajak, tetapi tetap diperhitungkan untuk menentukan tarif pajak yang berlaku atas penghasilan domestik. Ini berarti tarif efektif untuk penghasilan domestik mungkin lebih tinggi karena adanya penghasilan luar negeri.
Metode pembebasan ini cenderung mengurangi biaya kepatuhan wajib pajak dan mendorong investasi keluar. Beberapa negara yang menggunakan metode ini untuk jenis penghasilan tertentu adalah Belanda dan Jerman.
4.1.3. Metode Pengurangan (Deduction Method)
Metode ini mengizinkan pajak yang dibayar di luar negeri untuk diperlakukan sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebelum menghitung pajak di negara domisili. Metode ini adalah yang paling tidak menguntungkan bagi wajib pajak dibandingkan metode kredit atau pembebasan, karena hanya mengurangi basis pajak, bukan langsung mengurangi kewajiban pajak.
4.2. Metode Bilateral dan Multilateral (Melalui Perjanjian)
Metode ini melibatkan perjanjian resmi antar negara untuk mengalokasikan hak pemajakan dan menetapkan mekanisme penghindaran pajak ganda. Ini adalah pendekatan yang paling efektif dan umum digunakan untuk mengatasi pajak ganda internasional.
4.2.1. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B / Tax Treaty)
P3B adalah instrumen paling penting dalam hukum pajak internasional untuk mengatasi pajak ganda. Perjanjian ini merupakan kesepakatan bilateral antara dua negara (atau multilateral, seperti Konvensi Multilateral MLI) yang bertujuan untuk mencegah pajak ganda, menghindari pengelakan pajak, dan mendorong kerja sama antara administrasi pajak.
4.2.2. Konvensi Multilateral (Multilateral Instrument - MLI)
MLI adalah instrumen hukum multilateral yang dikembangkan oleh OECD sebagai bagian dari proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Tujuannya adalah untuk memodifikasi secara cepat ribuan P3B bilateral yang ada untuk mengimplementasikan langkah-langkah anti-BEPS, tanpa perlu menegosiasikan ulang setiap perjanjian secara bilateral. MLI berfungsi sebagai "lapisan" di atas P3B yang sudah ada, mengubah ketentuan-ketentuannya.
5. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B / Tax Treaty)
P3B adalah tulang punggung sistem pajak internasional modern. Hampir setiap negara, termasuk Indonesia, memiliki jaringan P3B yang luas dengan negara-negara mitra dagang dan investasi utamanya.
5.1. Tujuan Utama P3B
P3B dirancang untuk mencapai beberapa tujuan penting:
- Menghilangkan Pajak Ganda: Ini adalah tujuan utama, dengan menetapkan hak pemajakan eksklusif atau membatasi tarif pajak di negara sumber, dan mewajibkan negara domisili untuk memberikan pembebasan atau kredit pajak.
- Mencegah Pengelakan Pajak (Tax Evasion) dan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance): P3B seringkali mengandung klausul yang memungkinkan pertukaran informasi antar otoritas pajak dan ketentuan anti-penyalahgunaan (anti-abuse rules) untuk mencegah praktik-praktik yang mengikis basis pajak.
- Mendorong Investasi dan Perdagangan Internasional: Dengan memberikan kepastian hukum dan mengurangi beban pajak, P3B membuat investasi lintas batas lebih menarik.
- Meningkatkan Kerja Sama Administrasi Pajak: P3B menyediakan kerangka kerja untuk pertukaran informasi, bantuan penagihan, dan prosedur persetujuan bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) untuk menyelesaikan sengketa.
- Memastikan Keadilan Perpajakan: P3B berupaya mencapai alokasi hak pemajakan yang adil antara negara sumber dan negara domisili.
5.2. Model P3B
Ada dua model P3B utama yang sering menjadi referensi dalam negosiasi P3B:
- Model Konvensi OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development): Model ini cenderung lebih menguntungkan negara domisili, dengan memberikan hak pemajakan yang lebih besar kepada negara domisili. Model OECD banyak digunakan oleh negara-negara maju.
- Model Konvensi UN (United Nations): Model ini cenderung lebih menguntungkan negara sumber, dengan memberikan hak pemajakan yang lebih besar kepada negara tempat penghasilan itu bersumber. Model UN sering menjadi referensi bagi negara-negara berkembang.
Negosiasi P3B biasanya merupakan kompromi antara kedua model ini, disesuaikan dengan kepentingan ekonomi dan politik masing-masing negara mitra.
5.3. Struktur Umum P3B
P3B umumnya mengikuti struktur yang mirip, meliputi pasal-pasal tentang:
- Lingkup Personal (Personal Scope): Menentukan siapa saja yang dianggap "penduduk" dari salah satu atau kedua negara yang bersepakat dan berhak mendapatkan manfaat P3B.
- Pajak yang Dicakup (Taxes Covered): Mendefinisikan jenis-jenis pajak yang termasuk dalam lingkup P3B (misalnya PPh, tetapi tidak PPN).
- Definisi Umum (General Definitions): Mendefinisikan istilah-istilah kunci seperti "orang", "perusahaan", "negara", dll.
- Tempat Kedudukan/Domisili (Resident): Menjelaskan kriteria untuk menentukan tempat kedudukan seseorang atau badan, termasuk aturan tie-breaker untuk kasus dual residence.
- Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment - PE): Mendefinisikan apa yang merupakan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di negara sumber, yang merupakan ambang batas bagi negara sumber untuk mengenakan pajak atas laba usaha.
- Penghasilan dari Harta Tak Gerak (Income from Immovable Property): Mengatur hak pemajakan atas penghasilan sewa atau penjualan properti.
- Laba Usaha (Business Profits): Memberikan hak pemajakan utama kepada negara domisili, kecuali jika ada BUT di negara sumber. Jika ada BUT, laba yang diatribusikan ke BUT tersebut dapat dikenakan pajak di negara sumber.
- Perusahaan yang Berelasi (Associated Enterprises): Mengatur prinsip arm's length untuk transaksi antar perusahaan yang berelasi dan memungkinkan penyesuaian laba (transfer pricing adjustment).
- Dividen (Dividends): Mengatur tarif pemotongan pajak di negara sumber atas dividen yang dibayarkan kepada penduduk negara lain. Biasanya, tarif ini dibatasi (misalnya 5% atau 10%).
- Bunga (Interest): Mengatur tarif pemotongan pajak di negara sumber atas pembayaran bunga kepada penduduk negara lain, dengan batasan tarif tertentu.
- Royalti (Royalties): Mengatur tarif pemotongan pajak di negara sumber atas pembayaran royalti kepada penduduk negara lain, juga dengan batasan tarif.
- Keuntungan dari Pengalihan Harta (Capital Gains): Mengatur hak pemajakan atas keuntungan dari penjualan saham, properti, dll.
- Jasa Profesional Independen (Independent Personal Services): Mengatur hak pemajakan atas penghasilan profesional yang diperoleh secara independen.
- Pekerjaan dalam Hubungan Kerja (Dependent Personal Services): Mengatur hak pemajakan atas gaji dan upah.
- Imbalan Direksi (Directors' Fees): Mengatur hak pemajakan atas imbalan yang diterima direktur.
- Artis dan Olahragawan (Artistes and Sportsmen): Mengatur hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh oleh artis dan olahragawan.
- Pensiun (Pensions): Mengatur hak pemajakan atas pembayaran pensiun.
- Pelayanan Pemerintah (Government Service): Mengatur hak pemajakan atas gaji pegawai negeri.
- Mahasiswa (Students): Memberikan pembebasan pajak bagi mahasiswa yang menerima penghasilan untuk biaya hidup atau pendidikan.
- Penghasilan Lain-lain (Other Income): Mengatur hak pemajakan atas jenis penghasilan yang tidak secara spesifik disebutkan di pasal-pasal lain.
- Metode Penghindaran Pajak Ganda (Methods for Elimination of Double Taxation): Menentukan apakah negara domisili akan menggunakan metode kredit atau pembebasan untuk menghilangkan pajak ganda.
- Non-Diskriminasi (Non-Discrimination): Melarang satu negara memperlakukan warga negara atau perusahaan dari negara mitra secara kurang menguntungkan dibandingkan warga negara atau perusahaan domestik.
- Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure - MAP): Menyediakan mekanisme bagi otoritas pajak kedua negara untuk berkonsultasi dan menyelesaikan sengketa terkait interpretasi atau aplikasi P3B.
- Pertukaran Informasi (Exchange of Information): Memungkinkan otoritas pajak kedua negara untuk bertukar informasi yang relevan untuk pelaksanaan P3B atau hukum domestik mereka.
5.4. Mekanisme Penghindaran Pajak Ganda dalam P3B
P3B menghilangkan pajak ganda melalui dua cara utama:
- Pengalokasian Hak Pemajakan: P3B secara eksplisit mengalokasikan hak pemajakan atas jenis penghasilan tertentu antara negara sumber dan negara domisili. Misalnya, untuk laba usaha, hak pemajakan penuh biasanya diberikan kepada negara domisili kecuali ada BUT di negara sumber. Untuk dividen, bunga, dan royalti, P3B biasanya membatasi tarif pajak yang dapat dikenakan oleh negara sumber.
- Kewajiban Negara Domisili: Setelah hak pemajakan dialokasikan, P3B mewajibkan negara domisili untuk mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan sisa pajak ganda yang mungkin terjadi. Ini biasanya dilakukan dengan mengadopsi salah satu metode unilateral (kredit pajak atau pembebasan) yang disebutkan sebelumnya. Mayoritas P3B Indonesia menggunakan metode kredit pajak.
5.5. Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure - MAP)
MAP adalah prosedur yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari interpretasi atau penerapan P3B. Wajib pajak yang merasa dikenakan pajak tidak sesuai dengan P3B dapat mengajukan permohonan kepada otoritas pajak negara domisilinya. Otoritas ini kemudian akan berusaha menyelesaikan masalah dengan otoritas pajak negara mitra. MAP menjadi semakin penting dalam era transfer pricing dan upaya anti-BEPS.
5.6. Ketentuan Anti-Penyalahgunaan (Anti-Abuse Provisions)
Untuk mencegah penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak atau untuk tujuan perencanaan pajak yang agresif, P3B modern seringkali menyertakan ketentuan anti-penyalahgunaan, seperti:
- Klausul Pembatasan Manfaat (Limitation on Benefits - LOB): Membatasi akses terhadap manfaat P3B hanya bagi entitas yang memiliki koneksi substantif dengan negara domisili (misalnya, badan hukum yang secara aktif melakukan kegiatan usaha).
- Uji Tujuan Utama (Principal Purpose Test - PPT): Menolak manfaat P3B jika dapat disimpulkan bahwa tujuan utama atau salah satu tujuan utama dari suatu transaksi atau pengaturan adalah untuk mendapatkan manfaat P3B tersebut.
- Konsep Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership): Untuk dividen, bunga, dan royalti, manfaat tarif P3B hanya diberikan jika penerima adalah "pemilik manfaat" (beneficial owner) dari penghasilan tersebut, bukan sekadar perantara.
6. Implementasi P3B di Indonesia
Indonesia telah aktif menjalin P3B dengan banyak negara di seluruh dunia untuk memfasilitasi investasi dan perdagangan internasional serta melindungi basis pajaknya.
6.1. Jaringan P3B Indonesia
Hingga saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 70 P3B yang berlaku dengan berbagai negara. Jaringan P3B ini mencerminkan komitmen Indonesia dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mematuhi standar pajak internasional.
6.2. Peran Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
DJP memiliki peran sentral dalam negosiasi, implementasi, dan pengawasan P3B. DJP juga bertanggung jawab untuk menyediakan pedoman bagi wajib pajak mengenai aplikasi P3B, termasuk prosedur pengajuan permohonan SKD dan pelaksanaan MAP.
6.3. Sertifikat Domisili (SKD / Certificate of Domicile - CoD)
Untuk mendapatkan manfaat P3B (misalnya, tarif pajak yang lebih rendah atas dividen, bunga, atau royalti), wajib pajak luar negeri harus dapat membuktikan status kependudukannya di negara mitra P3B. Ini dilakukan dengan menyerahkan Sertifikat Domisili (SKD) atau Certificate of Domicile (CoD) yang diterbitkan oleh otoritas pajak negara domisilinya. Tanpa SKD yang valid, penghasilan akan dikenakan tarif pajak domestik Indonesia (umumnya 20% untuk PPh Pasal 26).
6.4. Aplikasi P3B pada Berbagai Jenis Penghasilan di Indonesia
Mari kita lihat bagaimana P3B umumnya diterapkan pada beberapa jenis penghasilan utama yang bersumber dari Indonesia:
6.4.1. Laba Usaha
Menurut P3B, Indonesia sebagai negara sumber hanya berhak mengenakan pajak atas laba usaha perusahaan residen negara mitra jika perusahaan tersebut memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Jika tidak ada BUT, seluruh laba usaha hanya dikenakan pajak di negara domisili perusahaan.
Definisi BUT dalam P3B biasanya mencakup tempat manajemen, kantor cabang, pabrik, bengkel, tambang, atau proyek konstruksi yang berlangsung lebih dari periode waktu tertentu (misalnya 6 bulan atau 12 bulan). P3B juga mengatur tentang agen yang tidak bebas (dependent agent) yang dapat menciptakan BUT.
6.4.2. Dividen
Pajak atas dividen yang dibayarkan oleh perusahaan residen Indonesia kepada residen negara mitra P3B biasanya dikenakan tarif yang lebih rendah dibandingkan tarif domestik (20% PPh Pasal 26). P3B umumnya membatasi tarif menjadi 10% atau 15%, dan terkadang lebih rendah (misalnya 5%) untuk pemegang saham mayoritas (misalnya, kepemilikan saham di atas 25%). Syarat beneficial owner juga harus dipenuhi.
6.4.3. Bunga
Pajak atas bunga yang dibayarkan oleh residen Indonesia kepada residen negara mitra P3B juga biasanya dibatasi tarifnya oleh P3B, umumnya antara 5% hingga 15%. Pengecualian sering diberikan untuk bunga yang dibayarkan kepada pemerintah atau lembaga keuangan tertentu. Sama seperti dividen, konsep beneficial owner juga relevan.
6.4.4. Royalti
Pembayaran royalti dari residen Indonesia kepada residen negara mitra P3B juga dikenakan pemotongan pajak dengan tarif yang lebih rendah sesuai P3B, biasanya antara 5% hingga 15%. Definisi royalti dalam P3B mencakup pembayaran untuk penggunaan atau hak menggunakan hak cipta, paten, merek dagang, desain, formula rahasia, informasi mengenai pengalaman industri, komersial, atau ilmiah (know-how).
6.4.5. Penghasilan Jasa
Untuk jasa profesional independen (seperti konsultan, dokter), P3B seringkali memberikan hak pemajakan eksklusif kepada negara domisili, kecuali jika individu tersebut memiliki "basis tetap" (fixed base) di negara sumber atau tinggal di negara sumber selama periode waktu tertentu (misalnya 90 atau 183 hari dalam periode 12 bulan).
Untuk jasa yang terkait dengan BUT, penghasilan jasa tersebut akan diatribusikan ke BUT dan dikenakan pajak di negara sumber. Jika jasa tidak terkait BUT dan tidak memenuhi ambang batas keberadaan (presence threshold), maka hanya dikenakan pajak di negara domisili penyedia jasa.
6.4.6. Gaji dan Upah
Penghasilan berupa gaji, upah, dan remunerasi sejenis yang diterima oleh penduduk salah satu negara P3B sehubungan dengan pekerjaan dalam hubungan kerja umumnya hanya akan dikenakan pajak di negara domisili. Namun, jika pekerjaan dilakukan di negara mitra, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di negara mitra tersebut.
Pengecualian berlaku jika:
- Penerima penghasilan berada di negara mitra tidak melebihi jangka waktu tertentu (biasanya 183 hari dalam periode 12 bulan), dan
- Imbalan dibayarkan oleh atau atas nama pemberi kerja yang bukan penduduk negara mitra, dan
- Imbalan tidak dibebankan pada Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dimiliki pemberi kerja di negara mitra tersebut.
6.4.7. Keuntungan dari Pengalihan Harta (Capital Gains)
P3B biasanya mengatur bahwa keuntungan dari pengalihan harta tidak bergerak (properti) dapat dikenakan pajak di negara tempat properti tersebut berada. Untuk saham, P3B modern seringkali memungkinkan negara sumber mengenakan pajak jika saham tersebut berasal dari perusahaan yang nilai utamanya berasal dari properti di negara sumber (property-rich companies).
Keuntungan dari pengalihan harta lainnya (misalnya, saham perusahaan yang bukan properti-rich, aset bergerak) biasanya hanya dikenakan pajak di negara domisili penjual.
6.5. Peran MLI dalam P3B Indonesia
Indonesia telah meratifikasi MLI pada tahun 2019 dan menetapkan daftar P3B yang akan dimodifikasi oleh MLI. Ini berarti banyak P3B Indonesia akan secara otomatis mengadopsi klausul-klausul anti-BEPS seperti Principal Purpose Test (PPT) dan ketentuan tentang BUT, memperkuat upaya pencegahan penghindaran pajak dan penyalahgunaan P3B.
7. Studi Kasus dan Skenario Pajak Ganda Sederhana
Untuk lebih memahami konsep pajak ganda dan bagaimana P3B bekerja, mari kita lihat beberapa skenario sederhana.
7.1. Skenario 1: Penghasilan Pekerjaan (Gaji)
Bapak A adalah warga negara Indonesia dan residen pajak Indonesia. Ia bekerja untuk sebuah perusahaan di Negara X (yang memiliki P3B dengan Indonesia) selama 100 hari dalam setahun. Gajinya dibayarkan oleh perusahaan di Negara X dan tidak dibebankan ke BUT perusahaan tersebut di Indonesia (karena tidak ada).
- Tanpa P3B:
- Negara X akan mengenakan pajak atas gaji Bapak A karena pekerjaan dilakukan di wilayahnya (prinsip sumber).
- Indonesia akan mengenakan pajak atas gaji Bapak A karena ia adalah residen Indonesia (prinsip domisili).
- Bapak A mengalami pajak ganda. Indonesia mungkin memberikan kredit pajak atas pajak yang dibayar di Negara X, tetapi mungkin ada batasan.
- Dengan P3B:
- Berdasarkan ketentuan tentang "Pekerjaan dalam Hubungan Kerja" dalam P3B, jika Bapak A berada di Negara X kurang dari 183 hari dan gajinya tidak dibebankan ke BUT di Indonesia, maka gaji tersebut hanya akan dikenakan pajak di Indonesia (negara domisili). Negara X tidak memiliki hak untuk mengenakan pajak.
- Pajak ganda berhasil dihindari.
7.2. Skenario 2: Penghasilan Dividen
PT Maju Jaya adalah perusahaan residen Indonesia. PT Maju Jaya memiliki investasi di perusahaan anak, Company Y, yang berlokasi di Negara Z (yang memiliki P3B dengan Indonesia). Company Y membagikan dividen kepada PT Maju Jaya.
- Tanpa P3B:
- Negara Z akan memotong pajak atas dividen yang dibayarkan kepada PT Maju Jaya sesuai dengan tarif domestiknya (misalnya 20%).
- Indonesia akan mengenakan pajak atas dividen tersebut sebagai bagian dari penghasilan PT Maju Jaya (prinsip domisili).
- PT Maju Jaya mengalami pajak ganda. Indonesia akan memberikan kredit pajak atas pajak yang dipotong di Negara Z, namun mungkin ada perbedaan tarif yang membuat sisa pajak ganda (jika tarif Negara Z lebih tinggi dari tarif efektif di Indonesia) atau sisa kredit pajak yang tidak dapat dikreditkan.
- Dengan P3B:
- Berdasarkan P3B antara Indonesia dan Negara Z, Negara Z sebagai negara sumber biasanya akan membatasi tarif pemotongan pajak atas dividen (misalnya menjadi 10% atau 5%).
- Indonesia akan mengenakan pajak atas dividen tersebut, tetapi akan memberikan kredit pajak atas PPh yang telah dipotong di Negara Z, sesuai dengan ketentuan P3B dan UU PPh Indonesia.
- Meskipun masih ada dua kali pengenaan pajak, P3B memastikan tarif pemotongan di negara sumber lebih rendah, dan mekanisme kredit pajak di negara domisili menghilangkan beban ganda.
8. Pentingnya Pemahaman Pajak Ganda dan P3B
Pemahaman yang mendalam tentang pajak ganda dan P3B adalah kunci bagi setiap individu dan entitas bisnis yang terlibat dalam aktivitas lintas batas. Manfaat dari pemahaman ini sangat besar:
- Efisiensi Pajak: Dengan memahami P3B, wajib pajak dapat menyusun transaksi dan struktur bisnis mereka sedemikian rupa untuk meminimalkan beban pajak yang sah, menghindari pajak ganda yang tidak perlu.
- Kepastian Hukum: P3B memberikan kerangka hukum yang jelas, mengurangi ketidakpastian mengenai hak dan kewajiban perpajakan di berbagai yurisdiksi.
- Manajemen Risiko: Memahami P3B membantu dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko pajak internasional, termasuk risiko penyesuaian transfer pricing dan sengketa dengan otoritas pajak.
- Peluang Investasi: Dengan adanya P3B, negara-negara menjadi lebih menarik sebagai tujuan investasi karena beban pajak yang transparan dan dapat diprediksi.
- Kepatuhan yang Lebih Baik: Memahami P3B membantu wajib pajak memenuhi kewajiban pajaknya dengan benar di berbagai yurisdiksi, menghindari denda dan sanksi.
- Pemanfaatan Prosedur Penyelesaian Sengketa: Pengetahuan tentang MAP memungkinkan wajib pajak untuk mencari penyelesaian jika menghadapi pajak ganda yang tidak dapat dihindari melalui aplikasi P3B secara langsung.
9. Tantangan dan Perkembangan Terkini
Meskipun P3B telah sangat efektif, dunia perpajakan internasional terus berkembang, menghadirkan tantangan baru:
- Ekonomi Digital: Model bisnis digital seringkali tidak memerlukan kehadiran fisik yang substansial (BUT) di suatu negara, menyebabkan tantangan dalam alokasi hak pemajakan dan risiko erosi basis pajak. Inisiatif seperti 'Pilar Satu' dan 'Pilar Dua' dari OECD/G20 BEPS 2.0 Project sedang diusulkan untuk mengatasi masalah ini.
- Penghindaran Pajak Agresif: Perusahaan multinasional dapat menggunakan celah dalam sistem pajak internasional untuk mengurangi kewajiban pajak mereka secara signifikan. Inisiatif BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) oleh OECD dan G20 bertujuan untuk memerangi praktik ini dengan mengimplementasikan langkah-langkah seperti MLI, aturan tentang transfer pricing, dan transparansi yang lebih besar.
- Peningkatan Transparansi: Pertukaran Informasi Otomatis (AEOI) melalui standar seperti Common Reporting Standard (CRS) telah meningkatkan transparansi data keuangan antar negara, membantu otoritas pajak mendeteksi potensi penghindaran pajak dan pajak ganda.
- Global Anti-Base Erosion (GloBE) Rules / Pillar Two: Merupakan proposal OECD untuk memastikan perusahaan multinasional membayar pajak efektif minimum sebesar 15% di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi, yang akan berdampak signifikan pada P3B dan strategi pajak perusahaan.
Negara-negara, termasuk Indonesia, terus beradaptasi dengan perubahan ini dengan memperbarui P3B mereka, meratifikasi MLI, dan berpartisipasi aktif dalam forum internasional untuk membentuk rezim pajak yang lebih adil dan efektif.
10. Kesimpulan
Pajak ganda merupakan fenomena kompleks yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global dan membebani wajib pajak. Namun, melalui berbagai mekanisme unilateral dan terutama perjanjian bilateral seperti P3B, komunitas internasional telah membangun kerangka kerja yang kuat untuk mengatasi masalah ini.
P3B tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menghilangkan pajak ganda, tetapi juga sebagai pendorong investasi, alat pencegah pengelakan pajak, dan fondasi bagi kerja sama administrasi pajak antar negara. Bagi individu dan entitas bisnis yang beroperasi di kancah internasional, pemahaman yang cermat tentang ketentuan P3B yang relevan adalah mutlak diperlukan untuk memastikan kepatuhan, mengoptimalkan beban pajak, dan memanfaatkan peluang global dengan percaya diri.
Dunia perpajakan internasional akan terus berevolusi, terutama dengan munculnya ekonomi digital dan upaya global untuk memerangi penghindaran pajak. Oleh karena itu, kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan dalam P3B dan standar pajak internasional akan menjadi kunci kesuksesan di masa depan.