Pendapat A (6236 Ayat) Pendapat B (6214 Ayat) Perbedaan Muncul di Sini

Ilustrasi Konseptual Perbedaan Penghitungan Ayat

Mengapa Ada Perbedaan Jumlah Ayat dalam Al-Qur'an?

Pertanyaan mengenai perbedaan jumlah ayat (atau biasa disebut 'adad al-ayat') dalam Al-Qur'an adalah isu klasik dalam ilmu 'Ulumul Qur'an (ilmu-ilmu Al-Qur'an). Secara umum, umat Islam di seluruh dunia sepakat bahwa Al-Qur'an yang ada saat ini adalah mushaf yang otentik dan tidak ada perubahan substansial pada teksnya. Namun, ketika menghitung jumlah total ayat, kita menemukan perbedaan angka, mulai dari 6.204 hingga 6.666 ayat, meskipun angka yang paling populer adalah 6.236 (versi Kufah) dan 6.214 (versi Madinah/Basrah).

Perbedaan ini bukan disebabkan oleh penambahan atau pengurangan wahyu Ilahi, melainkan murni perbedaan metodologi dalam penentuan titik henti (waqaf) dan awal ayat. Dalam konteks pewahyuan, ayat adalah unit makna yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, ketika Al-Qur'an dituliskan dan dikodifikasikan, para ulama ahli qiraat dan penghitungan (al-'udda) menetapkan batasan-batasan ayat berdasarkan riwayat yang mereka terima.

Faktor Utama Perbedaan Penghitungan

Ada beberapa faktor kunci yang menyebabkan munculnya variasi angka ini, yang semuanya berpusat pada bagaimana suatu kelompok menetapkan batas akhir suatu ayat:

1. Perbedaan Penetapan Basmalah

Faktor terbesar yang memicu perbedaan adalah status lafal Bismillahirrahmannirrahim (Basmalah) di awal setiap surat, kecuali Surah At-Taubah.

2. Perbedaan Penentuan Ayat di Akhir Surat

Beberapa ayat yang merupakan bagian dari akhir surat tertentu diperdebatkan apakah itu adalah ayat tersendiri atau hanya kelanjutan dari ayat sebelumnya. Contoh paling terkenal adalah beberapa ayat di akhir Surah Ad-Duha dan Surah Al-Insyirah.

Para ulama yang mengikuti metode penghitungan Madinah cenderung menggabungkan beberapa kalimat menjadi satu ayat panjang, sementara ulama Kufah memisahkannya menjadi ayat-ayat pendek. Misalnya, di beberapa riwayat, Surah Al-Infitar memiliki ayat yang lebih sedikit karena mereka menganggap dua atau tiga kalimat di akhirnya sebagai satu kesatuan ayat, bukan dua atau tiga ayat terpisah.

3. Pengaruh Mazhab dan Wilayah Geografis

Metode penghitungan ayat sering kali terikat erat pada mazhab atau pusat keilmuan di suatu wilayah (seperti Kufah, Madinah, Mekah, Damaskus, dan Basrah). Setiap pusat ini memiliki sanad periwayatan (terutama dari sahabat Nabi) mengenai di mana tepatnya Rasulullah SAW berhenti membaca dan di mana para sahabat mencatat titik akhir wahyu.

Metode yang paling dominan digunakan saat ini di seluruh dunia (terutama yang mengikuti riwayat Hafsh dari Ashim) cenderung mengikuti metode penghitungan Kufah, yang menghasilkan jumlah ayat 6.236 (termasuk Basmalah sebagai bagian dari Surah Al-Fatihah dan surat lainnya yang memilikinya sebagai ayat terpisah).

Kesimpulan: Tidak Ada Kontradiksi Teologis

Penting untuk ditekankan bahwa perbedaan dalam penghitungan ayat ini tidak mempengaruhi keaslian mushaf Al-Qur'an, tata bahasa Arabnya, maupun kandungan makna teologisnya. Semua riwayat yang ada mengenai jumlah ayat adalah sah secara historis, mencerminkan bagaimana para ulama awal menetapkan batas-batas berdasarkan ijtihad mereka dalam menerima riwayat lisan tentang 'waqaf' (berhenti) Nabi Muhammad SAW.

Inti dari Al-Qur'an adalah pesan dan ajarannya yang abadi, bukan sekadar jumlah hitungan formalnya. Oleh karena itu, para cendekiawan menegaskan bahwa perbedaan jumlah ayat ini adalah masalah teknis dalam ilmu 'Ulamul Qur'an, bukan masalah akidah atau kebenaran teks suci itu sendiri.

(Perbedaan jumlah ayat adalah isu metodologis dalam penetapan titik akhir ayat oleh para ulama penghitung, bukan inkonsistensi dalam teks wahyu itu sendiri.)
🏠 Homepage