Kelas menengah merupakan pilar utama dalam stabilitas ekonomi dan sosial suatu negara. Di Indonesia, pembahasan mengenai jumlah penduduk ekonomi menengah di Indonesia semakin relevan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kelas menengah tidak hanya berfungsi sebagai motor penggerak konsumsi domestik, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang mendorong permintaan akan kualitas layanan publik yang lebih baik, mulai dari pendidikan hingga kesehatan.
Definisi "ekonomi menengah" seringkali bervariasi antar lembaga riset. Umumnya, definisi ini didasarkan pada tingkat pengeluaran harian per kapita, yang menempatkan mereka di atas garis kemiskinan absolut namun di bawah kelompok kaya. Mereka memiliki daya beli yang cukup untuk melakukan pengeluaran diskresioner (di luar kebutuhan pokok) dan mulai berinvestasi pada aset jangka panjang seperti properti atau pendidikan tinggi. Pertumbuhan pesat segmen ini menunjukkan keberhasilan program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Ilustrasi: Tren pertumbuhan segmen ekonomi menengah.
Menentukan jumlah penduduk ekonomi menengah di Indonesia adalah tugas kompleks. Bank Dunia sering menggunakan ambang batas harian, misalnya pengeluaran antara $10 hingga $50 per orang per hari (dalam paritas daya beli/PPP). Lembaga riset domestik mungkin menggunakan pendekatan berbasis pendapatan relatif terhadap rata-rata nasional. Data yang akurat sangat bergantung pada survei rumah tangga skala besar seperti Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional).
Salah satu tantangan terbesar adalah volatilitas pendapatan. Banyak rumah tangga yang baru saja keluar dari kelompok rentan (near-middle class) yang berada tipis di atas batas kemiskinan. Kelompok ini sangat rentan terhadap guncangan ekonomi, seperti kenaikan harga pangan atau kesehatan, yang bisa mendorong mereka kembali ke status sebelumnya. Oleh karena itu, angka pertumbuhan harus diinterpretasikan dengan kehati-hatian, melihat bukan hanya jumlah absolut, tetapi juga ketahanan (resilience) kelas menengah tersebut.
Kenaikan jumlah penduduk ekonomi menengah di Indonesia membawa dampak multi-sektoral. Pertama, sektor konsumsi, yang menjadi tulang punggung Produk Domestik Bruto (PDB), semakin kuat. Kelompok ini cenderung meningkatkan permintaan untuk barang tahan lama (seperti kendaraan), layanan keuangan (asuransi, investasi), dan industri digital.
Kedua, ada perubahan dalam struktur pekerjaan. Permintaan akan tenaga kerja terampil dan profesional meningkat, mendorong sektor pendidikan tinggi dan pelatihan kejuruan untuk beradaptasi. Pemerintah perlu memastikan bahwa urbanisasi dan pertumbuhan kelas menengah diimbangi dengan penyediaan infrastruktur kota yang memadai dan kesempatan kerja yang berkualitas, bukan hanya pekerjaan informal.
Ketiga, kelas menengah yang berkembang menuntut tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan transparansi. Mereka memiliki waktu dan sumber daya untuk berpartisipasi dalam wacana publik, menekan isu-isu lingkungan, dan menuntut akuntabilitas dari institusi publik. Memahami profil demografis dan geografis dari jumlah penduduk ekonomi menengah di Indonesia menjadi krusial bagi perencanaan kebijakan publik jangka panjang. Jika tren ini berlanjut, Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu kekuatan ekonomi global di masa depan, didorong oleh konsumen domestik yang masif dan semakin mapan.