Visualisasi konseptual mengenai perbedaan kondisi ekonomi antar kelompok negara.
Pertanyaan mengenai **jumlah negara termiskin di dunia** bukanlah sekadar latihan hitungan sederhana. Definisi kemiskinan itu sendiri sangat dinamis dan bergantung pada indikator yang digunakanābaik itu Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), atau tingkat kerentanan multidimensi. Lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) secara rutin memperbarui daftar ini berdasarkan data ekonomi terbaru.
Secara umum, ketika kita berbicara tentang negara termiskin, fokus utama sering tertuju pada negara-negara yang diklasifikasikan sebagai Negara Berpenghasilan Rendah (Low-Income Countries/LIC) oleh Bank Dunia. Klasifikasi ini didasarkan pada ambang batas pendapatan kotor nasional (GNI) per kapita. Namun, perlu digarisbawahi bahwa jumlah negara yang berada di bawah ambang batas tersebut dapat berfluktuasi dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan ekonomi, meskipun sering kali perubahan tersebut sangat lambat untuk negara-negara yang terperosok dalam kemiskinan struktural.
Menentukan angka pasti mengenai jumlah negara termiskin merupakan tantangan karena beberapa faktor. Pertama, metodologi penetapan standar kemiskinan global diperbarui secara berkala. Misalnya, penetapan Garis Kemiskinan Internasional (International Poverty Line) yang digunakan untuk mengukur kemiskinan ekstrem (pendapatan di bawah $2.15 per hari PPP) sering direvisi untuk mencerminkan perubahan biaya hidup global. Negara yang hari ini berada di ambang batas termiskin mungkin besok bisa sedikit naik statusnya jika terjadi lonjakan harga komoditas ekspor mendadak, atau sebaliknya, jatuh lebih dalam akibat konflik atau bencana alam.
Kedua, ketidakpastian politik dan krisis eksternal memainkan peran besar. Negara-negara yang terjerumus dalam perang saudara, krisis utang yang parah, atau yang sangat bergantung pada sektor primer yang rentan terhadap perubahan iklim cenderung tetap berada di peringkat bawah. Data akurat dari beberapa wilayah yang dilanda konflik seringkali sulit dikumpulkan, menyebabkan penundaan atau ketidakpastian dalam klasifikasi resmi mereka.
Fokus hanya pada PDB per kapita mengabaikan dimensi kemiskinan lainnya. Oleh karena itu, banyak analisis kini mengacu pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diterbitkan oleh UNDP. IPM menggabungkan tiga dimensi kunci: kesehatan (harapan hidup saat lahir), pendidikan (rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah), dan standar hidup layak (Pendapatan Nasional Bruto per kapita).
Negara-negara yang secara konsisten menempati posisi terbawah dalam IPM sering kali memiliki karakteristik serupa:
Meskipun tidak ada satu daftar final dan permanen, perkiraan saat ini menunjukkan bahwa terdapat antara **25 hingga 35 negara** yang secara konsisten diklasifikasikan dalam kelompok paling rentan secara ekonomi berdasarkan berbagai metrik utama. Mayoritas besar negara-negara ini terkonsentrasi di wilayah Sub-Sahara Afrika, dengan beberapa negara di Asia Selatan dan Pasifik juga menghadapi tantangan struktural yang mendalam.
Kemiskinan ekstrem sering kali merupakan hasil dari lingkaran setan (vicious cycle). Negara yang miskin sulit menarik investasi karena risiko politik dan infrastruktur yang tinggi. Tanpa investasi, mereka tidak dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja atau diversifikasi ekonomi mereka. Akibatnya, meskipun ada bantuan luar negeri, dampak jangka panjang seringkali terbatas jika tidak disertai dengan reformasi kelembagaan yang kuat.
Perubahan iklim memperburuk situasi ini. Kekeringan berkepanjangan dan banjir yang semakin sering terjadi menghancurkan hasil panen di negara-negara yang mayoritas penduduknya menggantungkan hidup pada pertanian. Ini secara langsung meningkatkan kerawanan pangan dan memicu migrasi internal atau antarnegara, yang pada gilirannya dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial lebih lanjut. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi **jumlah negara termiskin di dunia** memerlukan pendekatan holistik yang mengatasi bukan hanya kekurangan uang tunai, tetapi juga ketahanan iklim, kesehatan, dan tata kelola yang baik.
Kesimpulannya, sementara angka pasti tentang **jumlah negara termiskin di dunia** bergeser sedikit setiap tahun berdasarkan rilis data terbaru dari lembaga pemeringkat, kelompok inti negara yang menghadapi kemiskinan multidimensi struktural tetap relatif konstan. Tantangan global saat ini menuntut solidaritas internasional yang lebih terarah, berfokus pada pembangunan kapasitas lokal dan adaptasi terhadap ancaman lingkungan, bukan sekadar penyaluran bantuan finansial jangka pendek.