Ilustrasi: Representasi konseptual fokus pada kelompok negara berkembang.
Pertanyaan mengenai jumlah negara berkembang di dunia seringkali menjadi subjek perdebatan dan perubahan definisi. Tidak ada satu angka tunggal yang disepakati secara universal karena berbagai lembaga internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional (IMF), menggunakan kriteria yang berbeda-beda dalam mengklasifikasikan status ekonomi suatu negara.
Secara umum, negara berkembang merujuk pada negara-negara yang memiliki pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan negara maju, serta masih dalam proses industrialisasi dan peningkatan infrastruktur sosial serta ekonomi. Klasifikasi ini adalah sebuah spektrum, bukan kategori biner yang kaku.
Klasifikasi ini sangat krusial karena memengaruhi akses sebuah negara terhadap bantuan internasional, tarif perdagangan, investasi asing langsung (FDI), dan kebijakan pembangunan yang disarankan oleh organisasi multilateral. Negara yang diklasifikasikan sebagai "berkembang" seringkali mendapatkan perlakuan preferensial dalam perjanjian perdagangan global.
Saat ini, mayoritas populasi dunia mendiami wilayah yang diklasifikasikan sebagai negara berkembang. Meskipun angka pastinya selalu berfluktuasi, diperkirakan ada sekitar 150 hingga 160 negara yang secara luas diidentifikasi dalam kategori ini. Namun, penting untuk membedakan bagaimana lembaga-lembaga utama melihatnya. Misalnya, PBB seringkali menggunakan istilah "Negara Berkembang" dan "Negara Kurang Maju (LDCs)".
Penentuan sebuah negara masuk dalam kategori berkembang biasanya didasarkan pada beberapa indikator utama. Indikator-indikator ini mencerminkan tingkat kemajuan struktural dan kesejahteraan penduduk:
Perkembangan pesat di beberapa kawasan, seperti Asia Tenggara dan Asia Selatan, telah mendorong banyak negara keluar dari status 'miskin' dan menuju status 'berpendapatan menengah ke atas'. Fenomena ini menyoroti sifat dinamis dari klasifikasi jumlah negara berkembang di dunia.
Beberapa tahun terakhir, banyak lembaga internasional telah mengurangi ketergantungan pada dikotomi sederhana 'maju' versus 'berkembang'. Bank Dunia, misalnya, lebih memilih mengelompokkan negara berdasarkan tingkat pendapatan (berpendapatan rendah, menengah bawah, menengah atas, dan tinggi).
Penggunaan istilah "Negara Berkembang" kini sering digantikan atau diperjelas dengan istilah yang lebih spesifik, seperti: Negara Ekonomi Transisi, Negara Berkembang Pulau Kecil (SIDS), atau Negara Berkembang Tanpa Pesisir (LLDCs). Pengelompokan ini membantu donor dan investor menargetkan kebutuhan spesifik masing-masing wilayah.
Sebagai contoh, negara-negara yang mengalami pertumbuhan signifikan namun masih menghadapi tantangan struktural besar, seperti Indonesia, Brasil, atau Afrika Selatan, sering dikelompokkan dalam kategori Emerging Markets (Pasar Berkembang). Meskipun mereka adalah bagian dari jumlah negara berkembang di dunia, mereka memiliki skala ekonomi yang jauh lebih besar dan pengaruh pasar yang signifikan dibandingkan dengan negara berkembang yang lebih kecil.
Meskipun terjadi peningkatan kesadaran global, negara-negara berkembang masih menghadapi tantangan bersama yang signifikan. Ini termasuk mengatasi ketidaksetaraan pendapatan domestik, mitigasi perubahan iklim (yang seringkali dampaknya lebih besar pada mereka meskipun kontribusi emisinya kecil), serta memastikan keberlanjutan pembangunan sosial tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemahaman yang akurat mengenai jumlah negara berkembang di dunia adalah langkah awal untuk merumuskan solusi pembangunan global yang adil dan efektif.