Ilustrasi simbolis Kitab Suci Al-Qur'an.
Al-Qur'anul Karim, sebagai kitab suci terakhir umat Islam, diyakini memuat wahyu Allah yang diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW selama kurang lebih 23 tahun. Salah satu perdebatan akademis yang menarik di kalangan ulama dan ahli tafsir adalah mengenai jumlah pasti ayat (ayat) di dalamnya. Meskipun kesepakatan umum menyebutkan angka tertentu, perbedaan metodologi penghitungan di antara mazhab-mazhab tafsir historis telah menghasilkan variasi hitungan yang perlu dipahami secara mendalam.
Perbedaan dalam menghitung ayat ini bukanlah perbedaan dalam substansi atau isi Al-Qur'an, melainkan perbedaan dalam kriteria penentuan batas akhir suatu ayat, terutama terkait dengan basmalah (Bismillahirrahmanirrahim) di awal setiap surat (kecuali Surah At-Taubah) dan pemisahan akhir ayat.
Secara tradisional, terdapat empat pandangan utama mengenai jumlah total ayat Al-Qur'an, yang masing-masing diasosiasikan dengan pusat-pusat studi Islam klasik, yaitu Mekkah, Madinah, Kufah, dan Basrah.
Kalangan ahli qira'ah dari Madinah, yang terwakili oleh ulama seperti Imam Nafi', berpegang pada hitungan yang menetapkan jumlah ayat Al-Qur'an sebanyak **6.214 ayat**. Dalam pandangan ini, mereka cenderung tidak memasukkan Basmalah di awal setiap surat sebagai bagian dari hitungan ayat surat tersebut, kecuali di tempat-tempat yang memang telah ditetapkan secara tegas.
Ahli tafsir dari Kufah, seperti yang dianut oleh Ashim (salah satu rawi Hafs), menetapkan jumlah ayat Al-Qur'an sebanyak **6.236 ayat**. Perbedaan signifikan antara Madinah dan Kufah terletak pada bagaimana mereka memperlakukan ayat-ayat yang pendek atau penutup ayat. Pandangan Kufah sering kali lebih cenderung menghitung setiap pemisah yang diyakini sebagai ayat.
Pendukung mazhab Basrah, seperti Abu Amr bin Al-'Ala, memiliki hitungan yang sedikit berbeda, yaitu **6.204 ayat**. Perbedaan ini seringkali muncul dari interpretasi mereka terhadap panjang ayat tertentu dibandingkan dengan riwayat dari pusat kota Islam lainnya.
Ulama dari Mekkah, termasuk Imam Ibnu Katsir, berpegangan pada hitungan **6.220 ayat**. Dalam beberapa riwayat, perbedaan ini juga terkait dengan penempatan dan penghitungan ayat Basmalah di awal Surah Al-Fatihah.
Meskipun terdapat empat hitungan utama di atas, kesepakatan yang paling luas diterima dan digunakan dalam mushaf standar modern di seluruh dunia adalah hitungan yang berasal dari Mushaf Utsmani yang dikodifikasi di Kufah, yaitu **6.236 ayat**.
Namun, perlu dicatat bahwa angka **6.666 ayat** seringkali disebutkan secara populer. Angka ini muncul dari penghitungan yang memasukkan Basmalah di setiap permulaan surat (total 113 basmalah) sebagai ayat terpisah, ditambah dengan ayat-ayat inti surat. Namun, mayoritas ulama tafsir kontemporer dan ahli qira'ah menegaskan bahwa Basmalah di awal surat bukanlah ayat dari surat tersebut, kecuali Basmalah di Surah Al-Fatihah (yang merupakan ayat pertama).
Kesimpulan mengenai jumlah ayat sangat bergantung pada metode *waqaf* (berhenti) dan *ibtida'* (memulai) yang digunakan oleh para ulama qira'ah. Pada dasarnya, semua riwayat ini merujuk pada teks yang sama. Para ahli tafsir menekankan bahwa fokus utama haruslah pada makna dan implementasi ajaran yang terkandung dalam setiap ayat, bukan pada perbedaan numerik semata.
Memahami perbedaan metodologi para ahli tafsir ini memberikan wawasan tentang ketelitian penjagaan Al-Qur'an melalui berbagai jalur periwayatan. Meskipun terdapat variasi hitungan teknis, keotentikan teks Al-Qur'an tetap terjaga secara universal, sebagaimana janji Allah SWT.