Konsep weton, yang merujuk pada sembilan sembilan hari pasaran lahir (Senin Pon, Selasa Wage, dan seterusnya), telah lama menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Banyak orang mempercayai bahwa weton dapat memberikan gambaran mengenai karakter, rezeki, hingga kecocokan jodoh seseorang. Namun, bagaimana pandangan agama Islam mengenai praktik hitungan weton ini? Penting untuk memahami bahwa Islam memiliki pedoman tersendiri dalam memandang segala sesuatu yang berkaitan dengan nasib dan masa depan.
Dalam ajaran Islam, seluruh kehidupan manusia berada di bawah kekuasaan dan kehendak Allah SWT. Segala sesuatu yang terjadi, baik itu kebaikan maupun musibah, telah tertulis dalam Lauhul Mahfuz. Kepercayaan yang teguh kepada takdir (qadha dan qadar) adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap Muslim. Hal ini menegaskan bahwa tidak ada satu pun makhluk yang dapat mengetahui masa depan secara pasti, kecuali Allah SWT.
Oleh karena itu, praktik-praktik yang mengklaim dapat memprediksi masa depan secara akurat, termasuk dalam hitungan weton, seringkali dipandang kontroversial dalam perspektif Islam. Para ulama umumnya mengajarkan agar umat Islam tidak bergantung sepenuhnya pada ramalan atau hitungan yang sifatnya supranatural, melainkan senantiasa memohon pertolongan dan petunjuk hanya kepada Allah SWT melalui doa dan ikhtiar.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hitungan weton, jika dijadikan sebagai dasar mutlak dalam pengambilan keputusan hidup seperti menentukan jodoh, karier, atau nasib, dapat mengarah pada perbuatan syirik kecil, yaitu menyekutukan Allah SWT dengan selain-Nya dalam hal mengetahui hal gaib atau mempengaruhi nasib. Hal ini karena hanya Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi.
Namun, beberapa pandangan lain ada yang melihat weton dari sudut pandang yang lebih luwes, asalkan tidak menimbulkan keyakinan bahwa weton adalah penentu nasib mutlak. Dalam pandangan ini, hitungan weton bisa dianggap sebagai sebuah metode analisis karakter atau kecenderungan berdasarkan kombinasi nilai-nilai tertentu yang diyakini masyarakat secara turun-temurun. Namun, tetaplah penting untuk menjaga agar keyakinan utama tertuju pada Allah SWT.
Agama Islam sangat menekankan pentingnya doa, ikhtiar (usaha), dan tawakal (berserah diri kepada Allah) dalam menghadapi kehidupan.
Mengenai kecocokan jodoh, Islam mengajarkan untuk memilih pasangan berdasarkan agama (iman), akhlak, dan kesamaan visi hidup, bukan semata-mata berdasarkan hitungan atau ramalan. Kualitas keimanan dan budi pekerti yang baik akan menjadi pondasi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Dalam konteks agama Islam, hitungan weton tidak memiliki landasan syar'i sebagai penentu nasib atau masa depan. Kepercayaan mutlak haruslah hanya kepada Allah SWT. Walaupun sebagian masyarakat masih memegang tradisi ini, penting bagi seorang Muslim untuk tetap berpegang pada ajaran agamanya, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah, berusaha semaksimal mungkin, berdoa, dan bertawakal. Jika weton hanya dijadikan sebagai bahan renungan atau pengetahuan budaya tanpa menjadikannya sebagai keyakinan pokok, maka hal tersebut tidak menjadi masalah besar, asalkan akidah tetap terjaga. Namun, kehati-hatian adalah kunci agar tidak terjerumus pada hal-hal yang dapat membatalkan keimanan.