Memahami Hitungan Jawa Orang Meninggal Segoro

Simbol 'Segoro' dalam konteks budaya Jawa

Dalam tradisi masyarakat Jawa, segala aspek kehidupan, termasuk momen perpisahan duniawi, seringkali diinterpretasikan dan diatur berdasarkan perhitungan dan keyakinan yang telah diwariskan turun-temurun. Salah satu konsep yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang adalah 'hitungan Jawa orang meninggal segoro'. Istilah ini merujuk pada sebuah sistem perhitungan tertentu yang berkaitan dengan waktu kematian seseorang, yang kemudian dihubungkan dengan elemen alam atau konsep filosofis Jawa.

Konsep hitungan Jawa orang meninggal segoro ini bukanlah semata-mata tentang penentuan nasib, melainkan lebih kepada upaya masyarakat Jawa untuk memahami siklus kehidupan dan kematian, serta memberikan makna spiritual dan sosial pada peristiwa tersebut. Dalam budaya Jawa, kematian bukanlah akhir, melainkan sebuah perpindahan atau kembali kepada Sang Pencipta. Perhitungan ini menjadi salah satu cara untuk menelisik makna yang lebih dalam dari perpindahan tersebut.

Apa itu Segoro dalam Konteks Hitungan Kematian?

Kata 'Segoro' dalam bahasa Jawa berarti laut. Dalam konteks hitungan Jawa orang meninggal segoro, 'Segoro' diinterpretasikan sebagai salah satu dari lima elemen atau arah mata angin (seringkali juga dikaitkan dengan hari dan pasaran) yang digunakan dalam perhitungan weton (hari kelahiran) dan juga dalam menentukan waktu yang dianggap baik atau kurang baik untuk berbagai aktivitas, termasuk perhitungan yang berkaitan dengan kematian.

Perhitungan ini biasanya melibatkan kombinasi hari pasaran (Legi, Paing, Pon, Wage, Kliwon) dan hari biasa (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu). Setiap kombinasi hari dan pasaran memiliki "nilai" atau "bobot" tertentu, dan ketika dikaitkan dengan kematian seseorang, nilai tersebut akan dipetakan ke dalam elemen atau arah tertentu, salah satunya adalah 'Segoro'.

Makna Simbolis 'Segoro': Laut (Segoro) dalam banyak budaya, termasuk Jawa, melambangkan keluasan, kedalaman, ketenangan, tetapi juga bisa menjadi kekuatan yang dahsyat dan tak terduga. Dalam konteks kematian, 'Segoro' bisa diartikan sebagai sebuah perpindahan ke alam yang luas, kembali ke sumber kehidupan yang tak terbatas, atau bahkan sebagai sebuah proses pelepasan jiwa yang tenang dan damai. Namun, interpretasi spesifiknya bisa bervariasi tergantung pada sistem perhitungan yang digunakan oleh penafsir.

Bagaimana Perhitungan Ini Dilakukan?

Proses hitungan Jawa orang meninggal segoro umumnya dilakukan oleh seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan mendalam tentang primbon Jawa atau ilmu titen (ilmu yang didapat dari pengamatan dan pengalaman turun-temurun). Perhitungan ini biasanya dimulai dengan menentukan hari dan pasaran saat seseorang meninggal dunia.

Misalnya, jika seseorang meninggal pada hari Rabu Wage, maka akan dicari nilai numerik dari kombinasi hari dan pasaran tersebut. Dalam primbon Jawa, setiap hari dan pasaran memiliki nilai tertentu. Setelah nilai dijumlahkan, hasil tersebut kemudian dicocokkan dengan tabel atau daftar yang sudah ada, yang akan mengindikasikan elemen atau arah mana yang terpengaruh oleh kematian tersebut.

Jika hasil perhitungan menunjuk pada 'Segoro', maka hal tersebut diyakini memiliki makna tertentu bagi keluarga yang ditinggalkan dan juga bagi almarhum/almarhumah. Konsekuensi dari penentuan 'Segoro' ini bisa beragam, mulai dari anjuran untuk melakukan ritual tertentu, hingga petunjuk mengenai sifat atau kondisi alam roh almarhum/almarhumah.

Implikasi dan Kepercayaan Terkait

Meskipun terkadang terdengar mistis, hitungan Jawa orang meninggal segoro dan perhitungan serupa lainnya memiliki fungsi sosial dan psikologis yang penting dalam masyarakat Jawa. Perhitungan ini seringkali digunakan sebagai:

Penting untuk dicatat bahwa interpretasi dan praktik hitungan Jawa orang meninggal segoro ini sangatlah bervariasi antar daerah dan antar individu atau kelompok masyarakat. Tidak semua orang Jawa secara ketat mengikuti perhitungan ini, namun sebagai bagian dari warisan budaya, ia tetap memiliki tempat dalam pemahaman tentang kematian dan kehidupan spiritual di tanah Jawa.

Pada akhirnya, terlepas dari kerumitan perhitungannya, inti dari hitungan Jawa orang meninggal segoro adalah upaya untuk mencari makna, ketenangan, dan menjaga keseimbangan dalam menghadapi siklus kehidupan yang paling fundamental: kelahiran dan kematian.

🏠 Homepage