Indonesia, dengan kekayaan budaya dan sejarahnya yang mendalam, menyimpan berbagai tradisi dan kepercayaan yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu aspek menarik dari budaya Nusantara adalah sistem hitungan Jawa, sebuah warisan leluhur yang tidak hanya berfungsi sebagai metode perhitungan angka semata, tetapi juga sarat makna filosofis dan spiritual. Ketika berbicara tentang hitungan Jawa, kerap kali ia dikaitkan dengan berbagai fenomena alam, termasuk gunung-gunung yang dianggap memiliki energi khusus. Salah satu gunung yang kerap disebut dalam konteks ini adalah Gunung Guntur di Garut, Jawa Barat.
Hitungan Jawa, atau yang juga dikenal dengan istilah Pasaran Weton, merujuk pada penentuan hari baik dan buruk berdasarkan kombinasi hari dalam kalender Masehi (Senin, Selasa, dst.) dan hari pasaran dalam kalender Jawa (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi). Setiap kombinasi hari dan pasaran ini memiliki nilai matematis tersendiri (disebut 'angka petung' atau 'garis') yang kemudian digunakan untuk meramal berbagai aspek kehidupan, mulai dari nasib, kecocokan jodoh, hingga keberuntungan dalam usaha. Sistem ini mencerminkan pandangan dunia masyarakat Jawa yang melihat adanya keterkaitan erat antara manusia, alam semesta, dan kekuatan ilahi.
Lantas, bagaimana kaitan antara hitungan Jawa ini dengan Gunung Guntur? Gunung Guntur, yang sering digambarkan sebagai gunung yang "berapi-api" karena aktivitas vulkaniknya, memiliki sejarah panjang yang membentuk persepsi masyarakat terhadapnya. Dalam banyak kepercayaan tradisional, gunung dianggap sebagai tempat suci, singgasana para dewa, atau penanda energi alam yang kuat. Gunung Guntur, dengan karakteristiknya yang unik dan kadang dramatis, seringkali menjadi fokus perhatian dalam ritual-ritual atau upacara adat yang bertujuan memohon keselamatan, kesuburan, atau keberkahan.
Para praktisi hitungan Jawa mungkin akan menggunakan tanggal lahir seseorang yang dikombinasikan dengan siklus alam, termasuk keberadaan dan energi Gunung Guntur, untuk memberikan pandangan yang lebih komprehensif. Misalnya, jika seseorang lahir pada weton tertentu yang dinilai memiliki 'kekuatan' atau 'energi' yang selaras atau justru bertentangan dengan energi Gunung Guntur, hal ini bisa diinterpretasikan sebagai pengaruh terhadap perjalanan hidupnya. Interpretasi ini bisa bermacam-macam, mulai dari penekanan pada sifat keberanian dan keteguhan (seperti sifat api yang diasosiasikan dengan Guntur), hingga peringatan untuk menjaga keseimbangan agar tidak terlalu 'panas' atau emosional.
Lebih jauh, dalam tradisi masyarakat Sunda yang mendiami sekitar Gunung Guntur, ada kepercayaan bahwa gunung ini menyimpan kekuatan spiritual yang dapat memberikan perlindungan maupun cobaan. Keterkaitan dengan hitungan Jawa menjadi jembatan untuk memahami "bahasa" alam tersebut. Misalnya, sebuah hari atau peristiwa penting yang jatuh pada weton tertentu, dikaitkan dengan kondisi Gunung Guntur pada saat itu (misalnya, aktivitas vulkanik yang meningkat atau justru tenang), bisa diartikan sebagai pertanda dari alam. Hal ini seringkali menjadi dasar bagi masyarakat untuk melakukan introspeksi diri, berdoa, atau melakukan ritual sederhana untuk menghormati alam dan memohon perlindungan.
Penting untuk dicatat bahwa interpretasi hitungan Jawa dan kaitan spiritualnya dengan Gunung Guntur bersifat kultural dan spiritual. Ini bukan sains dalam pengertian modern, melainkan sebuah sistem kepercayaan yang telah mendarah daging dan memberikan makna serta panduan bagi banyak orang dalam menjalani kehidupan. Diskusi mengenai hitungan Jawa dan Gunung Guntur mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan modern dan kearifan lokal, serta menghormati kekuatan alam yang kerap kali menjadi sumber inspirasi dan spiritualitas bagi peradaban manusia.
Studi mendalam mengenai sistem hitungan Jawa dan bagaimana ia berinteraksi dengan persepsi lokal terhadap gunung-gunung seperti Guntur, dapat membuka jendela untuk memahami lebih baik lagi cara pandang masyarakat tradisional terhadap alam semesta. Hal ini juga menunjukkan betapa eratnya hubungan antara manusia dengan lingkungannya, di mana fenomena alam seperti gunung yang megah seringkali dianggap memiliki 'jiwa' dan 'karakter' yang dapat memengaruhi kehidupan manusia. Dengan memahami hitungan Jawa dan kaitan spiritualnya dengan Gunung Guntur, kita dapat lebih menghargai warisan budaya yang kaya dan mendalam, serta pentingnya harmonisasi antara manusia dengan alam.