Bulan Ramadhan adalah momen yang paling dinanti oleh umat Muslim di seluruh dunia. Bulan penuh ampunan, keberkahan, dan kesempatan untuk meningkatkan ibadah serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mengetahui kapan Ramadhan akan tiba, menjadi salah satu hal yang penting untuk persiapan spiritual dan fisik. Dalam konteks penentuan awal Ramadhan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran penting dalam menentukan kalender Hijriyah yang menjadi acuan utama.
Hari
Jam
Menit
Detik
Menghitung mundur kehadiran Ramadhan bukan sekadar tentang angka yang berkurang. Ini adalah undangan untuk mempersiapkan diri secara menyeluruh. Secara spiritual, kita dapat mulai mengencangkan ibadah sunnah, membaca Al-Qur'an lebih intensif, dan memperbanyak doa. Zakat fitrah yang wajib ditunaikan di akhir Ramadhan juga perlu dipersiapkan sejak dini. Bagi sebagian orang, persiapan fisik juga penting, seperti mengatur pola makan agar lebih siap beradaptasi dengan puasa.
Perhitungan kalender Hijriyah, yang juga menjadi acuan bagi NU, memiliki metode tersendiri yang terkadang berbeda dengan metode hisab yang digunakan oleh pemerintah atau ormas lain. Perbedaan ini biasanya terletak pada kriteria ru'yatul hilal (melihat hilal) dan metode hisabnya. Namun, pada akhirnya, kesepakatan dan toleransi antarumat beragama menjadi kunci agar umat dapat menjalankan ibadah puasa dengan tenang dan khusyuk.
Kalender Hijriyah memiliki peran sentral dalam penentuan ibadah-ibadah pokok dalam Islam, seperti awal dan akhir Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, dan ibadah haji. Sistem penanggalan ini berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, berbeda dengan kalender Masehi yang berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari. Oleh karena itu, setiap tahun penanggalan Hijriyah akan bergeser sekitar 11 hari lebih awal dibandingkan tahun sebelumnya dalam kalender Masehi.
Dalam konteks penentuan awal Ramadhan di Indonesia, seringkali terdapat diskusi dan perbedaan pendapat. Hal ini tidak terlepas dari metode yang digunakan dalam menentukan awal bulan Kamariyah. Nahdlatul Ulama (NU), misalnya, secara tradisional menggunakan metode rukyatul hilal, yaitu pengamatan langsung terhadap hilal (bulan sabit) pada sore hari menjelang magrib di akhir bulan Sya'ban. Jika hilal terlihat, maka keesokan harinya sudah masuk bulan Ramadhan.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Agama Republik Indonesia biasanya menggabungkan metode rukyatul hilal dengan metode hisab (perhitungan astronomis). Kombinasi ini diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih akurat dan minim perbedaan. Dengan adanya lembaga seperti NU yang memiliki jaringan ulama dan santri yang luas, partisipasi dalam proses rukyatul hilal ini menjadi sangat vital. Data hasil rukyatul hilal dari berbagai titik pemantauan di seluruh Indonesia kemudian akan dirangkum dan dibahas dalam sidang isbat yang menentukan kapan awal Ramadhan serta bulan-bulan lainnya dalam kalender Hijriyah resmi ditetapkan.
Menghitung mundur Ramadhan 2026 ini juga menjadi pengingat bagi kita untuk terus menjaga semangat kebersamaan dan kerukunan, terutama dalam perbedaan pandangan mengenai penentuan awal ibadah. Inti dari Ramadhan adalah ibadah, refleksi diri, dan berbagi kebaikan. Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kesehatan untuk dapat menjalankan ibadah puasa serta seluruh amalan di bulan suci Ramadhan dengan penuh keikhlasan.