Ilustrasi visualisasi ketidaknyamanan umum.
Istilah "angin duduk" sering kali digunakan dalam percakapan sehari-hari di Indonesia untuk mendeskripsikan suatu kondisi ketidaknyamanan atau rasa sakit mendadak, khususnya yang melibatkan area dada. Meskipun namanya terdengar ringan seperti 'angin biasa', penting untuk dipahami bahwa dalam banyak kasus, gejala yang dirasakan ketika seseorang mengatakan 'terkena angin duduk' bisa jadi merupakan manifestasi dari kondisi medis yang lebih serius, terutama yang berkaitan dengan jantung.
Dalam konteks medis modern, 'angin duduk' sering kali merujuk pada kondisi yang lebih formal dikenal sebagai Angina Pektoris (jika berhubungan dengan jantung) atau kondisi lain seperti asam lambung (GERD) atau gangguan muskuloskeletal. Mengenali ciri-ciri spesifik sangat penting untuk menentukan langkah penanganan yang tepat, apakah cukup dengan istirahat atau memerlukan pertolongan medis segera.
Gejala yang dialami dapat bervariasi antar individu. Namun, ada beberapa pola umum yang sering dilaporkan oleh mereka yang merasa mengalami "serangan angin duduk".
Kunci utama dalam mengenali 'bahaya' di balik istilah angin duduk adalah membedakannya dengan kondisi yang kurang mengancam jiwa.
Ini terjadi ketika otot jantung tidak mendapatkan cukup oksigen karena penyempitan pembuluh darah koroner. Ciri khasnya adalah: nyeri muncul saat aktivitas dan hilang saat istirahat, durasi nyeri cenderung singkat (beberapa menit), dan disertai gejala penyerta sistemik (berkeringat, sesak napas). Ini adalah kondisi darurat yang memerlukan pemeriksaan dokter sesegera mungkin.
Sering disalahartikan sebagai angin duduk karena lokasi nyerinya sama. Asam lambung naik ke kerongkongan bisa menyebabkan sensasi panas seperti terbakar di dada bagian bawah (heartburn). Ciri khasnya adalah nyeri sering muncul setelah makan besar, saat berbaring, atau saat membungkuk, dan seringkali mereda setelah mengonsumsi obat antasida.
Nyeri akibat otot atau tulang dada yang tegang (misalnya karena batuk keras atau postur yang salah) biasanya bersifat tajam, terlokalisasi, dan dapat diperburuk saat area tersebut ditekan atau digerakkan (misalnya saat menarik napas dalam). Nyeri ini umumnya tidak menjalar ke lengan atau rahang.
Meskipun gejala dapat terjadi tanpa faktor risiko yang jelas, beberapa kondisi meningkatkan kemungkinan bahwa apa yang Anda rasakan adalah Angina Pektoris. Faktor risiko meliputi riwayat keluarga penyakit jantung, merokok, obesitas, tekanan darah tinggi, diabetes, dan kadar kolesterol tinggi.
Mengelola faktor risiko ini melalui pola makan sehat, olahraga teratur, dan berhenti merokok adalah langkah pencegahan terbaik.