Pertanyaan mengenai jumlah provinsi di Indonesia yang memiliki status otonomi khusus adalah topik yang menarik dalam konteks tata kelola pemerintahan daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Status otonomi khusus ini diberikan oleh pemerintah pusat kepada wilayah-wilayah tertentu berdasarkan sejarah, kondisi geografis, sosial budaya, atau pertimbangan keamanan yang signifikan.
Secara historis, pemberian otonomi khusus merupakan instrumen kebijakan yang dirancang untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah tersebut dalam mengatur urusan pemerintahan di wilayahnya sendiri, seringkali disertai dengan alokasi sumber daya keuangan yang lebih besar, guna mencapai tujuan pembangunan yang lebih cepat dan mengatasi isu-isu spesifik yang dihadapi.
Saat ini, merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdapat enam wilayah di Indonesia yang secara resmi menyandang status otonomi khusus. Keenam wilayah ini tersebar di berbagai kepulauan Indonesia, masing-masing dengan landasan hukum dan karakteristik unik yang melatarbelakangi pemberian status istimewa tersebut.
Namun, penting untuk dicatat bahwa beberapa wilayah seringkali disalahpahami atau dikategorikan secara umum. Dalam konteks hukum ketatanegaraan Republik Indonesia, otonomi khusus memiliki definisi yang spesifik dan berbeda dengan Desentralisasi (otonomi daerah biasa).
Untuk menjawab pertanyaan ini secara komprehensif, berikut adalah daftar provinsi yang secara definitif diberlakukan otonomi khusus, beserta dasar hukum utamanya:
Jika kita merujuk pada provinsi yang berdiri sebelum tahun 2022 dengan payung UU Otonomi Khusus (Aceh, DIY, Papua, Papua Barat, Maluku), jumlahnya adalah lima. Namun, dengan adanya pemekaran wilayah di Papua yang secara inheren membawa status otonomi khusus, jumlah wilayah yang secara aktif menerapkan regulasi otonomi khusus menjadi lebih banyak.
Banyak ahli hukum tata negara dan pemerintahan mengacu pada lima wilayah utama yang memiliki UU Otonomi Khusus yang terpisah dan diakui secara historis (Aceh, DIY, Maluku, Papua, Papua Barat). Dengan pemekaran Papua menjadi tiga provinsi baru (Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan), total provinsi yang berada di bawah payung UU Otonomi Khusus Papua menjadi lima provinsi baru ditambah yang lama (Papua Barat Daya), sehingga **jumlahnya bertambah signifikan.**
Perlu digarisbawahi bahwa status otonomi khusus berbeda dengan status Daerah Istimewa (DI) yang dimiliki oleh Yogyakarta. DI Yogyakarta memiliki keistimewaan dalam hal tata kelola pemerintahan yang dipimpin oleh Sultan/Sultana sebagai kepala daerah secara turun-temurun. Sementara itu, otonomi khusus, seperti pada Aceh dan Papua, lebih menekankan pada aspek pembagian kewenangan yang lebih besar, pengelolaan sumber daya alam, dan penegakan peraturan daerah yang spesifik (seperti Syariat Islam di Aceh).
Sebagai kesimpulan, jawaban yang paling tepat dan komprehensif saat ini merujuk pada provinsi-provinsi yang memiliki payung hukum khusus yang berbeda dari UU Pemerintahan Daerah umum. Jika kita menghitung semua provinsi yang diatur melalui Undang-Undang Otonomi Khusus (Aceh, DIY, Maluku, dan seluruh wilayah Papua yang terbagi menjadi provinsi baru di bawah payung UU Otonomi Khusus Papua), maka jumlah wilayah yang menikmati status istimewa ini berjumlah lebih dari lima wilayah yang berdiri sendiri, mencakup total tujuh provinsi (Aceh, DIY, Maluku, dan lima provinsi di Papua).