Istilah "angin duduk" atau yang sering dikenal dalam bahasa medis sebagai kembung parah atau gangguan pencernaan fungsional, seringkali menjadi keluhan umum masyarakat Indonesia. Meskipun namanya terdengar seram, angin duduk bukanlah kondisi yang mengancam jiwa seperti penyakit jantung angina (yang juga disebut 'angina' atau 'angin duduk' dalam konteks medis yang berbeda). Dalam konteks sehari-hari, **angin duduk terjadi karena** adanya penumpukan gas berlebih di saluran pencernaan, baik di lambung maupun usus, yang menyebabkan rasa penuh, begah, nyeri, dan seringkali disertai sensasi seperti ditekan atau ditusuk-tusuk.
Gas yang menumpuk ini berasal dari dua sumber utama: gas yang tertelan saat kita makan atau minum, dan gas yang diproduksi oleh bakteri saat mencerna makanan di usus besar. Memahami mekanisme ini adalah kunci untuk mengetahui mengapa angin duduk terjadi karena kombinasi antara kebiasaan sehari-hari dan kondisi fisiologis tubuh.
Ini adalah salah satu penyebab paling umum. Udara yang kita hirup secara tidak sadar akan berakhir di saluran pencernaan. Beberapa aktivitas meningkatkan jumlah udara yang tertelan, antara lain:
Udara yang tertelan ini akan menumpuk, menyebabkan perut terasa kembung dan memberi tekanan pada dinding lambung atau usus.
Penyebab kedua, dan seringkali lebih signifikan dalam menciptakan rasa tidak nyaman yang berkepanjangan, adalah proses fermentasi makanan oleh miliaran bakteri baik yang hidup di usus besar kita. Ketika bakteri memecah karbohidrat yang tidak tercerna dengan baik, hasilnya adalah produksi gas metana, hidrogen, dan karbon dioksida.
Beberapa jenis makanan dikenal lebih rentan menyebabkan produksi gas berlebihan, sehingga meningkatkan risiko angin duduk terjadi karena konsumsi berlebihan makanan berikut:
Kadang kala, angin duduk terjadi karena adanya masalah pada cara kerja sistem pencernaan itu sendiri. Kondisi seperti Irritable Bowel Syndrome (IBS) atau sensitivitas terhadap makanan tertentu (seperti intoleransi laktosa atau gluten) dapat menyebabkan pencernaan karbohidrat menjadi tidak sempurna, meninggalkan lebih banyak substrat untuk difermentasi oleh bakteri, sehingga gas menumpuk.
Meskipun jarang, kembung kronis yang menyerupai angin duduk bisa menjadi gejala kondisi medis lain. Contohnya adalah penyakit celiac, SIBO (Small Intestinal Bacterial Overgrowth), atau penyakit radang usus. Jika gejala sangat parah, sering kambuh, atau disertai penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, konsultasi medis sangat dianjurkan untuk menyingkirkan penyebab yang lebih serius.
Penting untuk membedakan "angin duduk" versi masyarakat dengan kondisi medis nyata. Angina pektoris (penyebab serangan jantung) juga disebut angin duduk. Gejala serangan jantung meliputi nyeri dada yang terasa menekan, menjalar ke lengan, rahang, atau punggung, sering disertai sesak napas dan keringat dingin. Jika rasa tidak nyaman di perut disertai gejala ini, jangan tunda untuk mencari pertolongan darurat.
Sebaliknya, rasa tidak nyaman akibat gas pencernaan umumnya mereda setelah sendawa atau buang angin, dan rasa sakitnya lebih terlokalisasi di perut, bukan di dada.
Mengatasi apa yang menyebabkan angin duduk terjadi karena gas, adalah tentang mengubah gaya hidup dan pola makan. Beberapa langkah pencegahan yang efektif meliputi:
Dengan memahami jalur bagaimana gas terbentuk—baik dari udara yang tertelan maupun dari proses fermentasi makanan—kita dapat mengambil langkah proaktif untuk mengurangi frekuensi dan intensitas ketidaknyamanan yang dikenal sebagai angin duduk.