Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surah terpanjang dalam Al-Qur'an. Surah ini banyak membahas tentang hukum-hukum keluarga, hak-hak wanita, serta berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan dalam Islam. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, rentang ayat 61 hingga 70 menawarkan pelajaran berharga mengenai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, pentingnya kejujuran, serta penanganan masalah perselisihan.
Gambar ilustrasi abstrak dengan gradien biru melambangkan pembelajaran dan kejelasan dari Al-Qur'an.
Ayat 61 dari surah An-Nisa menegaskan kewajiban bagi orang-orang yang beriman untuk patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Perintah ini bersifat mutlak, namun seringkali dihadapkan pada situasi di mana perintah tersebut terasa berat atau bertentangan dengan keinginan pribadi atau kelompok. Allah Swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa: 59, namun konteks ayat 61-70 terkait penafsiran dan implementasi ketaatan).
Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah fondasi utama keimanan seorang Muslim. Ini bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan manifestasi dalam tindakan sehari-hari. Ketika dihadapkan pada perselisihan atau keraguan, kembalikanlah kepada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Hal ini menunjukkan kemurnian iman dan keyakinan akan kebenaran mutlak dari ajaran Ilahi.
Ayat-ayat selanjutnya dalam rentang ini juga menyentuh perihal bagaimana orang munafik dan mereka yang memiliki penyakit dalam hati cenderung berpaling dari ketaatan ini. Mereka mungkin enggan berjuang di jalan Allah, atau mencari alasan untuk tidak memenuhi panggilan kebenaran. Ketidakpatuhan ini akan berujung pada penyesalan di hari kemudian, ketika segalanya telah terlambat.
Pada ayat-ayat berikutnya, Al-Qur'an menekankan pentingnya berlaku adil dan jujur, terutama ketika menjadi saksi atau hakim dalam suatu perkara. Allah Swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kerabatmu, baik ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (mereka). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena menjauhkan diri dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (QS. An-Nisa: 135, namun semangat keadilan dan kejujuran terintegrasi dalam ajaran di ayat-ayat ini).
Dalam rentang ayat 61-70, terdapat penegasan tentang keharusan untuk bersaksi dengan adil, bahkan jika itu merugikan diri sendiri atau orang terdekat. Ini adalah ujian berat bagi kejujuran. Allah menegaskan bahwa Dia mengetahui segalanya, sehingga tidak ada gunanya menyembunyikan kebenaran atau memutarbalikkan fakta. Keadilan yang didasarkan pada wahyu Ilahi adalah prinsip utama yang harus dijunjung tinggi oleh setiap Muslim.
Lebih lanjut, surah ini juga membahas tentang bagaimana menangani perselisihan, baik di antara sesama Muslim maupun dengan pihak lain. Instruksinya adalah selalu kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah, sebagai sumber hukum dan pedoman utama. Upaya mendamaikan dan menyelesaikan konflik secara damai dengan mengacu pada kebenaran Ilahi adalah esensi dari ajaran ini.
Memahami dan mengamalkan ajaran dalam Surah An-Nisa ayat 61-70 memiliki relevansi yang sangat besar di era modern ini. Di tengah arus informasi yang begitu deras, godaan untuk mengikuti hawa nafsu atau berpihak pada kepentingan pribadi semakin kuat. Ujian ketaatan, kejujuran, dan keadilan terus menerus kita hadapi dalam berbagai bentuk, mulai dari lingkungan pekerjaan, keluarga, hingga interaksi di media sosial.
Mengembalikan segala urusan kepada Allah dan Rasul-Nya berarti menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai kompas moral dan spiritual kita. Ini menuntut kita untuk terus belajar, merenungi makna ayat-ayat-Nya, dan berusaha mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi saksi yang adil, berkata jujur, dan menyelesaikan perselisihan dengan bijak adalah cerminan dari keimanan yang kokoh.
Ayat-ayat ini mengingatkan kita bahwa konsekuensi dari setiap tindakan akan selalu ada, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, marilah kita jadikan renungan dari Surah An-Nisa ayat 61-70 sebagai motivasi untuk senantiasa berada di jalan kebenaran, menegakkan keadilan, dan menjadi pribadi yang jujur di hadapan Allah Swt. dan sesama manusia.