Surat An-Nisa, yang berarti "Perempuan", merupakan salah satu surat Madaniyah yang kaya akan hukum dan pedoman hidup bagi umat Islam. Di antara ayat-ayatnya, rentang 15 hingga 30 memiliki makna mendalam, mencakup berbagai aspek muamalah (hubungan antarmanusia), keadilan, dan tanggung jawab. Pemahaman terhadap ayat-ayat ini sangat penting untuk membentuk masyarakat yang harmonis dan berkeadilan.
Ayat 15-16 Surat An-Nisa memulai dengan peringatan keras terhadap perbuatan keji, khususnya perbuatan homoseksual, baik yang dilakukan oleh pria maupun wanita. Ayat-ayat ini memerintahkan umat Islam untuk menjaga diri dari perbuatan tersebut dan memberikan sanksi yang sesuai bagi pelakunya. Namun, penekanan utama tidak hanya pada hukuman, melainkan juga pada pintu taubat yang selalu terbuka. Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, sehingga siapa pun yang menyesali perbuatannya, bertaubat nasuha, dan kembali ke jalan yang benar, akan diampuni dosanya. Pengarahan ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menghukum, tetapi juga memberikan kesempatan untuk perbaikan diri.
"Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji di antara kamu, datangkanlah empat orang saksi (yang adil) di antara kamu untuk mereka, lalu jika mereka memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) di dalam rumah sampai kematian menjemput mereka atau sampai Allah memberikan jalan yang lain kepadanya." (QS. An Nisa: 15)
"Dan kedua orang yang melakukannya (dari kalanganmu), maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. An Nisa: 16)
Selanjutnya, ayat 17-19 Surat An-Nisa menekankan pentingnya menjaga harta anak yatim. Allah SWT melarang keras memakan harta anak yatim secara zalim, karena hal itu sama saja dengan memakan api neraka. Harta anak yatim harus dikelola dengan baik dan diserahkan kepada mereka ketika sudah mampu. Ayat ini juga mengingatkan agar tidak hanya fokus pada aspek larangan, tetapi juga pada pentingnya keadilan dalam hubungan keluarga, termasuk urusan warisan. Dalam ayat 19, disebutkan bahwa seorang pria tidak diperkenankan mewarisi wanita secara paksa, kecuali wanita itu sendiri yang rela atau telah ridha. Hal ini menegaskan prinsip keridhaan dalam setiap transaksi, terutama yang menyangkut hak-hak individu.
Rentang ayat 20-24 Surat An-Nisa berfokus pada masalah pernikahan dan pembagian harta. Ayat 20 menegaskan bahwa seorang pria tidak boleh mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada istrinya, kecuali jika terjadi perbuatan keji yang dibuktikan dengan dua orang saksi. Hal ini untuk melindungi hak-hak perempuan dalam pernikahan. Ayat 21 menjelaskan tentang betapa pentingnya menjaga kesaksian dan sumpah, serta tidak menjadikan sumpah sebagai alasan untuk tidak berbuat baik, bertaqwa, dan mendamaikan manusia.
Kemudian, ayat 22-24 secara rinci membahas larangan menikahi wanita yang telah dinikahi ayah, serta berbagai larangan menikahi wanita lain yang dilarang karena hubungan nasab (kerabat) atau hubungan karena pernikahan (ipar, mertua, dll.). Ini adalah bagian penting dari syariat Islam yang bertujuan untuk menjaga kesucian keluarga dan mencegah terjadinya kekacauan nasab. Di samping itu, ayat 24 memberikan penjelasan tentang wanita yang halal dinikahi, yaitu selain yang telah disebutkan dalam larangan, dan juga bagaimana memperlakukan budak wanita.
Ayat 25-30 melanjutkan pembahasan mengenai pernikahan dan hak-hak yang menyertainya. Ayat 25 menjelaskan hukum bagi pria yang tidak mampu untuk menikahi wanita merdeka karena keterbatasan harta atau status sosial. Dalam kondisi tersebut, dianjurkan untuk menikahi budak wanita mukminah. Namun, dikemukakan pula bahwa menikahi wanita merdeka adalah lebih baik jika mampu. Ayat ini juga menekankan pentingnya mendapatkan izin dari wali bagi wanita budak yang akan dinikahi dan memberikan mahar yang sesuai dengan cara yang ma'ruf (baik dan patut).
Ayat 26-27 menunjukkan bahwa Allah SWT ingin menjelaskan berbagai hukum dan ajaran-Nya kepada umat manusia agar mereka tidak tersesat, serta menunjukkan bahwa Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui segala sesuatu. Ayat 28 memberikan keringanan bagi pria dalam urusan pernikahan, di mana diizinkan untuk menikahi hingga empat wanita jika mereka merasa mampu bersikap adil. Namun, jika khawatir tidak dapat berbuat adil, maka cukuplah dengan satu istri. Hal ini menekankan pentingnya keadilan dalam berpoligami, yang menjadi ujian berat bagi pelakunya.
Terakhir, ayat 29-30 secara tegas melarang memakan harta sesama dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali melalui perdagangan yang dilandasi suka sama suka. Dan janganlah kamu membunuh diri-diri kamu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. Larangan ini mencakup berbagai bentuk penipuan, riba, korupsi, dan cara-cara lain yang merugikan orang lain. Larangan membunuh diri sendiri juga mencakup segala hal yang dapat membahayakan diri sendiri, baik fisik maupun mental, yang bertentangan dengan ajaran agama.
Secara keseluruhan, Surat An-Nisa ayat 15-30 memberikan kerangka kerja yang kuat mengenai bagaimana seorang Muslim seharusnya berinteraksi dalam kehidupan sosial, keluarga, dan ekonomi. Penekanan pada keadilan, keridhaan, taubat, dan tanggung jawab menjadi pilar utama yang membentuk karakter individu dan membangun masyarakat yang adil dan beradab. Memahami dan mengamalkan ayat-ayat ini adalah kunci untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.