Ilustrasi abstrak ketenangan dan hikmat ilahi yang terinspirasi dari makna ayat.
Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surah terpanjang dalam Al-Qur'an. Ia mencakup berbagai aspek hukum dan moral yang fundamental bagi kehidupan seorang Muslim. Di dalam surah ini, terdapat ayat-ayat yang memberikan panduan, peringatan, sekaligus kabar gembira dari Allah SWT. Salah satu ayat yang sarat makna dan sering menjadi bahan perenungan adalah An Nisa ayat 150.
Ayat ini, meskipun singkat, memuat dua sisi dari sikap manusia terhadap ajaran agama: keteguhan beriman dan pengingkaran. Memahami An Nisa ayat 150 berarti menyelami bagaimana Allah SWT memandang sikap hamba-Nya dalam menghadapi kebenaran ilahi. Berikut adalah lafal, transliterasi, dan tafsir dari ayat tersebut.
Lā yuḥibbu al-Lāhu al-jahra bi-as-sūʾi mina al-qawli illā man ẓulima; wa kāna Allāhu Samīʿan ʿAlīman.
Ayat ini dapat dibagi menjadi dua bagian utama yang saling melengkapi. Bagian pertama menyatakan bahwa Allah tidak menyukai ucapan yang buruk yang diucapkan secara terang-terangan, kecuali bagi orang yang teraniaya. Ini berarti, pada dasarnya, seorang Muslim diperintahkan untuk menjaga lisannya dari perkataan yang kasar, keji, atau merendahkan. Perbuatan ini tidak sesuai dengan sifat seorang mukmin yang luhur budi.
Namun, Allah memberikan pengecualian. Yaitu, bagi orang yang dizalimi. Dalam kondisi teraniaya, orang tersebut diperbolehkan untuk menyuarakan ketidakadilan yang menimpanya. Ini bukan berarti diperbolehkan untuk berbuat zalim balik atau membalas dengan cara yang sama buruknya, melainkan diperbolehkan untuk mengadukan atau menuntut haknya yang telah dirampas. Pengecualian ini mencerminkan keadilan Ilahi yang tidak membiarkan hamba-Nya terus menerus dalam ketidakadilan tanpa ada jalan untuk mencari keadilan.
Bagian kedua dari ayat ini menegaskan sifat Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ini merupakan penegasan bahwa setiap ucapan, niat, dan tindakan manusia tidak luput dari pantauan Allah. Allah mendengar segala yang diucapkan, baik yang baik maupun yang buruk, dan mengetahui segala yang tersembunyi di dalam hati. Pengetahuan dan pendengaran Allah yang sempurna ini menjadi sumber ketenangan bagi orang yang beriman dan peringatan bagi orang yang berbuat aniaya.
Dalam tafsirnya, para ulama menjelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan dua hal utama: menjaga lisan dari perkataan buruk dan bagaimana menyikapi kezaliman.
1. Larangan Mengucapkan Perkataan Buruk:
An Nisa ayat 150 mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lisan. Berbicara buruk, mencela, menghina, mengadu domba, atau menyebarkan fitnah adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah. Ini sejalan dengan banyak hadis Rasulullah SAW yang menekankan keutamaan menjaga lisan sebagai kunci keselamatan.
2. Hak untuk Menyuarakan Ketidakadilan:
Pengecualian bagi orang yang teraniaya memberikan legitimasi untuk berbicara, mengadu, atau menuntut haknya. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak mengajarkan kepasrahan total terhadap kezaliman tanpa upaya pembelaan diri yang syar'i. Namun, pembelaan diri ini harus tetap dalam koridor keadilan dan tidak boleh melampaui batas.
3. Keadilan dan Pengetahuan Allah:
Penegasan bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui adalah pengingat bahwa setiap perbuatan, sekecil apapun, akan diperhitungkan. Bagi orang yang teraniaya, ini menjadi harapan bahwa Allah mendengar rintihannya. Bagi pelaku kezaliman, ini adalah ancaman bahwa perbuatannya tidak akan luput dari siksa-Nya.
Memahami An Nisa ayat 150 memberikan kita perspektif yang seimbang tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain dan bagaimana menyikapi berbagai situasi dalam kehidupan. Kita diajak untuk menjadi pribadi yang menjaga ucapannya, namun juga berani menyuarakan kebenaran ketika hak kita terampas, sambil selalu menyandarkan segala urusan kepada Allah Yang Maha Adil.
Ayat ini juga mengingatkan bahwa jalan yang lurus, yang menjauhkan diri dari perbuatan aniaya dan ucapan buruk, adalah jalan yang diridhai Allah. Sementara itu, orang yang sengaja menentang ajaran Allah dan memilih jalan kesesatan, seperti yang dijelaskan dalam ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat 150, akan menghadapi konsekuensi yang berat di akhirat. An Nisa ayat 150 menjadi salah satu pilar penting dalam pemahaman kita tentang akhlak mulia dan keadilan dalam Islam.