Simbol merepresentasikan surat An-Nisa, dengan penekanan pada ayat 1 hingga 20.
Surat An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat Madaniyah yang memiliki kedalaman makna dan cakupan hukum yang sangat luas. Dimulai dari ayat pertama hingga ayat kedua puluh, surat ini meletakkan dasar-dasar penting mengenai asal-usul penciptaan manusia, pentingnya menjaga hubungan kekerabatan, serta pedoman mendasar dalam pengelolaan harta warisan dan hak-hak anak yatim. Pemahaman terhadap ayat-ayat awal An-Nisa ini krusial bagi setiap Muslim untuk membangun masyarakat yang berkeadilan, penuh kasih sayang, dan bertanggung jawab.
Ayat pertama surat An-Nisa secara tegas menyatakan bahwa seluruh manusia berasal dari satu asal yang sama, yaitu Allah SWT menciptakan Adam dari dirinya dan Hawa dari Adam. Hal ini menekankan kesatuan asal usul umat manusia, terlepas dari perbedaan suku, ras, atau bangsa. Dengan kesadaran ini, umat Islam diperintahkan untuk memelihara hubungan silaturahmi dan menjauhi perselisihan yang dapat memecah belah persaudaraan sesama.
Ayat ini juga menggarisbawahi pentingnya rasa takut kepada Allah (taqwa) dan menjaga hubungan baik antar sesama manusia. Kebutuhan untuk saling meminta dan menolong adalah fitrah manusia yang harus dijalankan dengan landasan iman dan ketaatan kepada Sang Pencipta.
Berlanjut ke ayat-ayat berikutnya, surat An-Nisa memberikan perhatian khusus kepada kaum yang lemah, yaitu anak yatim. Allah SWT memerintahkan untuk menyerahkan harta anak yatim kepada mereka setelah mereka dewasa dan mampu mengelolanya sendiri. Dilarang keras untuk mencampuradukkan harta yang baik dengan yang buruk, serta dilarang pula untuk memakan harta anak yatim, karena hal itu merupakan dosa yang sangat besar.
Ayat ini menegaskan prinsip keadilan dan amanah dalam Islam. Menjaga dan mengelola harta anak yatim adalah sebuah ibadah yang penuh tanggung jawab. Islam sangat peduli terhadap nasib anak-anak yang kehilangan orang tua, dan mewajibkan kaum kerabat atau wali untuk melindungi serta memastikan masa depan mereka terjamin.
Surat An-Nisa juga menyentuh aspek pernikahan, dengan memberikan pedoman mengenai bolehnya menikah dengan wanita dua, tiga, atau empat orang, asalkan mampu berlaku adil. Namun, jika khawatir tidak dapat berlaku adil, maka cukup dengan satu orang wanita. Ayat ini menjadi landasan penting dalam mengatur kehidupan berkeluarga agar tercipta keseimbangan dan keadilan.
Lebih lanjut, ayat-ayat setelahnya juga membahas tentang mahar, hak-hak istri, dan pentingnya mempergauli wanita dengan baik. Islam menempatkan posisi wanita secara mulia, memberikan hak-hak yang setara dalam banyak aspek, meskipun terdapat perbedaan peran yang diatur oleh syariat demi kemaslahatan bersama.
Selain itu, dalam rentang ayat 1-20 ini, terdapat pula anjuran untuk menunaikan zakat. Zakat merupakan salah satu pilar Islam yang memiliki fungsi sosial dan ekonomi yang vital. Dengan mengeluarkan sebagian harta kepada yang berhak, umat Islam turut serta dalam membersihkan harta mereka dan membantu meringankan beban kaum fakir miskin.
Ayat-ayat ini, meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan angka zakat, menegaskan kewajiban menunaikan ibadah harta ini sebagai bagian integral dari ketaatan kepada Allah. Pengelolaan keuangan yang baik dan bertanggung jawab, termasuk zakat, adalah salah satu bentuk ibadah yang diajarkan dalam Al-Qur'an.
Ayat 1 hingga 20 dari surat An-Nisa adalah sebuah mukadimah yang sarat hikmah. Surat ini membuka jendela pemahaman mengenai hakikat penciptaan manusia, urgensi menjaga persaudaraan, tanggung jawab terhadap anak yatim, pedoman dalam pernikahan, serta kewajiban sosial seperti zakat. Memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat awal surat An-Nisa ini akan membimbing umat Muslim untuk menjalani kehidupan yang lebih adil, harmonis, dan penuh keberkahan, baik dalam lingkup pribadi, keluarga, maupun masyarakat luas.