An Nisa 60: Jalan Lurus dan Kasih Sayang Allah

Ilustrasi jalan lurus yang bercabang dan simbol kasih sayang Jalan Lurus Kesesatan Keraguan Allah

Dalam lautan ajaran Islam yang luas, terdapat ayat-ayat yang senantiasa menjadi lentera bagi umat manusia untuk menapaki kehidupan. Salah satu ayat yang sarat makna dan seringkali direnungkan adalah firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 60. Ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai panduan utama, serta mengingatkan tentang adanya jalan yang lurus dan jalan-jalan kesesatan yang menyesatkan.

اَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ
Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk.
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ يَزْعُمُوْنَ اَنَّهُمْ اٰمَنُوْا بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يَّتَحَاكَمُوْٓا اِلَى الطَّاغُوْتِ وَقَدْ اُمِرُوْٓا اَنْ يَّكْفُرُوْا بِهٖ ۗ وَيُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّضِلَّهُمْ ضَلٰلًاۢ بَعِيْدًا
Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman pada apa yang diturunkan kepadamu dan pada apa yang diturunkan sebelummu? Mereka hendak menjadikan thāgūt sebagai hukum, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkarinya. Dan setan hendak menyesatkan mereka dengan kesesatan yang jauh.

Ayat ini secara gamblang menjelaskan tentang sekelompok orang yang mengaku beriman, namun pada praktiknya mereka justru berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya. Mereka lebih memilih menjadikan "thāgūt" sebagai rujukan hukum mereka. Thāgūt sendiri memiliki makna yang luas, mencakup segala sesuatu yang disembah selain Allah, baik itu berupa berhala, dukun, peramal, sistem hukum yang bertentangan dengan syariat, hawa nafsu yang menyesatkan, atau segala bentuk kebathilan lainnya yang dijadikan tandingan bagi wahyu Allah.

Sungguh ironis ketika keimanan hanya diucapkan di lisan, namun hati dan tindakan bertentangan. Allah menyoroti perilaku ini sebagai bentuk penolakan terselubung terhadap kebenaran. Perintah untuk mengingkari thāgūt adalah konsekuensi logis dari keimanan yang hakiki. Keimanan kepada Allah mengharuskan penyerahan diri sepenuhnya kepada hukum-Nya, bukan kepada tatanan yang dibuat oleh manusia yang penuh dengan kelemahan dan kepentingan.

Pentingnya merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah ditegaskan lagi dalam ayat-ayat lain, yang semuanya mengarah pada satu kesimpulan: jalan kebenaran hanyalah satu, yaitu jalan yang telah digariskan oleh Allah dan diwujudkan oleh Rasul-Nya. Segala penyimpangan dari jalan ini adalah kesesatan, yang akan menjauhkan manusia dari rahmat dan keridhaan-Nya.

Setan, musuh abadi manusia, senantiasa berusaha menggoda dan menyesatkan. Di dalam ayat ini, setan digambarkan sebagai pihak yang sangat bersemangat untuk menjerumuskan orang-orang yang ragu-ragu atau yang imannya lemah ke dalam jurang kesesatan yang dalam. Mereka diciptakan untuk membisikkan keraguan, meragukan kebenaran wahyu, dan menawarkan alternatif-alternatif yang tampak menarik namun sebenarnya penuh jebakan.

Menghadapi godaan setan dan bisikan hawa nafsu, kita diperintahkan untuk berpegang teguh pada tali Allah. Ini berarti memperdalam pemahaman tentang ajaran agama, mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, dan senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari segala godaan yang dapat menjauhkan kita dari jalan-Nya. Ayat ini juga mengajak kita untuk merenungkan, sejauh mana kita telah menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai panduan utama dalam setiap aspek kehidupan kita. Apakah kita benar-benar berhukum dengan syariat-Nya, atau masih ada celah bagi thāgūt untuk masuk dan mengatur kehidupan kita?

Ketaatan kepada Allah bukan hanya soal ibadah ritual semata, melainkan juga mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, sosial, politik, hukum, dan keluarga. Dalam setiap keputusan yang kita ambil, kita harus menimbang apakah keputusan tersebut selaras dengan ajaran Islam atau justru bertentangan.

Ayat An-Nisa 60 ini adalah pengingat yang kuat bahwa iman yang sejati menuntut pembuktian melalui tindakan nyata. Pengakuan iman tanpa disertai kepatuhan terhadap syariat Allah adalah ilusi belaka. Kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya terwujud dalam bentuk petunjuk yang jelas melalui kitab-Nya dan tuntunan Rasul-Nya. Dialah yang menginginkan kebaikan bagi kita, yaitu keselamatan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kembali kepada Allah dan Rasul-Nya adalah satu-satunya cara untuk meraih kebahagiaan sejati. Mari kita renungkan ayat ini, evaluasi diri, dan perbaiki langkah agar senantiasa berada di jalan lurus yang diridhai-Nya.

🏠 Homepage