Al-Qur'an, kitab suci yang menjadi pedoman hidup umat Islam, menyimpan lautan makna yang tak terhingga dalam setiap ayatnya. Salah satu ayat yang sarat akan ajaran moral dan spiritual adalah Surah An-Nisa ayat 41. Ayat ini memberikan peringatan penting kepada setiap mukmin mengenai tanggung jawab mereka di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala, terutama ketika berhadapan dengan peristiwa atau keputusan yang memerlukan saksi.
"Dan bagaimanakah mereka (bani Israil) akan menjadikan engkau (Muhammad) sebagai pemimpin, padahal kitab Taurat sebetulnya ada di tangan mereka, di dalamnya berisi hukum Allah. Namun setelah keputusan itu, mereka berpaling. Mereka sungguh bukan orang yang beriman." (QS. An-Nisa: 41)
Ayat ini diturunkan pada masa permulaan Islam, ketika umat Islam masih dalam proses membangun tatanan masyarakat dan hukumnya. Pada saat itu, ada interaksi yang intens antara umat Islam dengan kaum Yahudi di Madinah. Kaum Yahudi, meskipun memiliki kitab suci mereka sendiri yang berisi hukum Allah, terkadang mencoba untuk menggugat atau meragukan hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Penting untuk dicatat bahwa penafsiran mengenai siapa yang dimaksud dalam ayat ini bisa beragam di kalangan ulama. Namun, secara umum, ayat ini menyoroti perilaku sebagian kaum Yahudi yang memiliki pengetahuan tentang hukum Allah dalam kitab mereka (Taurat), namun enggan untuk mengikutinya ketika berbenturan dengan kepentingan atau keinginan mereka. Mereka justru berpaling dari hukum Allah dan mencari atau menerima hukum lain, bahkan mencoba menjadikan Nabi Muhammad sebagai hakim, namun di sisi lain menolak hukum yang dibawa oleh beliau.
Surah An-Nisa ayat 41 tidak hanya relevan bagi konteks sejarahnya, tetapi juga mengandung pelajaran yang universal dan abadi bagi seluruh umat manusia, khususnya bagi kaum mukmin:
1. Pentingnya Ketaatan pada Hukum Allah: Ayat ini menekankan bahwa keimanan seseorang diuji dari ketaatannya terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Memiliki pengetahuan tentang hukum Allah adalah satu hal, namun mengamalkannya secara konsisten adalah esensi keimanan yang sesungguhnya. Kaum yang hanya mengaku beriman tetapi tidak mau tunduk pada aturan-Nya adalah kaum yang imannya patut dipertanyakan.
2. Bahaya Kemunafikan dan Keinginan Pribadi: Ayat ini secara implisit mengkritik sikap munafik dan perilaku yang didorong oleh hawa nafsu atau kepentingan pribadi di atas kebenaran. Sikap berpaling dari hukum Allah demi keuntungan sesaat adalah ciri orang-orang yang tidak teguh dalam imannya.
3. Tanggung Jawab Saksi dan Hakim: Meskipun ayat ini secara spesifik membahas konteks kaum Yahudi pada masa itu, namun secara implisit, ayat ini juga memberikan peringatan bagi kita semua. Ketika kita diminta menjadi saksi atau penegak keadilan, kita harus melakukannya dengan jujur, adil, dan berdasarkan kebenaran yang telah diajarkan oleh agama.
4. Menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai Rujukan Utama: Inti dari ayat ini adalah pengingat bahwa hanya hukum Allah yang patut dijadikan rujukan tertinggi. Dalam kehidupan modern ini, kita dihadapkan pada berbagai sistem hukum dan pandangan dunia. An Nisa 41 mengingatkan kita untuk senantiasa kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber utama dalam setiap aspek kehidupan.
5. Ujian Keimanan dalam Perbedaan Pendapat: Terkadang, dalam perbedaan pendapat, ada godaan untuk mengikuti pendapat yang lebih populer atau menguntungkan, meskipun bertentangan dengan ajaran agama. Ayat ini mengajarkan kita untuk teguh berpegang pada kebenaran Allah, bahkan ketika mayoritas berbeda arah.
Surah An-Nisa ayat 41 adalah pengingat yang kuat bagi kita untuk senantiasa introspeksi diri. Apakah kita benar-benar menempatkan hukum Allah di atas segalanya? Apakah kita adalah orang-orang yang bertindak berdasarkan ilmu dan keimanan, ataukah kita termasuk orang-orang yang mudah berpaling ketika berhadapan dengan cobaan atau godaan duniawi?
Mengkaji ayat ini memberikan kita kesempatan untuk memperdalam pemahaman tentang esensi iman yang sesungguhnya: bukan sekadar pengakuan lisan, tetapi ketaatan jiwa dan raga terhadap segala firman Allah. Dengan memahami dan merenungkan makna An Nisa 41, semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk terus berjalan di jalan kebenaran, menjauhi kemunafikan, dan menjadi hamba Allah yang sejati.