An-Nisa Ayat 34-37: Fondasi Keharmonisan dalam Rumah Tangga

Keluarga Sakinah Pilar Keharmonisan Rumah Tangga

Dalam lautan ajaran Islam, terdapat samudra hikmah yang mendalam mengenai berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek yang paling fundamental dan krusial adalah pembentukan dan pemeliharaan rumah tangga yang harmonis. Surah An-Nisa, khususnya pada ayat 34 hingga 37, memberikan panduan yang sangat berharga untuk mencapai tujuan mulia ini. Ayat-ayat ini tidak hanya mengatur peran dan tanggung jawab suami istri, tetapi juga menekankan pentingnya keadilan, kebaikan, dan komunikasi yang efektif dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Peran dan Tanggung Jawab Suami Istri

Ayat An-Nisa ayat 34 secara tegas menyatakan kedudukan laki-laki sebagai pemimpin (qawwam) bagi perempuan. Namun, status kepemimpinan ini bukanlah untuk mendominasi atau merendahkan, melainkan untuk menjaga dan menafkahi, sebagaimana Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Frasa "qawwamun 'ala an-nisa'" mengimplikasikan tanggung jawab yang besar, mencakup perlindungan, pemeliharaan, dan pemberian nafkah.

Dalam ayat yang sama, disebutkan pula mengenai kewajiban istri, yaitu taat kepada suami dalam perkara yang ma'ruf, selama tidak bertentangan dengan ajaran Allah. Hubungan ini digambarkan sebagai kemitraan yang dibangun di atas landasan taat kepada Allah dan saling menjaga kehormatan. Jika muncul ketidaktaatan atau nusyuz (pembangkangan), maka diberikan petunjuk langkah-langkah penyelesaian masalah secara bertahap: nasihat, pisah ranjang, dan pukulan yang tidak menyakitkan. Tujuannya bukanlah kekerasan, melainkan mendidik dan mengembalikan keharmonisan, dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah syariat dan akhlak.

Keadilan dan Kebaikan dalam Berinteraksi

Selanjutnya, An-Nisa ayat 35 menggarisbawahi pentingnya upaya mendamaikan jika terjadi perselisihan antara suami istri. Ketika ada keretakan dalam rumah tangga, dibutuhkan campur tangan dari pihak keluarga atau orang yang bijaksana untuk memediasi. Tujuannya adalah menyatukan kembali dua hati yang sempat renggang, bukan untuk memecah belah. Ayat ini mengingatkan bahwa setiap upaya perdamaian harus dilakukan dengan niat tulus dan demi kebaikan bersama, agar terhindar dari permusuhan yang lebih dalam.

Kemudian, ayat An-Nisa ayat 36 memperluas cakupan kebaikan dan ibadah, memerintahkan untuk menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, berbuat baik kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Perintah ini menunjukkan bahwa keharmonisan rumah tangga adalah bagian integral dari hubungan yang lebih luas dengan sesama manusia dan pencipta. Kebaikan kepada keluarga harus selaras dengan kebaikan kepada masyarakat.

Ayat ini juga menggarisbawahi larangan untuk bersikap sombong dan membanggakan diri. Kesombongan adalah penyakit hati yang dapat merusak hubungan. Sebaliknya, Allah mencintai orang yang berhati-hati dalam perkataan dan perbuatannya, serta tidak memamerkan harta atau kedudukannya secara berlebihan. Kehidupan yang dijalani haruslah seimbang antara ibadah kepada Allah dan berbakti kepada sesama, dengan sikap rendah hati dan penuh syukur.

Menghindari Sifat Tercela dan Memupuk Kebajikan

Mengakhiri rangkaian ayat ini, An-Nisa ayat 37 menegaskan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. Ayat ini melanjutkan penekanan pada pentingnya menjauhi sifat-sifat buruk yang dapat merusak kehidupan, baik individu maupun sosial. Kesombongan dan riya' (pamer) adalah dua di antara sifat tercela yang harus dihindari.

Mereka yang memiliki sifat-sifat tersebut akan merugi, baik di dunia maupun di akhirat. Allah Maha Mengetahui segala apa yang tersembunyi dalam hati hamba-Nya. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk senantiasa mengintropeksi diri dan berusaha memupuk sifat-sifat terpuji, seperti rendah hati, sabar, ikhlas, dan penyayang. Ajaran dalam An-Nisa ayat 34-37 ini memberikan landasan etika dan moral yang kokoh untuk membangun rumah tangga yang tidak hanya sakinah (penuh ketenangan), tetapi juga mawaddah (penuh cinta kasih) dan rahmah (penuh kasih sayang). Dengan mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, diharapkan setiap keluarga dapat menjadi benteng kebaikan dan sumber kebahagiaan bagi anggotanya.

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS Ar-Rum: 21)
🏠 Homepage