Dalam samudra ajaran Islam yang luas, terdapat ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi pilar utama dalam membentuk pemahaman dan praktik kehidupan seorang Muslim. Salah satu ayat yang memiliki kedalaman makna luar biasa dan relevansi universal adalah Surah An Nisa ayat 163. Ayat ini tidak hanya menegaskan kembali kenabian Muhammad SAW, tetapi juga menyoroti esensi keadilan dan kesetaraan yang menjadi ciri khas ajaran ilahi.
Surah An Nisa, yang berarti "Wanita", secara umum memang banyak membahas hukum-hukum yang berkaitan dengan perempuan dan keluarga. Namun, ayat 163 melampaui fokus spesifik tersebut dan menyampaikan pesan yang lebih luas tentang wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada para nabi-Nya, termasuk Nabi Muhammad SAW. Ayat ini berbunyi:
"Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudah dia, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan Al-Asbath, dan kepada Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman; dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (Kami utus) rasul-rasul yang sesungguhnya telah Kami ceritakan tentang mereka kepadamu sebelumnya dan rasul-rasul yang tidak Kami ceritakan tentang mereka kepadamu; dan Allah berbicara langsung kepada Musa."
Pesan sentral dari ayat ini adalah konfirmasi keilahian wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW. Allah menegaskan bahwa wahyu yang diberikan kepada Rasulullah bukanlah sesuatu yang baru atau berbeda dari apa yang telah diturunkan kepada para nabi sebelumnya. Hal ini menunjukkan kontinuitas risalah ilahi yang disampaikan dari generasi ke generasi nabi, dengan inti ajaran yang sama, yaitu tauhid (keesaan Allah) dan kepatuhan kepada-Nya.
Penyebutan nama-nama para nabi seperti Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Daud, serta rasul-rasul lainnya, bertujuan untuk memberikan legitimasi dan meyakinkan umat bahwa ajaran Islam adalah kelanjutan dari ajaran para nabi terdahulu. Ini juga berfungsi untuk menepis keraguan dari mereka yang mungkin menolak kenabian Muhammad SAW, dengan menunjukkan bahwa beliau adalah bagian dari rantai kenabian yang telah diakui sebelumnya.
Lebih dari sekadar konfirmasi kenabian, ayat ini secara implisit membawa makna keadilan dan kesetaraan. Allah tidak pilih kasih dalam menurunkan wahyu. Setiap nabi menerima bimbingan ilahi untuk menyampaikan pesan-Nya kepada umatnya. Ini mencerminkan prinsip keadilan Allah yang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap kaum untuk mendapatkan petunjuk-Nya melalui perantaraan para utusan-Nya.
Dengan menekankan kesamaan sumber wahyu yang diterima oleh para nabi, termasuk Nabi Muhammad, ayat ini secara tidak langsung juga menegaskan kesetaraan mendasar umat manusia di hadapan Allah. Perbedaan suku, bangsa, atau latar belakang tidak menghalangi mereka untuk menerima kebenaran ilahi. Yang terpenting adalah penerimaan terhadap ajaran tersebut dan upaya untuk mengamalkannya.
Bagi umat Muslim, Surah An Nisa ayat 163 memiliki beberapa implikasi penting:
Dalam konteks kekinian, di mana isu kesetaraan gender, ras, dan sosial menjadi sorotan, ayat An Nisa 163 mengingatkan kita akan fondasi ajaran Islam yang telah lama menekankan nilai-nilai luhur tersebut. Pesan kesetaraan dan keadilan ilahi ini adalah warisan berharga yang perlu terus dipahami, diinternalisasi, dan diwujudkan dalam setiap aspek kehidupan.
Memahami Surah An Nisa ayat 163 lebih dari sekadar membaca teks Arab dan terjemahannya. Ini adalah tentang merenungkan kedalaman maknanya, mengaitkannya dengan konteks sejarah dan sosial, serta mengaplikasikan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi pembaca Al-Qur'an, tetapi juga pengamal ajaran-Nya yang berlandaskan pada keadilan dan rahmat ilahi.