Al-Qur'anul Karim seringkali mengajak umat manusia untuk merenungkan ayat-ayat kauniyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang terhampar di alam semesta. Salah satu ayat yang sangat monumental dalam konteks ini adalah Surah An Nahl ayat 69. Ayat ini secara spesifik menyoroti sebuah fenomena alam yang luar biasa: proses pembuatan madu oleh lebah.
Memahami konteks dari **An Nahl 69** tidak hanya memberikan pelajaran teologis, tetapi juga membuka mata kita terhadap ilmu pengetahuan dan keajaiban ciptaan Allah. Pada masa turunnya ayat ini, pengetahuan manusia tentang biologi lebah masih sangat terbatas. Namun, Al-Qur'an telah memberikan gambaran yang presisi mengenai proses tersebut.
"Kemudian makanlah dari tiap-tiap (jenis) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)." Sesudah itu dari perut lebah keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat penyembuhan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir. (QS. An Nahl: 69)
Ayat ini diawali dengan perintah yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya: perintah untuk mengonsumsi buah-buahan. Frasa "makanlah dari tiap-tiap buah-buahan" menekankan pentingnya keragaman nutrisi yang disediakan Allah melalui flora. Setiap buah memiliki komposisi dan manfaatnya sendiri, yang semuanya bersumber dari satu Pencipta.
Selanjutnya, ayat ini memerintahkan untuk "menempuh jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan." Para mufassir menafsirkan ini sebagai mengikuti jalan fitrah, jalan ketaatan, atau secara harfiah, mengikuti jalur yang telah ditentukan dan dipermudah oleh Allah bagi makhluk-Nya. Bagi lebah, jalan yang dimudahkan ini adalah naluri sempurna untuk membangun sarang dan mengumpulkan nektar.
Puncak dari ayat ini adalah pengungkapan tentang madu. Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa dari perut lebah (bukan mulut atau mulutnya, melainkan proses internal yang kompleks) keluarlah cairan yang disebut madu, yang memiliki "bermacam-macam warnanya". Penemuan ilmiah modern mengkonfirmasi bahwa warna madu bervariasi tergantung pada sumber nektar yang dikumpulkan oleh lebah pekerja. Madu bunga akasia akan berbeda dengan madu dari bunga randu, dan seterusnya. Ini adalah bukti nyata bagaimana Allah mengarahkan proses kimiawi di dalam tubuh serangga kecil tersebut.
Lebih menakjubkan lagi adalah pernyataan bahwa di dalam madu tersebut terdapat "penyembuhan bagi manusia". Pada abad ke-21, madu telah terbukti memiliki sifat antibakteri, anti-inflamasi, dan kaya antioksidan. Penelitian medis kini semakin gencar mempelajari potensi madu sebagai agen penyembuh luka dan penambah daya tahan tubuh. Sungguh, sebuah mukjizat tersimpan dalam cairan manis yang dihasilkan oleh makhluk yang diperintahkan untuk mencari jalan yang mudah tersebut.
Ayat **An Nahl 69** diakhiri dengan penegasan: "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir." Kata kunci di sini adalah "berpikir" (tafakkur). Allah tidak hanya menyajikan fenomena ini secara kasat mata, tetapi juga menantang akal manusia untuk menganalisis, membandingkan, dan menarik kesimpulan.
Proses biologis lebah—mulai dari navigasi, komunikasi tarian mereka, pembagian kerja dalam koloni, hingga konversi nektar menjadi madu yang stabil dan bermanfaat—adalah serangkaian keajaiban yang tidak mungkin terjadi tanpa intervensi dan desain ilahi. Bagi mereka yang menutup diri dari perenungan, ayat ini mungkin hanya sekadar deskripsi. Namun, bagi orang yang berpikir, ayat ini adalah cetak biru kebenaran dan bukti bahwa Al-Qur'an adalah firman yang berasal dari Yang Maha Mengetahui segala aspek kehidupan, sekecil apapun itu. Menggali An Nahl 69 berarti membuka jendela menuju kekaguman tak bertepi terhadap Sang Pencipta.