Dalam khazanah bahasa Arab, terdapat banyak sekali kata yang memiliki makna mendalam dan kaya akan nuansa. Salah satu kata yang sering kita jumpai, baik dalam percakapan sehari-hari, literatur keagamaan, maupun karya sastra, adalah "wahidun" (واحد). Kata ini memiliki makna dasar yang sangat penting, yaitu "satu" atau "tunggal". Namun, di balik kesederhanaannya, "wahidun" membawa implikasi filosofis dan teologis yang luas, terutama dalam konteks Islam.
"Wahidun" berasal dari akar kata 'w-h-d' (و-ح-د) yang secara inheren menggambarkan konsep keesaan. Dalam Kamus Bahasa Arab, "wahidun" dapat diterjemahkan sebagai:
Secara gramatikal, "wahidun" adalah kata sifat (adjektiva) yang merujuk pada jumlah satu. Misalnya, ketika kita ingin mengatakan "satu buku", kita akan mengucapkannya sebagai "kitabun wahidun" (كتاب واحد). Contoh lain adalah "satu hari" yang menjadi "yaumun wahidun" (يوم واحد).
Penting untuk diingat bahwa dalam bahasa Arab, penyesuaian gender dan jumlah sangatlah krusial. Bentuk "wahidun" adalah bentuk maskulin tunggal. Untuk feminin tunggal, digunakan "wahidatun" (واحدة). Contoh: "satu rumah" adalah "baitun wahidatun" (بيت واحدة).
Namun, makna "wahidun" tidak berhenti pada hitungan matematis semata. Dalam ajaran Islam, kata ini memiliki dimensi spiritual yang sangat kuat, yaitu merujuk pada keesaan Allah SWT. Konsep Tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah, adalah pilar utama agama Islam. Seringkali, kata "Al-Wahid" (الواحد) digunakan sebagai salah satu Asmaul Husna (Nama-nama Terbaik Allah), yang menegaskan bahwa Allah adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada yang menyerupai-Nya.
Firman Allah dalam Al-Qur'an Surah Al-Ikhlas ayat 1 sangatlah jelas menggambarkan konsep ini: "Katakanlah (hai Muhammad), 'Dialah Allah, Yang Maha Esa.'" (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ). Meskipun dalam ayat ini digunakan kata "Ahad" (أَحَدٌ) yang juga berarti "satu" atau "esa", "Al-Wahid" (الواحد) memiliki makna yang saling melengkapi, yaitu keesaan yang mutlak dan tak terbagi.
Penggunaan kata "wahidun" dalam konteks ini menekankan:
Selain makna leksikal dan teologisnya, "wahidun" juga dapat muncul dalam frasa atau ungkapan yang memberikan penekanan pada sesuatu yang istimewa atau terbaik.
Misalnya, dalam ungkapan seperti "ragulun wahidun" (رجل واحد) yang berarti "seorang pria yang luar biasa" atau "pria yang menjadi panutan". Dalam konteks ini, "wahidun" memberikan kesan bahwa orang tersebut adalah satu-satunya yang memiliki kualitas tersebut, sehingga menjadi sangat istimewa.
Dalam percakapan sehari-hari, penggunaan "wahidun" sebagai penanda jumlah "satu" adalah yang paling umum. Namun, pemahaman akan akar makna dan implikasinya, terutama dalam kaitannya dengan keesaan Ilahi, akan memberikan kedalaman tersendiri saat kita mendengar atau membaca kata ini.
Memahami "wahidun" dalam bahasa Arab berarti membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang konsep keesaan, keunikan, dan kesempurnaan, yang menjadi inti dari banyak ajaran dan filosofi, khususnya dalam tradisi Islam.
Perenungan terhadap makna "wahidun" dapat mengingatkan kita akan kebesaran Sang Pencipta yang Maha Esa, serta pentingnya kesatuan dan ketunggalan dalam hidup kita, baik dalam hubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama.
Dengan demikian, kata sederhana "wahidun" ternyata menyimpan kekayaan makna yang luar biasa, melampaui sekadar angka satu. Ia adalah pengingat akan keagungan Ilahi dan sebuah fondasi bagi pemahaman spiritual yang mendalam.