Surat An-Nas adalah surat ke-114 sekaligus surat penutup dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Surat ini termasuk dalam kategori surat Makkiyah, meskipun sebagian ulama berpendapat ia Madaniyah. Surat ini memiliki kekhususan karena merupakan satu dari dua surat terakhir (An-Nas dan Al-Falaq) yang sering disebut sebagai "Al-Mu'awwidzatain" (Dua Surat Perlindungan). Menurut riwayat, kedua surat ini turun bersamaan sebagai permohonan perlindungan kepada Allah SWT dari godaan setan dan kejahatan lainnya.
Imam Ibnu Katsir, dalam kitab tafsirnya yang masyhur, menjelaskan kedudukan surat ini sebagai inti dari permohonan perlindungan tertinggi. Surat ini mengajarkan seorang mukmin untuk berlindung sepenuhnya kepada Rabb (Pemelihara) yang Maha Menguasai segala urusan, Al-Malik (Raja), dan Al-Ilah (Sesembahan) yang berhak disembah.
Surat ini terdiri dari 6 ayat:
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (Rabb) manusia,
Raja manusia,
Sembahan (Ilah) manusia,
Dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi (atau yang menghilang bila diingat),
Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
Dari (golongan) jin dan manusia."
Ibnu Katsir menekankan pentingnya memulai permohonan perlindungan dengan mengakui tiga sifat kesempurnaan Allah SWT yang mencakup segala aspek kebutuhan manusia. Beliau menjelaskan bahwa ketika seorang hamba berlindung, ia harus meyakini bahwa Allah adalah Rabbun Naas (Pemelihara Manusia) yang mengurus segala urusan mereka, menciptakan mereka, dan mendidik mereka dengan nikmat-Nya. Selanjutnya, Allah adalah Malikun Naas (Raja Manusia) yang memiliki otoritas mutlak atas mereka, tidak ada raja lain yang mampu menandingi kekuasaan-Nya. Dan yang ketiga, Allah adalah Ilahun Naas (Sesembahan Manusia), satu-satunya yang berhak diibadahi, yang dicintai, ditakuti, dan diharapkan pertolongannya.
Ketiga penyebutan ini (Rabb, Malik, Ilah) mencakup tauhid rububiyah, uluhiyah, dan malikiyah, menegaskan bahwa hanya Zat yang memiliki ketiga sifat sempurna inilah yang layak menjadi tempat perlindungan dari segala marabahaya.
Ayat keempat adalah inti permohonan. Ibnu Katsir menafsirkan "Al-Waswaas Al-Khannaas" sebagai sumber kejahatan utama yang mengganggu ketenangan jiwa manusia, yaitu setan. "Waswaas" berarti bisikan atau godaan yang datang secara halus dan samar-samar, mendorong pada perbuatan buruk atau keraguan terhadap kebenaran.
Adapun kata "Al-Khannaas", Ibnu Katsir menjelaskan maknanya berdasarkan riwayat dari Mujahid dan ulama lainnya, yaitu setan itu akan mundur atau bersembunyi (menghilang) ketika seorang hamba mengingat Allah (berzikir) atau membaca Al-Qur'an. Ketika kelalaian melanda, setan itu kembali mendekat. Ini menunjukkan bahwa pertahanan terbaik melawan bisikan jahat adalah ketaatan dan mengingat Allah.
"Alladzii Yuwaswisu fii Shudurinnas" (Yang membisikkan ke dalam dada manusia). Ibnu Katsir menegaskan bahwa sasaran utama godaan setan adalah hati (shudur), karena hati adalah pusat kehendak, niat, dan keimanan seseorang. Setan tidak bisa memaksa, melainkan hanya membisikkan keraguan, menumbuhkan syahwat, dan menampakkan keburukan sebagai kebaikan, agar manusia terjerumus dalam kesesatan. Bisikan ini menargetkan kelemahan alami manusia.
Ayat penutup ini memperjelas jenis makhluk yang menjadi sumber bisikan tersebut: "Minal Jinnati Wan Naas" (Dari golongan jin dan manusia).
Menurut Ibnu Katsir, penyebutan dua golongan ini menunjukkan bahwa bahaya bisikan jahat tidak hanya datang dari alam gaib (jin), tetapi juga dari sesama manusia yang hatinya telah dikuasai oleh syaitan. Setan dari kalangan manusia ini disebut juga sebagai "syaitan insi" yang tugasnya menggoda manusia melalui perkataan, perbuatan, atau pergaulan yang merusak aqidah dan akhlak. Oleh karena itu, perlindungan harus mencakup dari bahaya setan jin maupun setan manusia.
Tafsir Ibnu Katsir atas surat An-Nas menegaskan bahwa surat ini adalah doa perlindungan komprehensif. Seorang Muslim diperintahkan untuk secara sadar dan berulang kali memohon perlindungan kepada Allah, mengakui keesaan-Nya dalam kepemilikan (Malik), pengasuhan (Rabb), dan peribadatan (Ilah), sebagai benteng utama melawan musuh tersembunyi (setan jin dan manusia) yang berusaha merusak hati dan iman.
Membaca dan memahami tafsir ini memotivasi seorang mukmin untuk menjadikan surat An-Nas sebagai tameng harian, mengingat bahwa peperangan spiritual melawan bisikan jahat adalah perjuangan yang terus menerus selama seseorang masih memiliki hati yang harus dijaga.