Surat An-Nisa', yang berarti "Wanita", merupakan surat Madaniyah yang membahas berbagai aspek kehidupan seorang Muslim, mulai dari hukum keluarga, sosial, hingga peperangan. Di antara ayat-ayatnya yang penting dan sarat makna adalah ayat 71 hingga 80. Rangkaian ayat ini memberikan peringatan tegas kepada kaum mukmin terkait sikap mereka dalam menghadapi musuh, serta menegaskan konsekuensi dari ketaatan dan ketidaktaatan terhadap perintah Allah SWT.
Ayat 71 surat An-Nisa' memulai dengan seruan, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (untuk berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu: 'Kamu bukanlah seorang beriman' (lalu kamu membunuhnya)..." Ayat ini menekankan pentingnya kehati-hatian dan tabayyun (klarifikasi) dalam setiap tindakan, terutama dalam situasi genting seperti perang. Larangan untuk mengkafirkan atau membunuh seseorang yang mengucapkan salam adalah prinsip dasar dalam Islam yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (untuk berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu: 'Kamu bukanlah seorang beriman' (lalu kamu membunuhnya), karena kamu mencari keuntungan duniawi, padahal di sisi Allah ada keuntungan yang banyak. Beginilah keadaanmu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(Q.S. An-Nisa': 71)
Selanjutnya, ayat 72-73 memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya kaum mukmin bersikap dalam menghadapi musuh. Jika ada yang lebih kuat atau lebih siap di antara mereka, hendaknya tidak menjadikan itu alasan untuk berpaling dan lari dari medan perang. Sebaliknya, mereka diperintahkan untuk tetap teguh dan berjuang di jalan Allah. Ayat-ayat ini mengandung peringatan keras bagi mereka yang hanya ingin meraih keuntungan pribadi atau enggan berkorban.
"Di antara kamu ada orang yang menyatakan (karena takutnya kepada musuh): 'Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya telah menjanjikan kepada kami (kemenangan) yang tipu daya.' Katakanlah: 'Apakah kamu yang lebih ingat atau Allah?' (Ingatlah) sesungguhnya apa yang ada pada sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik."
(Q.S. An-Nisa': 72)
"Dan di antara mereka ada orang-orang yang berkata: 'Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.'"
(Q.S. An-Nisa': 73)
Memasuki ayat 74, Allah SWT secara tegas memerintahkan kaum mukmin untuk berperang di jalan-Nya. Perang ini bukan semata-mata untuk mencari kemenangan duniawi atau harta rampasan, melainkan untuk menegakkan kalimat Allah dan melindungi orang-orang yang lemah. Bagi mereka yang gugur di medan perang karena Allah, surga telah dijanjikan sebagai balasan yang kekal.
"Maka hendaklah orang-orang yang berperang di jalan Allah berjuang (fisabilillah). Orang yang berjuang di jalan Allah, lalu terbunuh atau mendapat kemenangan, akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar."
(Q.S. An-Nisa': 74)
Ayat 75-76 kemudian menjelaskan lebih lanjut mengenai kondisi umat Islam. Disebutkan bahwa ada di antara mereka yang lemah dan tidak mampu berperang, sehingga mereka berhak untuk dilindungi dan dibela oleh saudara-saudara mereka yang mampu. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan aspek keadilan sosial dan solidaritas sesama. Perjuangan di jalan Allah memiliki tingkatan yang berbeda, dan setiap orang memiliki peran sesuai dengan kemampuannya.
"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah padahal anak-anak, orang-orang yang lemah dan laki-laki yang diindung(oleh isteri-isterinya) telah memohon kepada Allah agar kamu berperang (membela mereka)? Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah, sedang di antara kamu ada orang-orang yang besar (tua) dan ada pula orang-orang yang lemah, padahal mereka tidak memiliki kemampuan apa pun dan tidak (pula) mengetahui jalan (untuk mencapai kesejahteraan)? Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thagut; maka perangilah olehmu wali-wali syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah."
(Q.S. An-Nisa': 75)
"Berperanglah di jalan Allah, kamu tidak dibebani melainkan dengan kewajibanmu sendiri. Kobarkanlah semangat orang-orang beriman (kepada mereka akan berguna). Semoga Allah menolak kekuatan orang-orang yang tidak percaya itu. Dan Allah lebih keras siksa-Nya dan lebih keras hukuman-Nya."
(Q.S. An-Nisa': 76)
Pada ayat 77, Allah SWT mengingatkan tentang bagaimana kehidupan dunia ini hanya bersifat sementara dan penuh dengan kesenangan yang menipu. Ia menyeru kepada mereka yang beriman untuk mendermakan hartanya di jalan Allah, bahkan jika itu berarti membelanjakan sebagian dari apa yang dimiliki. Perintah ini bertujuan untuk melatih jiwa agar tidak terikat pada dunia dan lebih mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat yang kekal.
"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: 'Tahanlah tanganmu (jangan berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat,' ketika diwajibkan berperang atas mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia seperti mereka takut kepada Allah, bahkan lebih dari itu takutnya. Mereka berkata: 'Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami, mengapa Engkau tidak menunda (kematian) kami sampai ajal yang sedikit lagi?' Katakanlah: 'Kesenangan dunia ini (sementara) dan akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.'"
(Q.S. An-Nisa': 77)
Ayat 78-79 kembali menegaskan bahwa kematian akan datang kepada setiap manusia, baik di tempat yang aman maupun di medan perang. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk takut mati. Kehidupan dunia hanyalah ujian, dan tujuan utama seorang mukmin adalah meraih keridaan Allah dan kebahagiaan di akhirat. Perintah untuk selalu memohon kebaikan dunia dan akhirat yang terdapat dalam ayat 73, dikuatkan kembali dalam makna ayat-ayat ini.
"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di benteng yang kokoh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka berkata: 'Ini dari sisi Allah,' tetapi jika mereka ditimpa sesuatu musibah, mereka berkata: 'Ini dari sisi-Mu (Musa).' Katakanlah: 'Semuanya (datang) dari sisi Allah.' Maka apa yang salah dengan orang-orang itu, mereka seakan-akan tidak memahami percakapan."
(Q.S. An-Nisa': 78)
"Apa pun kebaikan yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa pun keburukan yang menimpamu, itu adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Cukuplah Allah menjadi saksi."
(Q.S. An-Nisa': 79)
Terakhir, ayat 80 menegaskan kebesaran dan keluasan rahmat Allah. Siapa pun yang patuh kepada Rasul, berarti patuh kepada Allah. Dan siapa pun yang berpaling, maka Allah tidak mengutusnya sebagai penjaga bagi mereka. Ini adalah penegasan bahwa kepatuhan kepada Rasulullah SAW adalah bentuk ketaatan tertinggi kepada Allah SWT.
"Siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu sebagai pemelihara bagi mereka."
(Q.S. An-Nisa': 80)
Secara keseluruhan, ayat 71-80 surat An-Nisa' memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kewaspadaan, keberanian, kehati-hatian dalam bertindak, serta keutamaan berjuang di jalan Allah. Ayat-ayat ini juga mengingatkan agar seorang mukmin tidak terbuai oleh kesenangan dunia, melainkan senantiasa memohon kebaikan dunia dan akhirat, serta taat sepenuhnya kepada Allah dan Rasul-Nya.