Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang menjadi panduan hidup bagi umat Muslim. Salah satu bagian penting yang mengatur urusan duniawi dan ukhrawi adalah Surat An Nisa, yang berarti "Wanita". Di dalam surat ini, terdapat dua ayat yang sangat krusial dalam pembagian warisan dan penegasan tanggung jawab keluarga, yaitu ayat 11 dan 12. Kedua ayat ini tidak hanya berbicara tentang pembagian harta, tetapi juga mencakup nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap individu dalam keluarga.
Surat An Nisa ayat 11 memaparkan secara rinci bagaimana harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia harus dibagikan kepada ahli warisnya. Ayat ini dimulai dengan seruan, "Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu..." yang menegaskan bahwa aturan ini adalah ketetapan ilahi yang wajib dijalankan.
Ayat ini menetapkan prinsip dasar pembagian warisan yang dikenal dengan sistem "dzul furudl" (penerima bagian yang sudah ditentukan) dan "ashabah" (penerima sisa harta). Perbandingan dua banding satu antara anak laki-laki dan anak perempuan adalah cerminan dari tanggung jawab finansial yang lebih besar dipikul oleh laki-laki dalam sistem keluarga Arab pada masa itu, namun tetap mengandung unsur keadilan. Ayat ini juga memberikan porsi kepada orang tua pewaris dan menjelaskan beberapa skenario pembagian jika pewaris tidak memiliki anak atau memiliki saudara.
Penting untuk digarisbawahi bahwa sebelum harta dibagi, ada dua kewajiban yang harus dipenuhi terlebih dahulu: pertama, penunaian wasiat yang telah dibuat oleh pewaris (selama tidak melebihi sepertiga harta dan tidak membahayakan ahli waris), dan kedua, pelunasan seluruh utang piutang pewaris. Hal ini menunjukkan prioritas Islam dalam menyelesaikan hak-hak orang lain sebelum harta disalurkan kepada keluarga.
Melengkapi ayat sebelumnya, Surat An Nisa ayat 12 melanjutkan penjelasan mengenai pembagian warisan, kali ini lebih spesifik terkait dengan porsi suami dan istri, serta porsi saudara laki-laki dan perempuan.
Ayat ini memberikan ketetapan bagi suami yang ditinggal wafat istrinya. Jika sang istri tidak memiliki anak, maka suaminya berhak mendapatkan separuh dari harta peninggalan istrinya. Namun, jika sang istri memiliki anak, porsi suami menjadi seperempat dari harta peninggalan tersebut. Penyesuaian ini menunjukkan perhatian Islam terhadap kondisi ekonomi dan tanggung jawab suami dalam memelihara anak-anak.
Selanjutnya, ayat ini juga membahas pembagian warisan bagi saudara seibu (baik laki-laki maupun perempuan). Jika hanya ada satu saudara laki-laki seibu dan satu saudara perempuan seibu, maka masing-masing mendapat separuh. Namun, jika jumlah mereka lebih dari dua orang, maka mereka berhak atas sepertiga harta secara bersama-sama. Ketentuan ini menunjukkan adanya tatanan yang jelas dalam menentukan siapa yang berhak atas harta peninggalan, bahkan dalam kasus yang lebih kompleks.
Secara keseluruhan, Surat An Nisa ayat 11 dan 12 mengajarkan beberapa prinsip penting:
Memahami dan mengamalkan isi dari Surat An Nisa ayat 11 dan 12 adalah sebuah kewajiban bagi setiap Muslim. Ini bukan sekadar urusan pembagian harta, melainkan sebuah cerminan dari kepatuhan terhadap syariat Allah dan upaya untuk membangun keluarga yang harmonis, adil, dan bertanggung jawab. Dengan memahami makna di balik setiap ketetapan, umat Muslim dapat menjalankan amanah warisan dengan sebaik-baiknya, seraya menjaga silaturahmi dan keutuhan keluarga.