Surat An-Nas, yang merupakan surat terakhir dalam mushaf Al-Qur'an, memiliki posisi spiritual yang sangat penting. Surat yang pendek namun padat makna ini secara khusus berbicara tentang perlindungan diri dari bisikan jahat (waswas) yang datang dari golongan jin dan manusia. Pertanyaan mengenai di mana surat ini diturunkan, yaitu kota mana yang menjadi saksi peristiwa turunnya wahyu ini, membawa kita menelusuri sejarah awal Islam.
Secara umum, mayoritas ulama tafsir dan sirah menetapkan bahwa surat-surat Al-Qur'an dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan tempat penurunannya: Makkiyah (diturunkan sebelum Hijrah ke Madinah) dan Madaniyah (diturunkan setelah Hijrah). Surat An-Nas, berdasarkan analisis tematik dan konteks historisnya, digolongkan sebagai surat **Madaniyah**.
Penentuan Lokasi Geografis: Madinah Al-Munawwarah
Jika An-Nas tergolong Madaniyah, maka secara otomatis kota tempat surat ini diturunkan adalah **Madinah Al-Munawwarah**. Periode Madaniyah dimulai setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beserta para sahabat hijrah dari Mekkah pada tahun 622 Masehi. Kehidupan di Madinah sangat berbeda dengan di Mekkah; umat Islam mulai membangun fondasi negara, menghadapi tantangan peperangan, dan memerlukan panduan hukum serta spiritual yang lebih komprehensif.
Surat-surat Madaniyah seringkali membahas aspek hukum, sosial, dan pertempuran melawan musuh-musuh Islam yang mulai terlihat secara fisik. Meskipun An-Nas berfokus pada perlindungan spiritual—melawan musuh tak kasat mata (waswas)—konteks penurunannya di Madinah sangat relevan. Di tengah gejolak politik dan militer di Madinah, kebutuhan akan ketenangan hati dan benteng spiritual yang kuat menjadi sangat mendesak.
Penurunan ayat-ayat pelindung seperti Al-Falaq dan An-Nas di Madinah sering dikaitkan dengan kebutuhan umat Islam untuk berlindung dari gangguan yang spesifik, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik, setelah mereka mendirikan komunitas yang lebih terorganisir.
Kisah Khusus di Balik Penurunan An-Nas
Meskipun klasifikasi Madaniyah sudah memberikan petunjuk geografis (Madinah), beberapa riwayat tafsir mengaitkan penurunan surat An-Nas (bersama dengan Al-Falaq) dengan suatu peristiwa spesifik yang dialami Rasulullah SAW ketika beliau berada di Madinah. Riwayat yang paling masyhur menyebutkan bahwa kedua surat ini diturunkan sebagai respons terhadap upaya sihir yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW oleh seorang Yahudi dari suku Bani Zuraiq bernama Labid bin Al-A'sham.
Menurut narasi ini, Rasulullah SAW terkena dampak sihir tersebut hingga beberapa hari beliau merasa seolah-olah sedang melakukan sesuatu padahal tidak melakukannya. Jibril datang membawa wahyu berupa Surat Al-Falaq dan Surat An-Nas sebagai penawar (ruqyah). Dengan membacakan kedua surat ini, dampak sihir tersebut terlepas. Kejadian ini menegaskan bahwa Madinah adalah panggung bagi turunnya wahyu yang menjawab tantangan konkret yang dihadapi Nabi dalam kehidupan sosial dan spiritualnya di kota tersebut.
Perbedaan Makkiyah dan Madaniyah Terkait An-Nas
Mengapa pemahaman kota penurunan penting? Surat Makkiyah cenderung berfokus pada tauhid, keesaan Allah, hari kiamat, dan keteguhan iman di tengah penindasan. Sementara itu, surat Madaniyah lebih banyak membahas tata cara beribadah, hukum perdata dan pidana, serta pertahanan diri. Surat An-Nas, dengan fokusnya pada permohonan perlindungan spesifik ("Minal jinnati wan nas" - dari golongan jin dan manusia), sangat selaras dengan kebutuhan komunitas Muslim yang sedang berjuang untuk eksistensi dan keamanan di Madinah.
Oleh karena itu, ketika membahas **surat an nas diturunkan di kota** Madinah, kita mengaitkannya dengan masa pembentukan pemerintahan Islam yang membutuhkan perlindungan ilahi terhadap segala bentuk gangguan eksternal dan internal. Madinah menjadi wadah bagi turunnya ayat-ayat yang tidak hanya mengajarkan akidah, tetapi juga cara praktis berlindung dalam kehidupan sehari-hari, menegaskan bahwa perlindungan Allah adalah benteng tertinggi, terlepas dari siapa atau apa yang mengancam.
Signifikansi Madinah Sebagai Kota Wahyu Terakhir
Madinah adalah kota yang melahirkan peradaban Islam yang terstruktur. Penurunan surat-surat perlindungan di sana menunjukkan bahwa perlindungan dari Allah harus menyertai setiap langkah pembangunan umat. Surat An-Nas mengajarkan umat Islam untuk selalu mengingat tiga tingkatan perlindungan: berlindung kepada Rabb (Allah), berlindung kepada Al-Malik (Raja yang Maha Menguasai), dan berlindung kepada Al-Ilah (Sesembahan yang berhak disembah). Ketiga tingkatan ini harus diinternalisasi oleh setiap muslim yang hidup di lingkungan sosial yang kompleks seperti Madinah saat itu.