Keutamaan dan Makna Mendalam Surah An Nisa Ayat 64

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah." (Q.S. An Nisa: 64)
Ilustrasi Ayat 64 Surah An Nisa tentang Ketaatan kepada Rasul.

Dalam lautan hikmah Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang menyimpan pesan fundamental bagi umat manusia. Salah satunya adalah Surah An Nisa ayat 64. Ayat ini tidak hanya menegaskan peran para nabi dan rasul, tetapi juga menggarisbawahi esensi ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya melalui para utusan-Nya. Memahami ayat ini secara mendalam membuka cakrawala baru tentang hubungan antara pencipta, utusan-Nya, dan kita sebagai umat.

Ayat 64 dari Surah An Nisa (yang berarti "Wanita") merupakan ayat yang sarat makna, berbicara langsung tentang otorisasi ilahi yang diberikan kepada para rasul. Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah."

Makna di balik ayat ini sangatlah mendalam. Pertama-tama, ia menegaskan bahwa setiap rasul yang diutus oleh Allah SWT membawa misi ilahi. Mereka bukanlah individu yang bertindak atas kemauan sendiri, melainkan utusan yang diperintahkan dan diberdayakan oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya. Tugas utama mereka adalah untuk membimbing umat manusia menuju jalan yang lurus, kebaikan, dan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.

Kunci utama dari ayat ini terletak pada frasa "dengan seizin Allah" (بِإِذْنِ اللَّهِ). Ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada rasul pada hakikatnya adalah ketaatan kepada Allah. Para rasul tidak menuntut ketaatan untuk kepentingan pribadi mereka, melainkan karena perintah Allah. Ketaatan ini adalah bentuk ibadah, penghambaan diri, dan pengakuan atas kebenaran wahyu yang dibawa oleh para utusan-Nya. Tanpa izin dan mandat dari Allah, seorang rasul tidak akan memiliki otoritas untuk memimpin atau diikuti. Ini adalah penegasan bahwa otoritas tertinggi senantiasa berada di tangan Allah SWT.

Memahami Surah An Nisa ayat 64 juga berarti memahami pentingnya mengikuti sunnah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau adalah nabi terakhir yang diutus Allah untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Ketaatan kepada Rasulullah SAW, sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur'an dan Hadits, merupakan konsekuensi logis dari iman kita kepada Allah. Mengikuti ajaran, tuntunan, dan contoh perilaku beliau adalah cara kita menunjukkan pengakuan atas kenabiannya dan kepatuhan kita kepada Allah.

Lebih jauh lagi, ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap perintah dan larangan yang dibawa oleh para rasul memiliki hikmah dan kebaikan di baliknya, meskipun terkadang tidak langsung terlihat oleh akal manusia. Ketaatan yang tulus akan membawa berkah dan petunjuk yang lebih besar. Sebaliknya, penolakan atau pengabaian terhadap ajaran para rasul berarti menolak perintah Allah dan menempuh jalan kesesatan yang dapat berujung pada kerugian dunia dan akhirat.

Dalam konteks sosial, Surah An Nisa ayat 64 mengajarkan tentang pentingnya memiliki pemimpin yang adil dan mengikuti arahan yang benar. Para rasul adalah teladan sempurna dalam kepemimpinan dan moralitas. Mengikuti mereka berarti memposisikan diri dalam barisan kebenaran dan kebaikan. Ayat ini juga menyiratkan bahwa tidak ada hak bagi siapapun untuk memaksakan kehendak di luar koridor wahyu Ilahi. Otoritas yang sesungguhnya berasal dari Allah dan diwujudkan melalui para utusan-Nya.

Dengan merenungkan Surah An Nisa ayat 64, kita diingatkan untuk senantiasa mengoreksi diri. Apakah ketaatan kita sudah sepenuhnya tertuju kepada Allah melalui Rasul-Nya? Apakah kita masih mencari kebenaran dan petunjuk dari sumber yang tepat? Ayat ini adalah kompas spiritual yang mengarahkan kita pada jalan yang diridhai. Ia mengajak kita untuk tidak menjadikan hawa nafsu atau pandangan manusia semata sebagai rujukan utama, melainkan berpegang teguh pada petunjuk Ilahi yang disampaikan melalui para nabi dan rasul.

Sebagai kesimpulan, Surah An Nisa ayat 64 bukan sekadar ayat yang dibaca, melainkan sebuah kaidah fundamental yang harus dihidupi. Ia adalah pondasi keimanan dan landasan moralitas bagi setiap Muslim. Dengan senantiasa mengingat dan mengamalkan makna ayat ini, semoga kita senantiasa berada dalam naungan rahmat dan petunjuk Allah SWT.

🏠 Homepage