An Nisa Ayat 19
Simbolisasi keharmonisan dan nilai-nilai Islami

Menelaah Keindahan Makna Surah An Nisa Ayat 19: Fondasi Hubungan yang Mulia

Dalam lautan hikmah Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang secara spesifik menggarisbawahi pentingnya akhlak mulia dalam setiap aspek kehidupan, tak terkecuali dalam interaksi antar sesama manusia, terutama dalam rumah tangga. Surah An Nisa, yang merupakan surah keempat dalam Al-Qur'an, menyimpan banyak mutiara petunjuk. Salah satu ayat yang sarat makna dan seringkali menjadi rujukan dalam pembahasan etika rumah tangga adalah ayat ke-19.

وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاۤؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًا ۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

(QS. An Nisa: 19)

Ayat ini memiliki makna yang begitu mendalam, menyerukan kepada kaum mukmin untuk tidak menikahi wanita yang pernah dinikahi oleh ayah mereka, kecuali yang telah terjadi di masa lalu (sebelum Islam datang). Allah SWT menyebut perbuatan tersebut sebagai "fahisyah" (kekejian) dan "maqtan" (kebencian yang sangat besar), serta menegaskan bahwa itu adalah jalan yang buruk.

Inti Perintah dan Larangan

Secara harfiah, ayat ini adalah perintah tegas untuk menghindari pernikahan dengan ibu tiri atau wanita lain yang pernah dinikahi oleh ayah. Larangan ini bukan semata-mata soal adat atau tradisi, melainkan berakar pada prinsip kesucian nasab dan tatanan keluarga yang harus dijaga. Pernikahan semacam itu dianggap melanggar tatanan fitrah manusia dan merusak hubungan kekerabatan yang seharusnya dijaga dengan baik.

Allah SWT menyebutnya sebagai "fahisyah" karena melanggar norma kesucian dan kehormatan keluarga. Bayangkan betapa rusaknya sebuah keluarga jika ada pernikahan antara anak dengan wanita yang pernah menjadi ibu tirinya. Selain itu, disebut sebagai "maqtan" yang berarti dibenci, bahkan sangat dibenci. Kebencian ini datang dari Allah SWT, dari para malaikat, dan dari manusia berakal sehat. Ini menunjukkan betapa buruknya perbuatan tersebut di mata syariat Islam.

Lebih dari Sekadar Larangan Pernikahan

Namun, tafsir Surah An Nisa ayat 19 tidak berhenti pada larangan pernikahan semata. Para ulama tafsir seringkali mengaitkan ayat ini dengan prinsip-prinsip umum dalam membangun hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang, baik antara suami istri, maupun dalam interaksi keluarga secara luas. Ayat ini mengajarkan tentang pentingnya menjaga batas-batas kesucian dan kehormatan dalam setiap relasi.

Bagi pasangan suami istri, ayat ini bisa dimaknai sebagai sebuah pengingat untuk senantiasa menghargai dan menjaga kehormatan satu sama lain. Suami harus menjaga kehormatan istri, dan istri pun harus menjaga kehormatan suami. Hal ini juga meluas kepada hubungan dengan keluarga besar, di mana penting untuk menjaga adab dan etika agar tidak terjadi hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah atau merusak hubungan.

Dalam konteks yang lebih luas, Surah An Nisa ayat 19 mengajarkan pentingnya menghindari segala bentuk hubungan yang melampaui batas kesucian. Ini termasuk dalam hal menjaga pandangan, perkataan, dan perbuatan agar tidak menjurus pada hal-hal yang dilarang oleh agama. Keharmonisan dalam rumah tangga dan masyarakat sangat bergantung pada pemahaman dan pengamalan prinsip-prinsip kesucian dan kehormatan ini.

Menciptakan Lingkungan Keluarga yang Sakinah

Dengan memahami dan mengamalkan ajaran dalam Surah An Nisa ayat 19, seorang Muslim diajak untuk senantiasa menjaga kesucian dan kehormatan dalam setiap interaksi. Ini adalah fondasi penting dalam membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, di mana setiap anggota keluarga merasa aman, dihargai, dan dicintai dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT. Menghindari segala sesuatu yang dapat merusak tatanan keluarga dan menjaga hubungan baik dengan sesama adalah esensi dari ayat mulia ini.

Ayat ini juga mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam segala tindakan, terutama yang berkaitan dengan pernikahan dan hubungan antar manusia. Memilih pasangan hidup haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip syariat dan etika Islami, bukan sekadar hawa nafsu atau tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan keluarga yang bahagia dunia akhirat.

🏠 Homepage