Simbol yang merepresentasikan keseimbangan dan keadilan.
Dalam ajaran Islam, distribusi harta warisan merupakan salah satu aspek penting yang diatur secara rinci dalam Al-Qur'an. Hal ini mencerminkan perhatian besar Islam terhadap keadilan, keseimbangan, dan pemenuhan hak setiap anggota keluarga. Salah satu ayat yang menjadi landasan utama dalam pembagian waris adalah Surah An-Nisa ayat 7. Ayat ini tidak hanya memberikan ketetapan hukum, tetapi juga mengandung hikmah mendalam tentang bagaimana kekayaan seharusnya mengalir dalam masyarakat Muslim untuk mencegah kesenjangan dan menjaga kerukunan.
Surah An-Nisa sendiri secara keseluruhan banyak membahas tentang perempuan dan urusan keluarga, termasuk hak-hak mereka. Ayat 7 dari surah ini secara spesifik menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki bagian yang telah ditetapkan dalam harta warisan orang tua dan kerabat. Ini merupakan penegasan yang revolusioner pada masanya, di mana dalam banyak peradaban kuno, hak waris perempuan sering kali diabaikan atau dibatasi.
"Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabat, dan bagi perempuanpun ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabat, baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan."
Ayat ini secara lugas menyatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan warisan. Kata "lakil-rijali" (bagi laki-laki) dan "walinnisa'i" (dan bagi perempuan) menunjukkan kesetaraan dalam hak mendapatkan bagian. Frasa "mimmā taraka al-wālidāni wal-aqrabūna" (dari apa yang ditinggalkan oleh ibu-bapak dan kerabat) menjelaskan sumber harta yang diwariskan, yaitu peninggalan orang tua dan kerabat dekat.
Lebih lanjut, ayat ini menegaskan bahwa ukuran harta warisan, baik sedikit maupun banyak ("mimmā qalla minhu aw kathura"), tidak mengurangi hak mereka. Ini berarti bahwa setiap orang yang berhak akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan porsi yang telah ditentukan oleh syariat. Kata "nashīban mafrūḍan" (bagian yang telah ditetapkan) merujuk pada hukum-hukum pembagian waris yang lebih rinci yang dijelaskan dalam ayat-ayat selanjutnya dalam Surah An-Nisa dan juga dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
Keadilan dalam Pembagian Waris
Meskipun ayat ini menetapkan hak bagi laki-laki dan perempuan, penting untuk dicatat bahwa pembagiannya tidak selalu sama rata. Islam menetapkan aturan pembagian yang didasarkan pada peran dan tanggung jawab masing-masing dalam keluarga dan masyarakat. Secara umum, laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari perempuan ketika mereka memiliki kedudukan yang sama dalam garis keturunan (misalnya, anak laki-laki dan anak perempuan dari orang tua yang sama).
Penetapan ini memiliki alasan yang sangat logis dan adil dalam konteks sosial pada zaman turunnya ayat tersebut dan terus relevan hingga kini. Laki-laki dalam pandangan Islam memiliki tanggung jawab finansial untuk menafkahi keluarga, termasuk istri dan anak-anaknya. Oleh karena itu, bagian warisan yang lebih besar diberikan kepada mereka untuk memastikan kemampuan mereka dalam memenuhi kewajiban tersebut. Sementara itu, perempuan, meskipun memiliki hak waris, tidak dibebani kewajiban nafkah untuk keluarga. Harta warisan yang mereka terima menjadi hak milik pribadi yang dapat mereka kelola sesuai keinginan, baik untuk diri sendiri, keluarga mereka sendiri, atau untuk tujuan kebaikan lainnya.
Hikmah di Balik Penetapan Bagian
QS An Nisa ayat 7 mengajarkan kita pentingnya keadilan substantif, bukan hanya keadilan formal. Keadilan dalam pembagian waris ini bertujuan untuk:
Memahami QS An Nisa ayat 7 lebih dari sekadar mempelajari aturan hukum. Ayat ini adalah pengingat akan pentingnya keadilan, keseimbangan, dan kasih sayang dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam urusan harta pusaka. Dengan mengamalkan ketentuan waris dalam Islam, umat Muslim diharapkan dapat menciptakan keluarga yang harmonis, masyarakat yang adil, dan ekonomi yang stabil, sesuai dengan tuntunan Ilahi.