Ortografis: Memahami Ejaan dan Kaidah Tata Tulis Bahasa Indonesia

Ortografis merupakan fondasi penting dalam setiap bahasa tulis, dan di Bahasa Indonesia, ia memegang peranan krusial dalam menjamin komunikasi yang jelas, efektif, dan baku. Lebih dari sekadar kumpulan aturan, ortografis adalah cerminan dari kematangan dan evolusi suatu bahasa, serta jembatan penghubung antar penutur agar pesan tersampaikan tanpa ambiguitas. Artikel ini akan menyelami secara mendalam seluk-beluk ortografis Bahasa Indonesia, merujuk pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai panduan utama, sekaligus membahas sejarah, elemen-elemen kunci, kesalahan umum, dan relevansinya di era modern.

Sebuah pena dan buku catatan yang melambangkan aturan penulisan dan tata bahasa.

I. Pendahuluan: Memahami Ortografis dalam Bahasa Indonesia

Secara etimologis, kata "ortografis" berasal dari bahasa Yunani, yaitu orthos yang berarti 'benar' dan graphos yang berarti 'menulis'. Dengan demikian, ortografis dapat diartikan sebagai tata cara menulis yang benar. Dalam konteks kebahasaan, ortografis merujuk pada keseluruhan sistem aturan tentang bagaimana sebuah bahasa dituliskan, mencakup aspek ejaan, penggunaan huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, hingga penggunaan tanda baca.

Di Bahasa Indonesia, panduan utama yang mengatur ortografis adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). PUEBI menggantikan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sejak tahun 2015, membawa beberapa penyempurnaan dan penyesuaian agar ejaan Bahasa Indonesia semakin akomodatif terhadap perkembangan bahasa dan ilmu pengetahuan.

Pentingnya Ortografis dalam Komunikasi

Mengapa ortografis begitu penting? Menguasai dan menerapkan kaidah ortografis yang benar bukan hanya tentang kepatuhan terhadap aturan, melainkan juga tentang efektivitas komunikasi. Berikut beberapa alasannya:

Ruang lingkup artikel ini akan sangat luas, mencakup aspek-aspek fundamental hingga nuansa terkecil dalam penulisan Bahasa Indonesia yang benar, semuanya berdasarkan PUEBI. Mari kita mulai perjalanan ini dengan memahami sejarah evolusi ejaan Bahasa Indonesia.

II. Sejarah Singkat Ejaan Bahasa Indonesia: Sebuah Evolusi

Ejaan Bahasa Indonesia tidak muncul begitu saja. Ia adalah hasil dari proses panjang penyempurnaan yang mencerminkan dinamika sosial, politik, dan keilmuan bangsa Indonesia. Memahami sejarah ini membantu kita menghargai nilai dari ejaan yang kita gunakan saat ini.

1. Ejaan Van Ophuijsen (1901)

Ejaan pertama yang dibakukan untuk Bahasa Melayu (yang kemudian menjadi cikal bakal Bahasa Indonesia) disusun oleh Prof. Charles Adriaan van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1901 dan dikenal sebagai "Ejaan Van Ophuijsen".

Ciri-ciri utamanya antara lain:

Ejaan ini berlaku selama lebih dari empat dekade dan menjadi dasar penulisan dokumen-dokumen resmi serta karya sastra pada masa itu.

2. Ejaan Soewandi (1947)

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, muncul kebutuhan akan ejaan yang lebih nasionalis dan disesuaikan dengan perkembangan bahasa. Pada 19 Maret 1947, Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mr. Soewandi, meresmikan ejaan baru yang dikenal sebagai "Ejaan Republik" atau "Ejaan Soewandi".

Perubahan-perubahan penting pada Ejaan Soewandi meliputi:

Ejaan Soewandi menunjukkan semangat kemerdekaan dan upaya untuk mandiri dalam standar kebahasaan.

3. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) (1972-2015)

Setelah lebih dari dua dekade, Ejaan Soewandi dirasa perlu disempurnakan lagi seiring dengan perkembangan bahasa dan ilmu pengetahuan. Pada 16 Agustus 1972, Presiden Soeharto meresmikan penggunaan "Ejaan Yang Disempurnakan" (EYD). EYD merupakan tonggak penting dalam sejarah ortografis Bahasa Indonesia karena menjadi acuan baku yang sangat komprehensif dan digunakan secara luas selama 43 tahun.

Beberapa perubahan dan penyesuaian utama dalam EYD adalah:

EYD juga disepakati bersama oleh Indonesia dan Malaysia dalam "Ejaan Bersama" (Ejaan Rumi Bersama) untuk Bahasa Melayu, yang bertujuan menyelaraskan ejaan kedua negara. EYD diterbitkan dalam bentuk buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (PUEYD).

4. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) (2015-Sekarang)

Pada tahun 2015, melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015, EYD resmi digantikan oleh "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia" (PUEBI). Perubahan ini bukan revolusioner, melainkan penyempurnaan dari EYD, terutama dalam mengakomodasi perkembangan bahasa dan teknologi. PUEBI merupakan versi terkini dan paling relevan yang harus dijadikan acuan.

Beberapa poin penting dalam PUEBI adalah:

PUEBI kini menjadi standar baku yang digunakan di seluruh Indonesia, dari lingkungan pendidikan hingga media massa dan dokumen resmi. Memahami PUEBI berarti menguasai ortografis Bahasa Indonesia yang paling mutakhir.

Kaca pembesar yang memeriksa teks, melambangkan detail dan ketelitian dalam ortografis.

III. Penulisan Huruf: Fondasi Ejaan

Huruf adalah unit terkecil dalam sistem penulisan yang membentuk kata. PUEBI mengatur penggunaan berbagai jenis huruf dan cara penulisannya.

1. Huruf Abjad

Abjad Bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf, yaitu A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z. Setiap huruf memiliki nama dan bunyi yang khas. Penguasaan abjad adalah langkah pertama dalam penguasaan ejaan.

2. Huruf Vokal

Huruf vokal adalah huruf yang melambangkan bunyi vokal, yaitu bunyi yang dihasilkan tanpa hambatan pada saluran suara. Dalam Bahasa Indonesia, terdapat lima huruf vokal:

3. Huruf Konsonan

Huruf konsonan adalah huruf yang melambangkan bunyi konsonan, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan adanya hambatan pada saluran suara. Selain huruf vokal, 21 huruf abjad lainnya adalah huruf konsonan (b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z).

Beberapa konsonan memiliki kekhususan:

4. Huruf Diftong

Diftong adalah gabungan dua huruf vokal yang bunyinya diucapkan sekaligus sebagai satu bunyi (vokal rangkap). Dalam Bahasa Indonesia, terdapat empat diftong:

Penting untuk membedakan diftong dari dua vokal berurutan yang bukan diftong. Misalnya, pada kata "ruang", 'u' dan 'a' diucapkan terpisah, bukan sebagai satu bunyi. Begitu juga pada kata "saat", 'a' dan 'a' diucapkan terpisah.

5. Gabungan Huruf Konsonan

Gabungan huruf konsonan adalah dua huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi konsonan. Dalam Bahasa Indonesia, ada empat gabungan huruf konsonan:

Gabungan ini adalah unit bunyi tunggal, bukan dua bunyi konsonan yang terpisah.

6. Penggunaan Huruf Kapital

Huruf kapital (huruf besar) memiliki banyak aturan penggunaan yang sangat penting untuk kejelasan dan formalitas tulisan. Kesalahan dalam penggunaan huruf kapital sering terjadi.

  1. Awal Kalimat: Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.
    Contoh: Dia pergi ke sekolah. Apa kabarmu?
  2. Petikan Langsung: Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
    Contoh: Ibu bertanya, "Apakah kamu sudah makan?"
  3. Nama Tuhan, Kitab Suci, dan Kata Ganti Tuhan:
    Contoh: Allah, Tuhan, Al-Qur'an, Injil, Weda, Kristen, Islam, Hindu, Keagungan-Nya, Dia (merujuk Tuhan).
  4. Nama Orang, Julukan, Nama Geografi:
    Contoh: Ahmad Yani, Bung Karno, Jawa Barat, Selat Malaka.
    Pengecualian: Jika nama geografis bukan nama diri, tidak kapital. Misalnya: berlayar ke laut lepas, mandi di sungai.
    Nama jenis yang mengikuti nama geografi juga tidak kapital, kecuali bagian dari nama diri. Misalnya: danau Toba, gunung Semeru (nama jenisnya 'danau' dan 'gunung' tidak kapital). Tapi: Jalan Kartini, Kota Medan (karena 'Jalan' dan 'Kota' adalah bagian dari nama diri).
  5. Nama Bangsa, Suku Bangsa, dan Bahasa:
    Contoh: bangsa Indonesia, suku Jawa, bahasa Inggris.
    Pengecualian: Jika tidak menunjukkan nama diri, tidak kapital. Misalnya: keindonesiaan, kejawaan.
  6. Nama Tahun, Bulan, Hari, Hari Raya, dan Peristiwa Sejarah:
    Contoh: tahun Masehi, bulan Agustus, hari Senin, hari raya Idul Fitri, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
  7. Nama Resmi Lembaga, Badan, Organisasi, atau Dokumen:
    Contoh: Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  8. Gelar Kehormatan, Keturunan, Keagamaan, Akademik, dan Nama Jabatan/Pangkat:
    Contoh: Sultan Hamengkubuwono X, Nabi Muhammad, Dr. (Doktor) Ahmad, Prof. (Profesor) Budi, Presiden Republik Indonesia, Gubernur Jawa Tengah.
    Pengecualian: Jika tidak diikuti nama orang atau tidak merujuk pada orang tertentu, tidak kapital. Misalnya: setiap presiden memiliki masa jabatan, siapa gubernur baru itu?
  9. Huruf Pertama Kata Penunjuk Hubungan Kekerabatan: Seperti Bapak, Ibu, Kakak, Adik, Paman, jika digunakan sebagai sapaan atau pengganti nama diri.
    Contoh: "Silakan duduk, Pak." "Kapan Ibu datang?"
    Pengecualian: Jika bukan sebagai sapaan atau pengganti nama. Misalnya: kami punya bapak dan ibu.
  10. Huruf Pertama Kata Ganti Anda:
    Contoh: Apakah Anda sudah membaca buku ini?
  11. Judul Buku, Artikel, Majalah, Surat Kabar, dan Karya Tulis: Semua kata, kecuali kata tugas (seperti di, ke, dari, untuk, yang, dan, atau), diawali dengan huruf kapital.
    Contoh: Dari Masa Ke Masa, Hutan Hujan Tropis.

7. Penggunaan Huruf Miring

Huruf miring (italics) juga memiliki fungsi spesifik dalam penulisan:

  1. Judul Buku, Nama Majalah, atau Nama Surat Kabar: yang dikutip dalam tulisan.
    Contoh: Saya membaca buku Filosofi Teras. Berita itu dimuat di majalah Tempo.
  2. Penegasan atau Pengkhususan Huruf, Bagian Kata, atau Kelompok Kata:
    Contoh: Kata jangan memiliki arti larangan. Huruf pertama kata abad adalah a.
  3. Kata atau Ungkapan Asing atau Daerah:
    Contoh: Upacara itu diakhiri dengan pembacaan do'a. Istilah lingua franca sering digunakan.
    Pengecualian: Jika kata asing tersebut sudah diserap sempurna dan menjadi bagian dari Bahasa Indonesia (misalnya: data, komitmen, standar), tidak perlu dimiringkan.

IV. Penulisan Kata: Struktur Bahasa

Bagian ini membahas berbagai jenis kata dan kaidah penulisannya, yang merupakan tulang punggung dalam menyusun kalimat yang benar.

1. Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang belum mengalami proses pembentukan (afiksasi, reduplikasi, atau penggabungan). Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.


Contoh: makan, tidur, buku, rumah, pergi, indah, baru.

2. Kata Berimbuhan (Kata Turunan)

Imbuhan adalah morfem terikat yang melekat pada kata dasar untuk membentuk kata baru dengan makna atau fungsi yang berbeda. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

a. Awalan (Prefiks)

Awalan ditulis serangkai dengan kata dasar.

Penting: Perhatikan penulisan di- sebagai awalan (dirangkai) dan di sebagai kata depan (dipisah).
Contoh awalan: ditulis (kata kerja pasif), dibaca.
Contoh kata depan: di rumah (menunjukkan tempat), di sekolah.

b. Sisipan (Infiks)

Sisipan ditulis serangkai di tengah kata dasar.

Sisipan tidak terlalu produktif dalam pembentukan kata baru modern.

c. Akhiran (Sufiks)

Akhiran ditulis serangkai dengan kata dasar.

d. Gabungan Imbuhan (Konfiks)

Konfiks adalah gabungan awalan dan akhiran yang melekat secara simultan pada kata dasar. Penulisannya tetap serangkai.

3. Kata Ulang

Kata ulang adalah kata yang mengalami pengulangan, baik sebagian maupun seluruhnya, dan seringkali diikuti dengan imbuhan atau perubahan bunyi. Kata ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-).

4. Gabungan Kata (Kata Majemuk)

Gabungan kata adalah dua kata atau lebih yang membentuk satu makna baru. Penulisannya ada yang dipisah dan ada yang dirangkai.

a. Unsur Terpisah

Gabungan kata yang umumnya ditulis terpisah.

Penting: Jika gabungan kata mendapat awalan dan/atau akhiran sekaligus, penulisannya dirangkai.
Contoh: bertanggung jawab menjadi bertanggungjawab; memberi tahu menjadi memberitahukan; ketidakadilan (dari 'tidak adil').
Namun, jika hanya mendapat awalan atau akhiran saja, penulisan tetap terpisah.
Contoh: bertanggung jawab (awalan saja); orang tuanya (akhiran saja).

b. Unsur Padu

Gabungan kata yang sudah sangat padu dan membentuk satu makna tunggal yang tidak lagi terurai dari unsur-unsurnya. Kata-kata ini ditulis serangkai.

5. Kata Depan (Preposisi)

Kata depan seperti di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali dalam gabungan kata yang sudah dianggap padu (seperti kepada, daripada).

Sering salah: Membedakan di- sebagai awalan dan di sebagai kata depan.
Di- awalan (kata kerja): ditulis, dibaca, dimakan.
Di kata depan (tempat): di tulis (salah), di baca (salah), di makan (salah).

6. Partikel

Partikel adalah kata tugas yang tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki fungsi gramatikal. PUEBI mengatur penulisan partikel sebagai berikut:

7. Kata Sandang

Kata sandang adalah kata yang mendampingi nomina untuk menandai nomina tersebut. Dalam Bahasa Indonesia, kata sandang seperti si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

8. Kata Ganti

Kata ganti orang pertama dan kedua tunggal (ku, kau, mu) serta kata ganti pemilik (-ku, -mu, -nya) ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya (untuk ku, kau) atau mendahuluinya (untuk -ku, -mu, -nya).

9. Penulisan Angka dan Bilangan

Angka digunakan untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. PUEBI mengatur penggunaan angka Arab (0, 1, 2, ...) dan Romawi (I, II, III, ...) serta penulisan bilangan.

  1. Angka sebagai Lambang Bilangan: Digunakan untuk menyatakan ukuran, satuan, harga, berat, jarak, dan waktu, serta nomor jalan, kamar, alamat, dll.
    Contoh: 15 kilogram, Rp 5.000,00, pukul 10.30, Jalan Sudirman No. 10.
  2. Bilangan dalam Teks: Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika bilangan terdiri atas dua kata atau lebih, sebaiknya kalimat diubah agar bilangan tidak di awal kalimat.
    Contoh: Lima belas siswa tidak hadir. (Bukan "15 siswa tidak hadir").
    Jika terpaksa di awal, tulislah dengan huruf: Seratus orang mengikuti rapat.
    Angka yang kurang dari sepuluh kata lazimnya ditulis dengan huruf, kecuali jika merupakan deretan angka.
    Contoh: Saya punya tiga buku dan dua pensil. (Bukan '3 buku').
    Kecuali: Di toko itu ada 10 buku, 5 pensil, dan 3 penghapus.
  3. Bilangan Tingkat: Dapat ditulis dengan angka Romawi, angka Arab dengan imbuhan, atau huruf.
    Contoh: abad XX, abad ke-20, abad kedua puluh; Perang Dunia I, Perang Dunia ke-1, Perang Dunia Pertama.
  4. Penulisan Uang dan Satuan: Lambang bilangan yang menunjukkan jumlah uang atau satuan ditulis dengan angka.
    Contoh: Rp 1.500.000,00; 25 kg; 100 km.
  5. Bilangan Utuh dan Pecahan:
    Contoh: 1/2 (setengah), 3/4 (tiga perempat), 2 1/4 (dua seperempat).
  6. Angka Romawi: Digunakan untuk penomoran bab, subbab, pasal, atau pada penomoran seri tahunan seperti pada kalender, atau penomoran edisi tertentu.

10. Penulisan Unsur Serapan

Bahasa Indonesia sangat kaya akan kosakata serapan dari berbagai bahasa (Sanskerta, Arab, Belanda, Inggris, Portugis, Cina, dll.). PUEBI mengatur kaidah penulisan unsur serapan agar sesuai dengan sistem ejaan Bahasa Indonesia.

Prinsip dasarnya adalah penyesuaian ejaan dan lafal agar sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia, namun tetap mempertahankan bentuk aslinya sejauh mungkin. Berikut beberapa kaidah penyesuaian yang umum:

Proses penyerapan ini memungkinkan Bahasa Indonesia terus berkembang dan mengakomodasi konsep-konsep baru dari bahasa lain tanpa kehilangan identitasnya.

V. Penulisan Tanda Baca: Jantung Kejelasan Kalimat

Tanda baca adalah elemen krusial dalam ortografis. Mereka memberikan struktur, ritme, dan kejelasan pada tulisan, mencegah ambiguitas, dan memandu pembaca dalam memahami maksud penulis. Kesalahan tanda baca adalah salah satu penyebab utama kesalahpahaman.

1. Tanda Titik (.)

Tanda titik digunakan untuk:

  1. Mengakhiri Kalimat Pernyataan:
    Contoh: Mereka sedang belajar. Pekerjaan itu sudah selesai.
  2. Belakang Angka atau Huruf dalam Bagan, Ikhtisar, atau Daftar:
    Contoh: 1. Pendahuluan. 2. Isi. 3. Penutup.
  3. Memisahkan Angka Jam, Menit, dan Detik:
    Contoh: Pukul 09.30.25 (pukul 9 lewat 30 menit 25 detik).
  4. Memisahkan Bilangan Ribuan atau Kelipatannya: yang menunjukkan jumlah.
    Contoh: Indonesia memiliki 13.466 pulau. (Bukan '13,466').
    Pengecualian: Tidak digunakan untuk bilangan yang tidak menunjukkan jumlah, seperti nomor rekening, nomor telepon, atau tahun.
    Contoh: Tahun 2024, Nomor 0812.3456.7890.
  5. Singkatan Nama Orang, Gelar, Jabatan, Pangkat:
    Contoh: A.S. (Abdul Syukur), H. (Haji), S.E. (Sarjana Ekonomi), Kol. (Kolonel).
  6. Singkatan Umum yang Sudah Sangat Lazim:
    Contoh: dll. (dan lain-lain), dsb. (dan sebagainya), dst. (dan seterusnya), a.n. (atas nama), u.b. (untuk beliau).
    Pengecualian: Jika singkatan tersebut adalah akronim (dibaca sebagai kata) atau singkatan lembaga/organisasi resmi, tidak pakai titik.
    Contoh: MPR, DPR, PT, FAO.
  7. Memisahkan Judul Bab, Subbab, atau Pasal dengan Angka Romawi: dalam daftar isi atau indeks.
    Contoh: Bab I. Pendahuluan.

2. Tanda Koma (,)

Tanda koma memiliki banyak fungsi, sering menjadi sumber kesalahan:

  1. Pemisah Unsur-Unsur dalam Suatu Pemerincian atau Pembilangan:
    Contoh: Saya membeli buku, pensil, dan pulpen.
    Penting: Koma sebelum 'dan' atau 'atau' pada unsur terakhir dalam pemerincian bersifat opsional dalam PUEBI, namun disarankan untuk kejelasan, terutama jika unsur-unsurnya kompleks.
    Contoh: Saya membeli buku, pensil, dan sebuah pulpen berwarna biru. (Lebih jelas dengan koma sebelum 'dan').
  2. Pemisah Anak Kalimat dari Induk Kalimat: jika anak kalimat mendahului induk kalimat.
    Contoh: Kalau hujan deras, saya tidak akan pergi. (Bukan "Kalau hujan deras saya tidak akan pergi").
    Jika induk kalimat mendahului anak kalimat, koma tidak dipakai.
    Contoh: Saya tidak akan pergi kalau hujan deras.
  3. Pemisah Anak Kalimat Relatif atau Keterangan Tambahan:
    Contoh: Ibu saya, yang bekerja sebagai dokter, selalu sibuk.
  4. Pemisah Kata Penghubung Antarkalimat: seperti jadi, oleh karena itu, meskipun begitu, akan tetapi, namun, yang terletak di awal kalimat.
    Contoh: Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. Namun, dia tetap tidak setuju.
  5. Pemisah Petikan Langsung dari Bagian Lain dalam Kalimat:
    Contoh: Kata ibu, "Hati-hati di jalan." "Saya akan pergi," katanya, "setelah makan."
  6. Pemisah Nama Orang dengan Gelar Akademik, Kepangkatan, atau Keturunan:
    Contoh: Budi Santoso, S.E. Ir. Ahmad, M.T.
  7. Pemisah Bagian-Bagian Alamat, Tempat, dan Tanggal:
    Contoh: Jalan Gatot Subroto No. 10, Jakarta. Jakarta, 17 Agustus.
  8. Pemisah Angka Desimal:
    Contoh: 2,5 meter. (Bukan "2.5 meter").
  9. Pemisah Keterangan yang Apresiatif:
    Contoh: Wah, indah sekali pemandangan ini!

3. Tanda Titik Koma (;)

Tanda titik koma digunakan untuk:

  1. Pemisah Bagian-Bagian Kalimat yang Sejenis dan Setara: yang dapat diganti dengan kata penghubung 'dan' atau 'tetapi'.
    Contoh: Malam semakin larut; pekerjaan belum selesai juga.
  2. Pemisah Kalimat yang Unsur-Unsurnya Berupa Pemerincian:
    Contoh: Syarat pendaftaran adalah: (1) fotokopi ijazah; (2) fotokopi KTP; dan (3) surat keterangan sehat.

4. Tanda Titik Dua (:)

Tanda titik dua digunakan untuk:

  1. Akhir Pernyataan Lengkap yang Diikuti Pemerincian atau Penjelasan:
    Contoh: Kita memerlukan perabotan rumah tangga: meja, kursi, dan lemari.
    Pengecualian: Titik dua tidak dipakai jika pemerincian itu merupakan pelengkap yang langsung mengikuti predikat.
    Contoh: Peralatan yang dibutuhkan adalah meja, kursi, dan lemari. (Tidak ada titik dua).
  2. Sesudah Kata atau Ungkapan yang Memerlukan Pemerian:
    Contoh: Ketua: Ahmad. Sekretaris: Budi.
  3. Dalam Teks Drama Sesudah Nama Pelaku:
    Contoh: Ibu: (sambil menunjuk) "Bawa kemari!"
  4. Antara Jilid atau Nomor dengan Halaman: pada daftar pustaka.
    Contoh: Majalah Bahasa dan Sastra, I, No. 2: 25-30.

5. Tanda Hubung (-)

Tanda hubung digunakan untuk:

  1. Menyambung Suku Kata yang Terpisah oleh Pergantian Baris:
    Contoh: Anak itu sangat ra-jin belajar.
  2. Menyambung Unsur Kata Ulang:
    Contoh: anak-anak, berulang-ulang, sayur-mayur.
  3. Menyambung Tanggal, Bulan, dan Tahun:
    Contoh: 17-08-1945.
  4. Merangkai Se- dengan Kata Berikutnya yang Dimulai dengan Huruf Kapital, ke- dengan Angka, Angka dengan -an:
    Contoh: se-Indonesia, hadiah ke-2, tahun 80-an.
  5. Merangkai Unsur Bahasa Indonesia dengan Unsur Bahasa Asing:
    Contoh: di-smash, me-recall, anti-ASEAN.
  6. Memisahkan Huruf dan Angka: jika keduanya bercampur dalam suatu kode.
    Contoh: P-2A, F-16.

6. Tanda Pisah (—)

Tanda pisah (lebih panjang dari tanda hubung) digunakan untuk:

  1. Membatasi Penyisipan Kata atau Kalimat yang Memberi Penjelasan di Luar Kalimat:
    Contoh: Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh para pahlawan.
  2. Menegaskan Adanya Keterangan Aposisi atau Keterangan Lain:
    Contoh: Soekarno—Proklamator Kemerdekaan Indonesia—adalah tokoh besar.
  3. Menyatakan Rentangan Jangka Waktu atau Jarak:
    Contoh: Tahun 2000—2020. Jakarta—Surabaya.

7. Tanda Tanya (?)

Tanda tanya digunakan untuk:

  1. Mengakhiri Kalimat Tanya:
    Contoh: Kapan dia datang? Siapa namamu?
  2. Menyatakan Bagian Kalimat yang Diragukan atau Belum Dapat Dibuktikan Kebenarannya: diletakkan di dalam tanda kurung.
    Contoh: Ia lahir pada tahun 1940 (?).

8. Tanda Seru (!)

Tanda seru digunakan untuk:

  1. Mengakhiri Ungkapan atau Kalimat yang Berupa Perintah, Seruan, atau Ungkapan Emosi Kuat:
    Contoh: Bersihkan meja itu! Amboi, indahnya pemandangan ini!

9. Tanda Elipsis (...)

Tanda elipsis (tiga titik) digunakan untuk:

  1. Menunjukkan Bahwa Ada Bagian Kalimat atau Kutipan yang Dihilangkan:
    Contoh: "Para siswa yang berbahagia..., marilah kita bersyukur."
  2. Menulis Tuturan yang Tidak Selesai dalam Dialog:
    Contoh: "Jadi, menurutmu...?"

10. Tanda Petik (" ")

Tanda petik ganda digunakan untuk:

  1. Mengapit Petikan Langsung: dari pembicaraan, naskah, atau bahan lain.
    Contoh: Ibu bertanya, "Kapan kamu pulang?" "Saya tidak setuju," kata dia, "dengan pendapatmu itu."
  2. Mengapit Judul Sajak, Lagu, Artikel, Naskah, atau Bab Buku: yang dipakai dalam kalimat.
    Contoh: Artikel "Bahasa dan Media Sosial" dimuat dalam majalah itu.
  3. Mengapit Istilah Ilmiah yang Kurang Dikenal atau Kata yang Mempunyai Arti Khusus:
    Contoh: "Pembubaran" kabinet itu menimbulkan krisis.

11. Tanda Petik Tunggal (' ')

Tanda petik tunggal digunakan untuk:

  1. Mengapit Petikan dalam Petikan:
    Contoh: "Dia berkata, 'Saya akan menunggu sampai kamu datang'," cerita Rudi.
  2. Mengapit Makna, Terjemahan, atau Penjelasan Kata atau Ungkapan:
    Contoh: Monolog berarti 'dialog dengan diri sendiri'.

12. Tanda Kurung (( ))

Tanda kurung digunakan untuk:

  1. Mengapit Keterangan atau Penjelasan Tambahan:
    Contoh: Bagian keuangan (lihat halaman 15) sedang memeriksa laporan.
  2. Mengapit Keterangan yang Bukan Bagian Utama Kalimat:
    Contoh: Jumlah penduduk kota itu meningkat pesat (data sensus 2020).
  3. Mengapit Huruf atau Angka: yang berfungsi sebagai penanda pemerincian.
    Contoh: Faktor-faktor produksi meliputi (a) tenaga kerja, (b) modal, dan (c) sumber daya alam.

13. Tanda Kurung Siku ([ ])

Tanda kurung siku digunakan untuk:

  1. Mengapit Keterangan dalam Kalimat Penjelas yang Sudah Bertanda Kurung:
    Contoh: Penelitian ini (lihat tabel 1 [halaman 20]) menunjukkan hasil yang signifikan.
  2. Mengapit Huruf, Kata, atau Kelompok Kata: sebagai koreksi atau tambahan pada naskah orang lain.
    Contoh: Sang Sapurba menatap wajahnya [yang] muram.

14. Tanda Garis Miring (/)

Tanda garis miring digunakan untuk:

  1. Nomor Surat, Nomor pada Alamat, dan Masa Tahun yang Terbagi Dua:
    Contoh: No. 7/PK/2024, Jalan Raya Pos No. 15/A, tahun ajaran 2023/2024.
  2. Pengganti Kata 'dan', 'atau', atau 'tiap':
    Contoh: mahasiswa/mahasiswi (mahasiswa dan mahasiswi), dikirimkan via darat/laut (darat atau laut), harga Rp 1.000,00/lembar (tiap lembar).

15. Tanda Apostrof (')

Tanda apostrof digunakan untuk:

  1. Menunjukkan Penghilangan Bagian Kata atau Bagian Angka Tahun:
    Contoh: 'kan (akan), 'lah (telah), 17 Agustus '45.

VI. Kesalahan Ortografis Umum dan Cara Memperbaikinya

Meskipun PUEBI telah menyediakan panduan yang jelas, kesalahan ortografis masih sering ditemukan dalam berbagai jenis tulisan. Mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan ini adalah kunci untuk meningkatkan kualitas tulisan.

1. Penulisan "di" sebagai Awalan dan Kata Depan

Ini adalah salah satu kesalahan paling umum.

2. Penulisan "ke" sebagai Awalan dan Kata Depan

Sama seperti "di", "ke" juga sering salah ditulis.

3. Penggunaan Tanda Koma yang Salah

Kesalahan umum melibatkan koma sebelum "dan" atau "atau", atau koma setelah subjek.

4. Kapitalisasi yang Berlebihan atau Kurang

Aturan huruf kapital yang banyak sering membuat bingung.

5. Penulisan Kata Baku dan Tidak Baku

Banyak kata yang sering salah tulis karena kebiasaan atau pengaruh bahasa lisan.

Tidak Baku Baku (Menurut PUEBI/KBBI)
apotikapotek
analisaanalisis
atlitatlet
efektifitasefektivitas
propinsiprovinsi
resikorisiko
jadualjadwal
nasehatnasihat
tehnikteknik
foto copyfotokopi
sekedarsekadar
silahkansilakan
azanazan/adzan (azan lebih umum di KBBI)
syukursyukur
praktekpraktik
standarisasistandardisasi
kwitansikuitansi
milyarmiliar
obyekobjek
subyeksubjek

6. Penulisan Partikel "pun"

Partikel "pun" harus dipisah kecuali pada kata-kata yang sudah baku dan padu.

7. Penggunaan Huruf Miring yang Tidak Tepat

VII. Pentingnya Konsistensi dan Peran Ortografis dalam Komunikasi Modern

Di era digital saat ini, di mana informasi mengalir begitu cepat melalui berbagai platform, peran ortografis yang baik menjadi semakin relevan dan penting. Kecepatan seringkali mengorbankan ketepatan, namun konsekuensi dari kesalahan ortografis bisa lebih besar dari yang dibayangkan.

Dampak Kesalahan Ortografis

Manfaat Ortografis yang Baik

Alat Bantu Ortografis dan Keterbatasannya

Teknologi modern telah menyediakan berbagai alat bantu untuk penulisan, seperti pemeriksa ejaan (spell checker) dan pemeriksa tata bahasa (grammar checker) yang terintegrasi dalam pengolah kata atau aplikasi daring. Alat-alat ini sangat membantu dalam mendeteksi kesalahan ketik atau beberapa kesalahan ejaan dasar.

Namun, penting untuk diingat bahwa alat-alat ini memiliki keterbatasan:

Oleh karena itu, meskipun alat bantu sangat berguna, kemampuan dan pemahaman manusia terhadap PUEBI tetap menjadi yang utama. Verifikasi manual dan proses revisi oleh penulis yang kompeten tidak bisa diabaikan.

Simbol tanda ceklis besar yang menunjukkan kebenaran atau kelengkapan.

VIII. Kesimpulan

Ortografis bukanlah sekadar daftar aturan yang kaku, melainkan sistem yang dinamis dan esensial untuk menjaga kualitas serta efektivitas komunikasi dalam Bahasa Indonesia. Dari evolusi ejaan yang mencerminkan semangat kebangsaan, hingga detail-detail penulisan huruf, kata, dan tanda baca, setiap aspek ortografis memegang peranan penting dalam membentuk tulisan yang jelas, baku, dan profesional.

Menguasai PUEBI dan secara konsisten menerapkannya adalah tanggung jawab setiap pengguna Bahasa Indonesia, baik dalam lingkungan akademis, profesional, maupun sehari-hari. Di tengah derasnya arus informasi digital, kemampuan menulis dengan ortografis yang benar tidak hanya meningkatkan kredibilitas pribadi, tetapi juga turut serta dalam melestarikan kekayaan dan martabat Bahasa Indonesia itu sendiri.

Mari kita terus belajar, berlatih, dan membiasakan diri untuk menulis sesuai kaidah ortografis, demi komunikasi yang lebih baik dan Bahasa Indonesia yang semakin maju.

Artikel ini disusun berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang berlaku.

🏠 Homepage