Dalam era globalisasi yang serba terhubung ini, pemahaman lintas budaya menjadi semakin penting. Salah satu aspek fundamental yang menghubungkan peradaban adalah bahasa dan sistem penomoran. Kita mengenal dua sistem penomoran yang paling dominan digunakan di dunia: angka Latin yang kita gunakan sehari-hari di sebagian besar negara Barat dan turunannya, serta angka Arab (atau lebih tepatnya, angka Hindu-Arab) yang merupakan tulang punggung sistem penomoran di banyak negara Timur Tengah dan dunia Muslim. Meskipun berbeda dalam visualnya, kedua sistem ini memiliki akar sejarah yang sama dan memainkan peran krusial dalam komunikasi universal, sains, perdagangan, dan teknologi.
Angka yang kita kenal sebagai angka Latin (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9) sebenarnya berasal dari India, yang dikenal sebagai sistem angka Hindu. Sistem ini kemudian diadopsi dan disebarluaskan oleh para cendekiawan dan pedagang Arab ke seluruh dunia. Oleh karena itu, sering kali kita menyebutnya sebagai angka Arab, meskipun asal muasalnya adalah dari India. Sistem ini membawa inovasi revolusioner: konsep angka nol (shifr) dan sistem nilai tempat (positional notation).
Sebelum sistem Hindu-Arab ini mendunia, peradaban lain menggunakan sistem penomoran yang berbeda, seperti sistem Romawi (I, V, X, L, C, D, M) atau hieroglif Mesir. Sistem-sistem ini seringkali rumit untuk perhitungan dan tidak memiliki angka nol, yang menghambat perkembangan matematika lebih lanjut. Cendekiawan Muslim seperti Al-Khwarizmi pada abad ke-9 memainkan peran vital dalam mempopulerkan sistem angka Hindu-Arab ini melalui karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Sementara itu, angka Arab yang sering kita lihat dalam konteks bahasa Arab memiliki dua varian utama:
Dalam dunia yang saling terhubung, kemampuan mengenali dan memahami kedua sistem penomoran ini memberikan keuntungan yang signifikan.
Mari kita lihat bagaimana angka-angka ini terlihat berdampingan:
Angka Latin: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Arab Timur: ٠, ١, ٢, ٣, ٤, ٥, ٦, ٧, ٨, ٩
Dalam sebuah konteks, misalnya Anda melihat harga di pasar Maroko, Anda mungkin akan menemui angka seperti:
Angka "75" di sini menggunakan notasi Arab Timur. Nilai ini setara dengan angka Latin 75.
Atau, dalam sebuah buku sejarah yang membahas Persia kuno, Anda mungkin menemukan referensi yang menggunakan angka Arab:
Angka "10" di sini adalah angka Arab Timur (X). Angka Latinnya adalah 10.
Mempelajari konversi dasar antara kedua sistem ini tidaklah sulit. Mayoritas orang yang menggunakan angka Latin sudah terbiasa dengan sistem nilai tempat, sehingga memahami angka Arab Timur menjadi lebih mudah. Kunci utamanya adalah mengenali bentuk visual setiap digit. Dengan sedikit latihan, Anda akan terbiasa.
Angka Latin dan angka Arab (dalam berbagai varian visualnya) adalah bukti nyata bagaimana inovasi dapat menyebar dan menjadi alat pemersatu. Keduanya adalah turunan dari sistem Hindu-Arab yang revolusioner. Memahami dan menghargai kedua sistem ini bukan hanya soal perbedaan visual, tetapi juga membuka pintu pemahaman budaya, memfasilitasi komunikasi global, dan memperkaya pengetahuan kita tentang bagaimana peradaban manusia berkembang. Dalam dunia yang semakin kecil, jembatan yang dibangun oleh angka ini menjadi semakin kokoh dan esensial.