Istilah "angin duduk" sering kali terdengar dalam percakapan sehari-hari di Indonesia ketika seseorang mengalami rasa tidak nyaman atau nyeri hebat di area dada. Meskipun namanya terdengar sepele, fenomena ini dalam konteks kedokteran modern merujuk pada kondisi medis serius yang memerlukan perhatian segera. Secara harfiah, "angin duduk" diterjemahkan sebagai sensasi terhimpit atau sesak napas yang dirasakan mendadak di dada, sering kali disertai rasa nyeri yang menjalar.
Dalam terminologi medis yang lebih formal, apa yang masyarakat awam sebut angin duduk hampir selalu merujuk pada Angina Pektoris, atau dalam beberapa kasus yang lebih parah, Infark Miokard Akut (Serangan Jantung). Penting untuk memahami bahwa "angin" dalam konteks ini bukanlah gas atau udara, melainkan manifestasi subjektif dari iskemia miokard—yaitu kekurangan pasokan oksigen yang mencapai otot jantung.
Ilustrasi umum kondisi dada yang tertekan (simbolik)
Angina Pektoris adalah nyeri dada yang disebabkan oleh aliran darah yang tidak memadai ke jantung. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu penumpukan plak kolesterol dan lemak di dinding arteri koroner, sehingga mempersempit jalur aliran darah. Ketika kebutuhan oksigen otot jantung meningkat (misalnya saat beraktivitas fisik atau stres emosional), arteri yang menyempit tidak mampu menyediakan darah yang cukup, menyebabkan timbulnya rasa nyeri.
Ada dua jenis utama Angina Pektoris yang perlu dibedakan:
Meskipun "angin duduk" sering kali dikaitkan dengan serangan jantung, keduanya bukanlah hal yang sama persis, meskipun saling berkaitan erat. Serangan jantung (Infark Miokard) terjadi ketika suplai darah ke sebagian otot jantung terputus total dan permanen, biasanya karena penyumbatan total oleh gumpalan darah. Kerusakan otot jantung permanen terjadi jika aliran darah tidak segera dipulihkan.
Rasa nyeri angin duduk (Angina) biasanya bersifat sementara dan merupakan peringatan bahwa jantung sedang kekurangan oksigen. Nyeri ini umumnya digambarkan sebagai sensasi ditekan, diremas, atau diregang, dan sering menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, atau punggung. Jika rasa nyeri tersebut sangat hebat, tidak hilang dengan istirahat, dan disertai gejala lain seperti keringat dingin, mual, atau sesak napas ekstrem, hal ini harus segera diasumsikan sebagai keadaan darurat medis yang mengarah pada serangan jantung.
Faktor risiko utama yang mendorong kondisi yang menyebabkan angin duduk meliputi hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes melitus, kolesterol tinggi, merokok, obesitas, dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung prematur. Pengelolaan kondisi ini berfokus pada mengurangi faktor risiko, seperti perubahan gaya hidup (diet sehat, olahraga teratur, berhenti merokok), serta pengobatan medis untuk melebarkan arteri (seperti aspirin atau obat pengencer darah lainnya) dan mengelola gejala.
Kesadaran masyarakat terhadap istilah angin duduk sangat penting. Menganggapnya remeh hanya karena istilahnya tampak ringan dapat menunda penanganan yang sangat vital. Ketika gejala khas nyeri dada muncul, tindakan cepat menghubungi layanan darurat medis adalah langkah terbaik untuk membedakan apakah itu hanya angina stabil yang memerlukan evaluasi rutin, atau angina tidak stabil yang memerlukan intervensi segera untuk mencegah kerusakan jantung permanen.