Ikon Weton Islam W

Hukum Hitungan Weton dalam Perspektif Islam

Dalam masyarakat Indonesia, terutama di kalangan umat Muslim, hitungan weton seringkali menjadi rujukan dalam berbagai aspek kehidupan. Mulai dari penentuan jodoh, memulai usaha, hingga memprediksi nasib baik atau buruk. Weton, yang merupakan gabungan antara hari lahir dalam kalender Masehi dan pasaran Jawa (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing), dipercaya memiliki makna dan pengaruh tersendiri. Namun, bagaimana sesungguhnya pandangan hukum Islam mengenai praktik hitungan weton ini? Mari kita telusuri lebih dalam.

Asal-usul dan Praktik Weton

Sistem weton berasal dari warisan budaya dan tradisi lokal yang telah mengakar kuat. Konsep ini menggabungkan elemen astrologi dan numerologi yang diyakini dapat memberikan gambaran karakter seseorang, kecocokan dengan orang lain, serta potensi keberuntungan atau kesialan. Perhitungan weton biasanya melibatkan penjumlahan nilai angka dari hari dan pasaran, kemudian diinterpretasikan berdasarkan tabel atau panduan yang telah ada.

Misalnya, seseorang yang lahir pada hari Senin Wage akan memiliki nilai weton tertentu yang kemudian dianalisis. Analisis ini bisa sangat mendalam, mencakup prediksi tentang karier, kesehatan, hingga hubungan rumah tangga. Praktik ini seringkali menjadi panduan bagi banyak orang dalam mengambil keputusan penting dalam hidup mereka, dengan harapan dapat meminimalkan risiko dan meraih kebahagiaan.

Pandangan Ulama dan Hukum Islam

Ketika berbicara mengenai kepercayaan pada selain Allah SWT, Islam memiliki prinsip yang tegas. Prinsip utama dalam Islam adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya. Segala bentuk takhayul, ramalan, atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran tauhid (keesaan Allah) umumnya dipandang sebagai perbuatan yang dilarang, bahkan bisa mengarah pada syirik (menyekutukan Allah).

Para ulama berbeda pandangan mengenai hukum hitungan weton, namun mayoritas berpendapat bahwa keharaman muncul jika hitungan weton diyakini memiliki kekuatan mutlak untuk menentukan nasib seseorang, atau jika kepercayaan tersebut mengarah pada praktik perdukunan atau ramalan yang jelas dilarang dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

"Barang siapa mendatangi dukun atau peramal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam." (HR. Muslim)

Hadits ini secara eksplisit melarang mendatangi dukun atau peramal, menunjukkan ketidaksetujuan Islam terhadap praktik yang mencoba mengetahui hal gaib atau memprediksi masa depan melalui cara-cara yang tidak syar'i.

Dua Perspektif Utama dalam Pandangan Islam

Secara umum, ada dua pandangan utama mengenai hukum hitungan weton dalam Islam:

  1. Diharamkan (jika mengarah pada syirik atau ramalan): Pandangan ini berakar pada keyakinan bahwa hanya Allah yang mengetahui segala sesuatu, termasuk masa depan. Jika hitungan weton dipercaya memiliki kemampuan menentukan nasib secara pasti, atau jika perhitungannya melibatkan metode-metode yang tidak syar'i seperti konsultasi dengan dukun atau menggunakan jimat yang dikaitkan dengan perhitungan tersebut, maka hal ini jelas terlarang dan dapat membatalkan keimanan seseorang. Keyakinan bahwa weton dapat "memaksa" terjadinya sesuatu, mengabaikan takdir Allah, adalah inti dari keharaman ini.
  2. Diperbolehkan (sebagai tradisi atau ilmu bantu yang tidak mutlak): Sebagian kalangan berpendapat bahwa jika hitungan weton dipandang hanya sebagai alat bantu untuk memahami karakter seseorang atau sebagai tradisi budaya yang tidak diyakini memiliki kekuatan gaib mutlak, maka hal tersebut dapat diperbolehkan. Dalam pandangan ini, weton tidak dijadikan sebagai penentu takdir, melainkan sebagai salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat memberikan gambaran umum. Keputusan akhir tetap diserahkan kepada Allah SWT dan didasari pada usaha serta doa. Penting untuk diingat bahwa ini adalah pandangan yang lebih lunak dan membutuhkan kehati-hatian agar tidak terjatuh pada keyakinan yang berlebihan.

Inti dari kedua pandangan ini adalah pada niat dan keyakinan pelakunya. Apakah kepercayaan tersebut dijadikan sebagai pengganti tawakal kepada Allah, atau hanya sebagai sarana tambahan yang kebenarannya mutlak di tangan Allah?

Weton dan Takdir dalam Islam

Dalam Islam, konsep takdir (qadha' dan qadar) adalah salah satu rukun iman. Segala sesuatu yang terjadi, baik yang baik maupun yang buruk, telah ditetapkan oleh Allah. Namun, hal ini tidak menghilangkan kewajiban manusia untuk berusaha (ikhtiar) dan berdoa.

Mengaitkan hitungan weton dengan takdir seseorang dapat menjadi jebakan yang berbahaya. Jika seseorang berkeyakinan bahwa wetonnya menjanjikan kesuksesan, maka ia mungkin menjadi terlena dan tidak berusaha. Sebaliknya, jika wetonnya dianggap membawa kesialan, ia bisa menjadi putus asa dan tidak berupaya. Kedua kondisi ini bertentangan dengan prinsip ikhtiar dalam Islam.

Oleh karena itu, meskipun menghitung weton untuk tujuan memahami karakter atau sebagai tradisi budaya mungkin tidak secara langsung haram bagi sebagian orang, sangat penting untuk selalu memegang teguh keyakinan bahwa Allah adalah penentu segalanya. Jangan pernah menggantungkan nasib, keputusan, atau harapan hanya pada hitungan weton.

Kesimpulan

Hukum hitungan weton dalam Islam cenderung pada kehati-hatian dan penolakan jika praktik tersebut mengarah pada keyakinan yang menyimpang dari tauhid, seperti ramalan, perdukunan, atau menganggap weton memiliki kekuatan mutlak. Jika dipandang semata-mata sebagai tradisi budaya yang tidak diyakini memiliki kekuatan gaib, dengan keyakinan penuh bahwa takdir hanya ada di tangan Allah, maka beberapa ulama mungkin mentoleransinya. Namun, risiko terjebak dalam keyakinan yang salah selalu ada.

Nasihat terbaik adalah untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah, memohon pertolongan-Nya melalui doa dan ikhtiar, serta menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Hindari segala sesuatu yang dapat mengurangi atau membatalkan keimanan, termasuk praktik-praktik yang meragukan keabsahannya secara syar'i.

🏠 Homepage