Dalam kebudayaan Jawa, weton menjadi salah satu elemen penting yang dipercaya memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk perjodohan. Konsep pertemuan dua insan tidak hanya dilihat dari kecocokan hati dan pandangan, tetapi juga diperkaya oleh perhitungan matematis hari lahir dan pasaran. Munculnya istilah "weton yang tidak boleh menikah" sering kali menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan mendasar. Apakah kepercayaan ini memiliki dasar yang kuat, ataukah sekadar warisan tradisi yang perlu ditinjau ulang di era modern ini?
Weton adalah gabungan dari hari lahir dalam kalender Masehi (Senin, Selasa, dst.) dengan pasaran Jawa (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi). Setiap kombinasi hari dan pasaran ini memiliki nilai numerik tersendiri, yang kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan semacam "angka keberuntungan" atau "energi" pasangan. Perhitungan ini digunakan untuk memprediksi potensi kecocokan, keharmonisan, serta kemungkinan hambatan yang mungkin dihadapi oleh pasangan yang akan menikah.
Kepercayaan ini berakar kuat dalam filosofi Jawa yang melihat alam semesta sebagai sebuah sistem yang saling terhubung, termasuk energi kosmik yang mempengaruhi kehidupan manusia. Weton dipercaya membawa sifat, karakter, dan potensi rezeki serta jodoh seseorang sejak lahir. Oleh karena itu, ketika dua weton dipertemukan, para leluhur Jawa mencoba mengidentifikasi apakah energi dari kedua weton tersebut akan bersinergi positif atau justru saling bertabrakan.
Istilah "weton yang tidak boleh menikah" muncul dari hasil perhitungan yang menunjukkan ketidakselarasan atau potensi konflik yang tinggi antara kedua weton. Umumnya, perhitungan ini melibatkan analisis beberapa aspek:
Dari perhitungan tersebut, ada beberapa kombinasi weton yang secara tradisional dianggap membawa sial atau potensi masalah besar jika dipaksakan menikah. Contoh umum yang sering diperbincangkan adalah:
Selain itu, ada juga perhitungan lain yang lebih spesifik, seperti menghindari pasangan yang memiliki jumlah neptu (nilai weton) yang sama jika pasaran harinya berdekatan, atau kombinasi weton tertentu yang dipercaya akan membuat salah satu pasangan lebih mendominasi atau kurang bahagia.
Penting untuk disadari bahwa perhitungan weton ini adalah bagian dari sistem kepercayaan tradisional. Di era modern, banyak orang mulai mempertanyakan validitas mutlak dari ramalan ini. Ada beberapa pandangan yang bisa kita pertimbangkan:
Konsep "weton yang tidak boleh menikah" adalah warisan budaya yang menarik untuk dipelajari dan dipahami. Ia mencerminkan kearifan lokal dalam memandang hubungan antar manusia dan pengaruh energi alam. Namun, dalam konteks kehidupan modern, pandangan ini sebaiknya tidak dijadikan satu-satunya dasar penentu kelangsungan sebuah hubungan.
Kecocokan sejati lebih sering ditemukan dalam kesediaan untuk saling menerima, berjuang bersama, dan membangun komunikasi yang sehat. Perhitungan weton bisa menjadi semacam "catatan kaki" atau panduan awal, namun kekuatan untuk menciptakan rumah tangga yang bahagia dan langgeng sepenuhnya berada di tangan kedua individu yang menjalaninya.