Indonesia, negeri yang kaya akan budaya dan sejarah, menyimpan banyak kearifan lokal yang terus hidup dan relevan hingga kini. Salah satu warisan budaya yang menarik untuk ditelusuri adalah sistem penanggalan dan perhitungan yang dikenal sebagai Hitungan Jawa Kerto Yoso. Sistem ini tidak hanya sekadar penanda waktu, melainkan juga mengandung makna filosofis mendalam yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakat Jawa, termasuk dalam konteks pembangunan struktur monumental seperti candi.
Kerto Yoso, dalam bahasa Jawa, dapat diartikan sebagai "tertata" atau "teratur". Ini mencerminkan prinsip keteraturan alam semesta yang berusaha direfleksikan dalam perhitungan waktu. Sejak dahulu, masyarakat Jawa telah menggunakan kalender yang merupakan perpaduan antara kalender Masehi (Surya) dan kalender Islam (Qamariyah), serta mengakomodasi siklus pergerakan bulan (Lunar) dan bintang (Solar). Hal ini menghasilkan sebuah sistem yang kompleks namun penuh makna, yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari penentuan hari baik untuk upacara, pernikahan, hingga pemilihan lokasi pembangunan.
Keindahan dan keteguhan struktur candi-candi di Indonesia, khususnya yang tersebar di Jawa, seringkali dikaitkan dengan prinsip-prinsip kosmologi dan perhitungan waktu yang dianut oleh nenek moyang kita. Candi bukan hanya sekadar bangunan ibadah atau monumen sejarah, melainkan juga representasi dari pandangan dunia mereka yang memadukan elemen spiritual, filosofis, dan astronomis.
Sistem Hitungan Jawa Kerto Yoso melibatkan berbagai unsur, seperti siklus bulan (bulan mati hingga bulan purnama), pergerakan matahari, serta perhitungan hari dalam siklus mingguan dan pasaran (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Paing). Setiap kombinasi hari dan pasaran dipercaya memiliki energi atau aura yang berbeda, yang dapat memengaruhi keberuntungan, kesialan, atau kecocokan suatu kegiatan. Para ahli primbon Jawa menggunakan hitungan ini untuk memprediksi berbagai hal, mulai dari karakter seseorang, nasibnya, hingga keselarasan antara dua individu yang akan menikah.
Dalam konteks pembangunan, prinsip Kerto Yoso berperan penting dalam memilih waktu yang tepat untuk memulai sebuah proyek, termasuk pembangunan candi. Pemilihan hari dan pasaran yang baik dipercaya akan mendatangkan keselamatan, kelancaran, dan keberkahan bagi bangunan tersebut serta orang-orang yang terlibat di dalamnya. Selain itu, orientasi spasial candi seringkali juga mempertimbangkan arah mata angin dan konstelasi bintang, yang menunjukkan keterkaitan erat antara arsitektur candi dengan pengetahuan astronomi dan kosmologi Jawa.
Bayangkan para arsitek dan pemuka agama pada masa lalu yang dengan cermat menghitung setiap detail, bukan hanya dari sisi teknis pembangunan, tetapi juga dari sisi spiritual dan kosmologis. Mereka menggunakan pemahaman mendalam tentang alam semesta untuk menciptakan sebuah karya abadi yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga memiliki makna mendalam yang menyelaraskan manusia dengan alam dan penciptanya.
Candi-candi di Indonesia, seperti Borobudur, Prambanan, atau candi-candi kecil di lereng Gunung Merapi, adalah saksi bisu dari peradaban gemilang. Arsitektur candi yang megah, relief-relief yang sarat makna, serta penempatannya yang strategis seringkali merefleksikan pandangan hidup masyarakat pendukungnya. Konsep gunung semeru (gunung suci) yang menjadi pusat alam semesta seringkali diwujudkan dalam bentuk candi yang menjulang tinggi.
Banyak studi menunjukkan bahwa tata letak candi, sumbu utara-selatan atau timur-baratnya, serta hubungan antara candi dengan fenomena alam tertentu (seperti matahari terbit atau terbenam pada titik tertentu di hari-hari istimewa) bukanlah kebetulan semata. Ini adalah hasil dari perhitungan yang teliti, yang kemungkinan besar dipandu oleh prinsip-prinsip Hitungan Jawa Kerto Yoso dan pengetahuan astronomi kuno. Keteraturan alam semesta yang dijelaskan dalam Kerto Yoso seolah ingin ditiru dan dihadirkan dalam bentuk bangunan suci ini.
Candi menjadi simbol dari upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, sebuah jembatan antara dunia fana dan alam keabadian. Setiap ukiran, setiap batu yang tersusun, mengandung cerita dan makna yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, serta antara manusia dengan kekuatan ilahi.
Di era modern ini, penting bagi kita untuk tidak melupakan dan terus menggali warisan budaya seperti Hitungan Jawa Kerto Yoso dan makna di balik megahnya candi-candi. Kearifan lokal ini bukan sekadar benda peninggalan sejarah, melainkan sumber inspirasi dan pedoman hidup yang masih relevan. Memahami keterkaitan antara perhitungan waktu, kosmologi, dan arsitektur candi dapat memberikan perspektif baru dalam melihat keindahan dan kedalaman budaya Nusantara.
Mempelajari Kerto Yoso dapat membantu kita memahami pentingnya keteraturan, keseimbangan, dan harmoni dalam kehidupan. Sementara itu, mengagumi candi adalah cara kita terhubung dengan sejarah, spiritualitas, dan kejayaan peradaban masa lalu. Kombinasi kedua elemen ini menawarkan pelajaran berharga tentang bagaimana manusia dapat hidup selaras dengan alam semesta dan mencapai keharmonisan dalam segala aspek kehidupan.